04

11K 1.1K 85
                                    

Hari ini mood gue benar-benar nggak bagus. Sudah jelas ini akibat dari kehadiran Julian dan kalimatnya semalam.

Belum lagi pulangnya dia ngotot numpang menginap di apartemen Bang Leon.

Sejak gue bilang punya pacar baru sekitar sebulan yang lalu, Julian memang lebih sering datang dan menginap di apartemen. Mungkin karena dia penasaran dengan cowok baru gue dan belum berhasil mendapatkan informasi apapun, jadi dengan lebih sering menginap dia pikir dia akan mendapatkan sesuatu.

Bang Leon sendiri nggak mempermaslahkan kehadiran Julian. Dari sejak gue putus juga dia biasa aja, beda sama Brin, Darwin, dan Sean yang langsung maki-maki Julian.

Nggak ada Bang Leon jadi sosok yang posesif sama adeknya, atau mengancam pacarnya adeknya. Tipe-tipe kakak yang ada di film-film itu nggak ada dalam diri Bang Leon.

Jujur kalimat Julian di pesta tadi menganggu gue. Dan bohong kalau gue nggak takut.

Kalau sampai Tian kenapa-napa, bisa jadi itu salah gue karena nggak mau nurut sama kata-kata Julian.

Tapi apa benar gue harus menurut?

Gue sampai di apartemen sekitar pukul enam sore. Hari ini harusnya gue pergi ke acara open house temen, tapi karena udah capek seharian kerja, gue ngerasa males banget.

Setiap hari ada aja undangan buat pergi ke pesta. Entah pesta pernikahan, pesta ulang tahun, pesta perayaan ini itu. Belum lagi ajakan buat hang out sama temen dan keluarga, undangan ke acara-acara formal dan non formal. Gue yakin semisal saat ini gue nggal sibuk kerja dan memilih jadi tuan putri di rumah, gue bisa tetap sibuk karena banyak acara yang harus gue datangi.

Jadi nggak usah heran kalau trophy wife konglomerat sering nggak ada di rumah karena punya tuntutan buat dateng dan setor ke berbagai acara serta panjat memanjat satu sama lain supaya lingkarannya makin eksklusif.

Memilih jadi wanita karir bagi gue adalah pilihan yang tepat. Apalagi karir gue saat ini benar-benar nggak berada di bawah kendali keluarga gue atau kerabat teman-teman gue. Gue berusaha sendiri, tanpa meminta bantuan dari siapapun.

Gue sadar. Gue nggak punya apa-apa selain apa yang bisa gue dapatkan sendiri dengan tangan dan kemampuan gue. Meskipun almarhum orangtua gue tajir dan gue terlahir sebagai anak yang diberi apapun. Nyatanya gue nggak punya apa-apa karena semua peninggalan Bokap gue jatuh ke Bang Leon.

Semua ini sesimpel karena Bokap dan Nyokap gue nggak memperbarui surat wasiat mereka. Mereka pikir Bang Leon itu adalah anak satu-satunya dan mereka nggak pernah punya anak lagi. Namun setelah Bang Leon berusia delapan tahun, gue tiba-tiba lahir.

Dan ya... Begitulah. Gue nggak dapat apa-apa, tapi gue juga nggak minta apa-apa. Bahkan gue juga nggak ada niatan buat minta dikasih sebagian warisan sama Bang Leon. Bang Leon bukan sosok abang yang jahat, tapi memang dia lebih banyak bersikap bodo amat dan membiarkan gue melakukan apapun yang gue suka.

Pintu apartemen terbuka saat gue sedang merebahkan diri di sofa panjang depan ruang TV. Gue buru-buru berdiri saat mencium bau parfum yang sangat amat gue kenal.

"Lo ngapain?!" seru gue mendapati Julian berjalan mendekat ke sofa.

"Mau makan malem, jawabnya mengangkat kemasan makanan yang dia bawa.

Gue mendengus pelan dan berdiri dari tempat gue.

Lama kelamaan Julian bisa menjadi salah satu penghuni tambahan apartemen ini. Semalem dia nginep di sini, tadi pagi masih kelihatan seliweran di kitchen buat bikin sarapan, dan sekarang? Dia muncul lagi di sini.

Gue jadi mempertimbangkan buat pindah ke apartemen Tian aja.

"Eh? Mau ke mana?" tanyanya.

"Ke kamar," jawab gue melewatinya.

Precious HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang