05

7.7K 870 107
                                    

Pagi-pagi dapur gue penuh suara kerompyangan yang datangnya dari alat-alat masak yang ada di sana tentunya. Gue baru banget bangun tidur, dengan mata yang masih lengket gue bangkit dari kasur dan berjalan ke sumber suara.

Gue pikir Bang Leon, atau paling enggak ya Julian karena dia yang paling sering nginep di sini.

Ternyata di sana berdiri lima orang laki-laki sedang membuat keributan di dapur.

Gue nggak tahu mereka mau. Bikin apa, yang jelas semua panci yang ada di dapur tiba-tiba keluar dari tempat penyimpanan. Bulir beras terlihat berceceran, air yang menyemprot ke mana-mana. Di meja bar deket kitchen set, terlihat dada ayam yang dipotong berantakan ditinggalkan begitu saja, di sebelahnya ada kedelai hitam yang sudah terbuka dari bungkusnya. Ada juga kerupuk udang yang sudah digoreng namun warnanya coklat hampir gosong —tapi menurut gue itu udah gosong.

Lima laki-laki itu berdiri mengelilingi kompor seperti sedang mengawasi sesuatu.

"Kalian lagi ngapain?" Gue mendekat ingin melihat apa yang mereka lakukan.

Sean bergeser sehingga gue melihat panci daleman rice cooker ada di atas kompor.

"HEH!" Gue buru-buru mendekat dan mematikan api. Kelima orang itu langsung mundur ketika melihat gue mendekat dan mematikan api. "Ini panci nggak disetting buat masak di atas api!"

Gue melihat isi panci rice cookee itu yang berisi beras yang sedang dimasak dengan air yang sangat banyak.

Sepertinya mereka mau bikin bubur.. Apalagi melihat ayam kedelai hitam, dan kerupuk yang ada di meja.

"Teteh yang masak di rumah Nyokap gue pakai panci rice cooker juga buat masak nasi," jawab Darwin yang membuat gue makin kesal.

"Di rumah lo, bukan di rumah gue!"

"Kalau rusak tinggal beli aja, Liv. Kita bukan orang miskin," ujar Brin santai.

"Bukan masalah itu. Kita nggak pernah tahu apa yang terjadi kalau pancinya dipanasin pakai api beneran. Bisa aja lapisan anti lengketnya jadi rusak terus bahannya nempel di makan kalian," terang gue jengkel. "Lain kali otaknya dipakai dong!"

"Yang beginian nggak pernah diajarin di sekolah, Liv," jawab Brin.

"Ya makanya otaknya dipakek bego!" seru gue dengan nada dingin.

"Udah-udah. Semua ini salahnya Julian... Liv kalau mau marah-marah langsung aja nggak usah ditunda. Waktu dan tempat untuk membuang amarah dipersilakan." Darwin malah nyalain yang lain.

"Dhit, otaknya dipakai Dhit... Nanti Oliv marah," gumam Julian kemudian.

Padahal Radhitnya diem aja sambil megangin spatula.

"Pindah ke panci lain," titah gue namun tidak ada yang bergerak.

"Pindah!" seru gue.

"Lo nyuruh siapa?" tanya Sean.

"Ya kalian dongo!"

Pagi-pagi udah dibikin jengkel.

"Kami kan ada lima orang. Kalau nggak nyebut nama, mana tau lo nyuruh siapa," balas Darwin.

"Dhit. Tolong pindahin ke panci lainnya. Masak di sana, jangan pakai panci rice cooker." Gue menatap ke arah Radhit yang saat ini paling bisa gue andalkan karena yang lain modelan anak setan semua.

Radhit tanpa komentar langsung mindahin berasnya ke panci yang lain, kemudian balik nyalain kompor lagi dan mundur supaya yang lain bisa ngambil alih tugas.

"Kalian mau masak apa sih? Kenapa dapur gue jadi berantakan gini?" Mata gue menatap barang-barang yang berantakan di area dapur gue.

"Bikin nasi uduk. Tadi mau order tapi di sekitar sini pada tutup semua," terang Julian.

Precious HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang