22

6.2K 712 103
                                    


Bukan gue yang minum alkohol, tapi kenapa semalam jadi gue yang rasanya malah jadi mabuk. Nggak mungkin kan kalau gue mabuk hanya karena mencium bau alkohol yang menempel di Julian? Bahkan saat gue terbangun dari tidur pun bau alkoholnya masih semerbak di kamar yang gue tempati.

Julian minum alkohol atau mandi alkohol?

Gue terpaksa harus mengganti selimut, sprei, termasuk sarung bantal dengan yang baru. Gue membawa semua itu keluar kamar untuk gue letakkan di dekat mesin cuci. Gue nggak bisa melihat jalan karena bedcover tebal di pelukan gue bercampur sprei, serta sarung bantal, cukup mengembang dan menghalangi pandangan gue. Saat beberapa langkah keluar dari kamar, gue bisa merasakan ada tangan yang mengambil barang sedang gue bawa.

"Mau kamu buang?" tanya Julian saat berhasil mengambil alih.

"Iya," celetuk gue asal.

"Nanti aku buangin," jawabnya enteng seakan nggak ada masalah dengan gue membuang semua itu.

Gue berdecak pelan. "Dicuci. Ngapain dibuang," koreksi gue setelahnya.

"Aku pikir gara-gara semalem aku di situ kamu nggak mau pakai yang bekas aku."

"Bau alkoholmu masih semerbak di kamar. Aku nggak betah," jawab gue ketus.

"Maaf. Biar nanti diganti. Aku suruh orang dul-"

Lagi-lagi gue berdecak. Memang dia nggak pernah berubah, hal yang bisa dikerjakan sendiri pun harus menyuruh orang.

"Nggak usah. Ada sprei lagi enggak?"

Julian mengangguk, membuang asal semua yang tadi dia bawa, kemudian beranjak pergi ke dalam kamarnya. Dengan cepat kilat dia muncul dengan set sprei yang baru.

Gue membuang napas pelan. "Kalau kamu ikut ke Bali, aku nggak mau kamu ikut tinggal di rumah Nyana."

Julian menoleh dengan wajah kecewa. "Tinggal di villaku aja, nggak jauh dari rumah Nyana."

"Aku nggak mau satu rumah sama kamu," tolak gue.

Yang jelas gue nggak ingin terlalu banyak interaksi atau bicara dengannya.

"Nanti aku bilang temenmu mau ikut tinggal di sana," katanya dengan enteng.

Dia pikir rumah Nyana hotel?

"Kamar mandinya jongkok," kata gue kemudian yang langsung membuat Julian sedikit melebarkan mata. "Lagi pula udah nggak ada kamar kosong. Mau tidur di lantai lagi kamu?"

"Memang nggak boleh ya kalau kita tidur satu kamar?"

"Hah! Mending kamu tidur di halaman rumah Nyana aja," jawab gue kesal.

Baru diberi izin untuk mengekori gue, sudah melunjak saja laki-laki ini.

"Kayaknya kita perlu lurusin ini, deh," tegas gue.

"Semalam aku kalut. Aku nggak bisa berpikir jernih. Aku mau nar-"

"IYA. IYA," potong Julian dengan nada panik padahal gue belum menyelesaikan apa yang ingin gue sampaikan. "Iya. Aku nggak aneh-aneh. Aku bakal balik diem lagi," lanjutnya kemudian sambil melipat bibirnya.

"Jul, lagi pula aku ini suka ngatur. Kamu orangnya nggak suka diatur. Aku suka merintah, sementara kamu itu kayak raja yang nggak mungkin diperintah. Dari dulu aku nggak pernah bisa bilangin kamu. Kamu selalu ngelakuin sesuatu sesuai kemauan kamu. Aku nggak mau ngatur-ngatur lagi. Jadi kamu jangan mancing aku buat marah-marah karena kamu keras kepala. Udah itu aja kalau kamu mau tetep ikut aku."

Julian mengangguk nggak membantah. "Iya."

"Taruh di kamar," suruh gue kemudian padanya.

"Julian! Julian!" suara panggilan dari luar pintu apartemen kompak membuat kami menoleh ke arah satu sama lain. Julian yang hendak masuk ke kamar yang gue tempati kembali membuang set sprei yang di bawa. Di lantai sekarang sudah berceceran sprei, bed cover, dan sarung bantal. Sementara Julian berlari menuju pintu.

Precious HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang