12

9.4K 825 53
                                    

Gue jadi curiga.

Keluar dari kandang orang gila satu, terus gue masuk ke kandang orang gila satunya.

Soalnya...

Malam ini bulan purnama, sinarnya menembus ke sela-sela jendela kamar tamu yang gue tempati. Gue nggak lagi jadi pujangga. Kebetulan lampu kamar udah gue matiin, jadi cahaya bulan lah yang samar-samar menerangi kamar.

Gue menatap bulan dari arah jendela, awalnya pengen menatap bulan. Tapi kemudian gue lihat Dion tiba-tiba nampak berjalan di halaman rumah sambil membawa botol kaca berwarna biru.

Mata gue diam-diam mengamati pergerakan Dion. Dion kemudian duduk tanpa alas apapun di rerumputan halaman rumah Nyana. Botol kaca biru yang dia pegang kemudian dia letakkan di depannya. Tangannya lalu merogoh saku celananya.

Tanpa gue sadari gue yang tadinya duduk di kursi, kini jadi berjalan makin mendekat ke arah jendela. Di halaman rumah, dengan posisi bersila, Dion meletakkan kain putih yang baru dia keluarkan. Dia kemudian melebarkan kain itu yang dari kejauhan isinya sepergi berbagai macam batu.

Batu krystal?

Setelah menata batu tersebut, Dion kemudian meletakkan kedua tangannya di kedua lututnya, dan diam di sana.

Dia ngapain?

Meditasi?

Atau lagi ritual.

Tiba-tiba gue merinding. Gue buru-buru menutup gorden jendela kamar dan kembali ke atas tempat tidur.

Bagi gue dia aneh. Meskipun ibu Nyana bilang Dion nggak aneh, buat gue aneh dan...

Mencurigakan!

Tengah malam begini kenapa harus meditasi di luar? Lalu kenapa juga dia harus membawa barang-barang seperti botol kaca biru dan batu-batuan?

Apa jangan-jangan Dion dan keluarganya Nyana pengikut aliran sesat?!

***

Gue bangun sebelum matahari tinggi. Lagi tinggal di rumah orang, tentunya gue harus tahu diri. Seingat gue, gue bangun jam setengah enam. Langit masih belum terlalu terang, namun cahaya matari mulai mengintip dari balik pohon-pohon kamboja yang ada di rumah ibunya Nyana.

Gue hendak membantu ibu Nyana. Meskipun gue nggak terlalu mahir memasak, tapi bisalah rasanya diadu sama masakan standar pada umumnya.

"Nggak usah, Teh. Teteh tidur aja."

Gue selalu reflek tersenyum ketika ibu Nyana memanggil gue denga sebutan itu. I don't know, but I'm happy?

"Ya nggak gitu dong, Ibu... aku kan numpang di sini. Cepet kasih aku kerjaan, Bu. Biar aku nggak diem aja," paksa gue.

"Beneran loh?"

"Bener, Bu. Ayo nggak usah sungkan."

Ibu Nyana mulai kelihatan berpikir. "Kalau nyapu halaman, Teh Oliv capek nggak?"

"Kecil, Bu!" jawab gue antusias.

Gue kemudian buru-buru keluar  rumah dan mengambil sapu lidi yang nampak diletakkan di samping  rumah utama.

Gue hampir terlonjak kaget ketika akan berbelok dari rumah utama menuju pura sembahyanh yang letaknya tak jauh dari rumah utama.

Dion nampak duduk diam di tengah jalan sambil menatap ke arah langit.

"ASTAGA!" pekik gue kemudian.

Ingin rasanya gue layangkan sapu lidi di tangan gue saat ini ke kepala Dion.

Dia ngapain lagi sih?!

Bener-bener nggak jelas.

Lepas dari satu cogil alias cowok gila, eh di sini ketemu cogil yang lain.

Precious HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang