01

22.8K 1.7K 174
                                    


Gimana cara benci ke Julian?

Sebenci apapun gue sama dia, gue tetep nggak bisa benci dia. Julian akan selalu jadi orang yang gue reach out ketika gue butuh seseorang.

He cheated on me once, while I was fucking in love with him. I let him go, but he never step out from my life.

Sekarang memasuki tahun ke dua gue putus sama Julian. Hubungan gue dengan Julian dari dulu memang complicated. Putus nyambung sampai dengan dia selingkuh dan gue nggak mau balikan lagi sama dia.

Gue udah kenal Julian sedari SD. Gue dan dia berada di circle pertemanan yang sama karena keluarga gue dan dia saling mengenal dengan baik satu sama lain. Bisa dibilang gue adalah teman satu geng Julian, bersama empat orang yang lain. Sebenarnya sampai sekarang kami berenam masih berhubungan dan berteman baik. Meskipun hubungan gue sama Julian kadang panas dingin, tapi kita tetep temenan.

Hari ini gue dipaksa salah satu teman gue, Brin, buat datang ke sebuah bar yang letaknya nggak jauh dari apartemen gue. Dan tentunya ada Julian juga.

Gue datang paling akhir di saat lima teman gue udah pada duduk di sofa yang pastinya sudah di-booking oleh Brin.

"Lama banget lo? Pasti lo habis pacaran sama cowok baru lo, kan?" tuduh Darwin.

Gue berdecih pelan. "Sok tahu lo."

Gue mengambil duduk di sebelah Radhit, the normal one. Tapi sebenarnya nggak normal-normal amat karena dia anaknya diam seperti orang bisu, ditambah lagi orangnya juga kaku. Kalau dateng ketemu temen-temennya begini kerjaannya cuma jadi pajangan.

"Paling habis ini, cowok lo disingkirin lagi sama Julian," tebak Sean yang membuat gue melirik tajam ke arah Julian yang sedang duduk santai di sebelahnya.

Semenjak putus untuk yang terakhir kalinya sama Julian, gue udah hampir serius dua kali dengan orang yang dikenalkan nenek gue. Namun semuanya berhasil Julian gagalkan karena sifat childish-nya itu.

Julian itu unstoppable. Nggak ada orang yang bisa hentiin dia. Gue inget banget, Julian waktu sekolah dulu sering banget buat ulah, meskipun sering diomelin sama orangtuanya juga hal itu nggak bikin Julian kapok.

Gue heran juga kenapa gue bisa suka sama orang macam Julian. Padahal di luar sana masih banyak cowok yang lebih baik dari Julian.

Julian adalah orang yang selalu semena-mena. Apa yang dia mau harus diturutin. Sedari dulu bahkan sampai sekarang pun begitu.

Banyak yang bilang sifatnya sekarang terjadi karena Julian anak tunggal. Kalau menurut gue sih emang sifatnya anaknya aja yang begitu.

Gue ada di bar hanya sampai jam sepuluh malam. Soalnya kalau udah lebih dari jam sepuluh Brin, Darwin sama Sean yang jomblo bakalan bungkus cewek.

"Duluan, Dhit," pamit gue ke Radhit yang kebetulan nggak ngikutin ajaran sesat Brin, Darwin, dan Sean.

Kalau mau berada di jalan yang lurus lebih baik ngikutin Radhit. Tapi kalau mau masuk neraka jalur fast track di geng gue juga suhu semua.

"Gue cabut juga," susul Julian seperti biasa.

Biasa kalau gue balik, Julian bakal balik buat ngikutin mobil gue dari belakang. Sejak terakhir putus dia selalu begitu. Mau dilarang sekalipun dia nggak akan berhenti.

Kemudian gue mengendarai mobil menuju apartemen, dengan mobil Julian yang ada di belakang mobil gue. Biasanya setibanya di jalan depan apartemen gue, Julian bakalan langsung pergi, tapi hari ini dia ikut masuk juga.

"Ngapain?" tanya gue ketika kami sudah memarkirkan mobil masing-masing.

"Mau ketemu Bang Leon."

Jawaban kenapa gue nggak bisa nendang Julian dari hidup gue begitu aja adalah, karena dia udah terlanjur masuk ke dalam segala lingkaran dalam hidup gue.

Abang gue punya hubungan yang baik sama Julian, meskipun dua kali cowok itu bikin gue gagal nikah. Menurut abang gue, masalah gue sama Julian itu hal yang biasa, masalah di mana mantan masih cinta dan nggak rela gue diambil orang.

Gue berjalan lebih dahulu mendahului Julian. Tenang aja semisal pun ketinggalan, Julian masih tetep bisa masuk ke apartemen gue karena Bang Leon kasih access finger print ke Julian. Bang Leon sampai saat ini percaya kalau Julian itu bisa andelin buat jagain gue.

Jagain tai kambing. Adek lo dulu diselingkuhin, Bang!

"Yang sekarang dikenalin juga?" Julian kembali bersuara ketika gue dan dia berada di dalam lift.

"Cari tahu sendiri dong. Kan biasanya tahu sendiri," sindir gue yang nggak dibales lagi oleh Julian.

Sesampainya di dalam unit apartemen gue, ternyata Bang Leon lagi sama pacarnya.

"Hai, kak. Udah lama kah di sini?" sapa gue ke Kak Cindy yang saat menjabat jadi pacar Bang Leon.

"Dari tadi sore nih."

"Oh iya, sorry Jul. Hari ini lo nggak bisa nginep di kamar gue," kata Bang Leon yang lagi makan mie instan di sofa.

Di apartmen ini cuma ada dua kamar. Sejak orangtua gue meninggal dua-duanya, Bang Leon maksa gue tinggal bareng dia di apartemen. Dia bujuk-bujuk gue sampai rela ngasihin kamar utamanya di lantai atas buat gue.

"Mampus, balik aja sono," kata gue sambil berjalan ke tangga.

"Lo tidur sama Oliv aja," saran abang gue yang membuat mata gue langsung melebar.

"Heh! Nggak ada ya ini jerapah tidur sama gue!" seru gue nggak terima.

Kak Cindy cuma ketawa lihatin gue yang udah berdiri di deket tangga.

"Thanks, Bang," ujar Julian yang berjalan ke arah gue.

"Nggak! Lo tidur sofa atau balik rumah!" cegah gue.

"Besok, gue sama Julian mau hiking. Berangkat jam tiga pagi, Liv. Lagian kalian dulu juga biasa tidur bareng kan?"

Gue mendengus kesal. "Nggak bisa. Lo suruh Julian nginep di sini, ya harusnya lo tanggung jawab, ngab. Atau mending Kak Cindy tidur sama gue aja, lo sama jerapah mampang."

"Duh, Cin, dingin banget nih. Ke kamar yuk?" Bang Leon menarik Kak Cindy berjalan ke arah kamarnya yang membuat gue langsung mengomel kesal.

"Bang! Nggak bisa gitu dong! Ini Julian gimana?! Lo kan-"

"Shtttt." Julian menarik tangan gue sambil menempelkan telunjuknya di bibirnya. "Jangan ganggu mereka," lanjutnya.

"Jangan ganggu mereka pala lo peyang!"

"Dulu kamu juga nggak suka kalau Bang Leon gangguin kita."

Gue berdecak pelan. "Lo tidur sofa. Gue ambilin selimut buat lo!"

"Aku nggak bisa tidur di sofa, Liv. Aku harus tidur di kasur karena badan aku ini rapuh. Kamu tahu kan aku udah nggak muda lagi?" katanya sok lemah.

"Jijik banget dengernya. Dasar lelaki lemah!"

Julian terkekeh. "Aku nggak lemah, Liv. Cuma nggak bisa tidur di sofa aja. Buktinya aku bisa sampai pagi sama kamu ka-"

"Stop! Stop! Stop! Mulut lo tuh ya!"

Dan Julian tetaplah Julian si pemaksa dan selalu bertingkah sesuka hatinya.

***













Welcome to another hubby series!

Let's meet Julian sama Oliv.

Timestampnya ini dua tahun sebelum Radhit-Isla nikah. Jadi nggak nggak aoan ada Isla dan Lanika di sini.

Chapter pertama gimana guys? Cukup buat bikin kalian stay atau enggak?

Precious HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang