13

8.1K 727 44
                                    

Hari ini gue ngehabisin waktu buat bantu-bantu di rumah ibu Nyana. Beberapa kegiatan yang lekat dengan umat Hindu di Bali bisa gue saksikan. Pagi-pagi gue bantuin menyiangi bunga yang akan ditaruh gunakan di canang sari.

Gue baru tahu namanya sejajen yang ada di depan rumah Nyana itu ada sebutannya. Canang sari.

Kemudian gue juga diajak untuk melihat ibu Nyana bersembahyang. Pergi ke pasar membeli bahan masakan. Dan yang baru saja kami selesaikan adalah memotong pisang untuk dijadikan kripik pisang.

Ibu Nyana suka mencari kesibukan. Sebagai ibu rumah tangga yang hanya tinggal di rumah sambil sesekali menengok usaha kos-kosam, dan rumah yang dia kontrakkan, katanya dia bisa stress kalau kebanyak diam.

Berbeda dengan Dion yang lebih suka meditasi sebagai obat stressnya, kalau ibu Nyana suka menyibukkan diri.

Sekarang gue jadi mempertanyakan ke diri sendiri. Kalau gue stress gue ngapain?

Faktor utama stres gue cuma satu sih. Julian si Melon. Yah kalau kalian lupa, Melon itu singkatan mental lonte by the way. Disingkat biar nggak terdengar terlalu harsh aja.

Tapi memang kalau boleh kasar, kelakuan dia emang nggak beda jauh sama lonte sih yang ngejar-ngejar orang yang dia suka tanpa peduli harga diri. Lama kelamaan memang dia kelihatan nggak punya harga diri.

Kalau gue dibikin stres atau muak sama kelakukan dia biasanya gue cuma bisa marah-marah dan nangis kalau udah keterlaluan. Tapi saat gue nggak lagi bisa tahan, gue nggak ingin lagi berhadapan sama dia.

Gue tahu batas. Batas di mana gue masih mampu menghandle dan menahan segala emosi yang muncul karena dia. Dan gue rasa gue udah berada di batas di mana gue harus mengalah dan pergi tanpa suara.

Menyibukkan diri, atau meditasi buat hilangin perasaan stres yang muncul karena ulah Julian tentunya nggak bakal cocok.

Yang cocok buat ngilangin rasa stres gara-gara cowok gila kayak Julian itu ya MINGGAT!

"Berburu sunset yuk, Liv? Kita cari yang nggak terlalu ramai," ajak Dion yang tengah berdiri di depan sink sambil membersihkan tangannya yang menghitam terkena getah pisang.

"Nggak," tolak gue jelas.

"Kenapa? Gue SMP, SMA di Bali tahu. Gue udah kayak locals."

"Enggak," ulang gue lagi.

"Kenapa?"

"Soalnya lo mau cari tempat meditasi kan?" tebak gue yang 100% nggak bakal meleset.

"Iya. Tapi kan lo bisa keluar sambil lihat sunset nanti."

"Ogah banget nungguin lo diem doang."

"Oh... lo maunya kita ngobrol gitu ya Liv? Lihat sunset sambil ngobrol?"

Gue memasang wajah penuh tanda tanya karena Dion kelihatan menyimpulkan apa yang gue mau.

"Tapi apa enggak bahaya? Lihat sunset berdua sambil ngobrol. Nanti kita bisa emotionally attached."

Ibu Nyana yang sedang menggoreng keripik pisang tadi kami potong bersama dengan alat potong mirip parutan terkekeh pelan.

"Yon. Teh Oliv ini udah punya pacar."

Info dari mana itu?

Nyana?

"Yah..." dengus Dion dengan bahu yang nampak melemas.

"Padahal gue pas pertama lihat lo, gue ngerasa kita cocok banget loh, Liv."

Cocok dari mananya??

"Ayo, Liv kita keluar. Sore ini, ya? Jam empat." Dion kembali memaksa.

Precious HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang