26

5.9K 637 51
                                    

"JULIAN!"

Jantung gue rasanya seperti copot dari tempatnya melihat kepala Julian yang tiba-tiba muncul dari jendela kamar yang gue tempati. Dan si pemilik kepala yang berhasil membuat gue kaget itu memberikan cengiran kasnya.

"Halo," katanya tanpa dosa.

Gue buru-buru keluar kamar dan membuka pintu belakang villa yang menyambungkan bangunan utama rumah dengan kolam berenang. Semua pintu memang terkunci, sisanya hanya jendela kamar gue aja yang terbuka karena gue belum sempat menutupnya setelah matahari tenggelam tadi.

Hampir dua minggu gue tinggal di villa Julian. Kemungkinan ini bukan villa Julian, villa yang dia beli dadakan sementara ditempati adik gue dan ayah mereka. Sebagai bayarannya, dia mau gue tinggal dengan dia. Cari kesempatan, tapi gue iyakan karena gue nggak ingin merepotkan Nyana dan ibunya.

"Tahu pintunya kuncian, kenapa nggak nge-chat atau telepon sih?"

Gue nggak dengar Julian mengetuk pintu atau memanggil karena sedang menggunakan AirPods. Dan bisa-bisanya dia malah ingin masuk lewat jendela kamar.

"Aku kira kamu tidur," jawabnya.

Hari Minggu kemarin dia berpamitan untuk kembali ke Jakarta. Kali ini bukan untuk berjualan barang preloved gue, dia bekerja.

Wah... hampir nggak percaya gue.

Julian punyat niat betulan untuk bekerja. Dia menjelaskan panjang lebar tentang apa yang akan dia kerjakan, meskipun gue nggak bertanya dan nggak ingin tahu. Tapi tahu tidak ujung-ujungnya apa?

"Aku ngelunjak lagi nggak kalau tanya, semisal aku berubah seperti yang kamu mau dulu, apakah ada kesempatan buat aku?"

Akan lebih bagus lagi kalau dia mau bekerja bukan buat gue, tapi buat dirinya sendiri, buat masa depannya sendiri, buat orangtuanya, dan buat orang-orang yang bekerja sama dia.

Julian adalah anak emas. Masa depannya terjamin dengan segala yang dimiliki orangtuanya. Tapi ada satu yang nggak bisa dijamin orangtuanya. Skill. Kerajaan bisnis keluarganya itu besar. Nggak mungkin anak kemarin sore langsung diberi kuasa untuk memegang usahanya. Setahu gue Papanya Julian baru benar-benar takeover usaha neneknya Julian saat hampir memasuki usia 50 tahun, karena itu juga sampai sekarang Julian masih belum diberi posisi tinggi. Hal itu membuktikan kalau butuh puluhan tahun untuk penerusnya dapat dipercaya untuk mengambil alih usaha utama keluarga.

Sebetulnya, orangtua Julian meskipun memanjakannya, dia juga dididik diberi tempat untuk belajar di perusahaan keluarganya. Sayangnya? Yah, sudah jelas. Dia suka seenak jidat. Kerja seminggu, liburan empat minggu. Ikut meeting satu jam, keluyurannya dua puluh empat jam. Itu lah Julian.

Kali ini dia akan membuat perusahaan dengan teman-temannya. Gue pernah dengar, mereka berlima akan membentuk sebuah PT, dan bidang usahanya dibagian property. Terakhir kali, yang gue tahu mereka akan bergerak sebagai developer property.

Gue bisa menebak arahnya sebetulnya. Keluarga Darwin adalah bagian dari pengembang properti yang sudah berdiri dari tahun 1980, bahkan mereka terkenal sebagai pengembang salah satu wilayah kota terkenal di pinggir Jakarta. Bisa dibilang wilayah tersebut dikelola keluarga Darwin. Tapi Darwin nggak bisa dapat apa-apa karena selain perusahaan itu sudah lama menjadi perusahaan terbuka atau TBK. Orangtua Darwin juga bukan pemegang saham terbesar.

Meskipun begitu, usaha developer property yang akan di buat oleh Julian teman-temannya, sedikit banyak pasti akan dibantu usaha milik keluarga besar Darwin. Nggak menutup kemungkinan suatu saat nanti, perusahaan mereka akan menjadi anak perusahaan atau bahkan melebur menjadi bagian dari usaha keluarga Darwin. Kalau betul akan seperti itu di masa depan, Darwin adalah salah satu yang paling diuntungkan. Darwin punya kemungkinan menjadi salah satu orang yang diperhitungkan untuk mendapat posisi menguntungkan tentunya.

Precious HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang