27

5.5K 718 66
                                    

Satu bulan.

Dua bulan.

Dan akhirnya memasuki bulan ke tiga, di mana Julian setiap hari Jum’at akan terbang ke Bali, dan hari Minggu kembali ke Jakarta.

Saat kembali ke Bali dia selalu muncul tiba-tiba. Dia nggak pernah memberi kabar kalau udah sampai, hanya ketika pesawatnya akan take off dia akan mengirim pesan dia akan pulang. Dia selalu menyebut pergi ke Bali sebagai tempat pulang, seolah di tempat ini lah rumahnya berada.

Saat tiba di Bali, terkadang kalau nggak terlalu lelah, dia akan mengajak gue pergi untuk makan malam di luar, namun ketika dia lelah, sampai di rumah dia akan tertidur begitu saja di atas sofa tanpa mengganggu gue.

Entah sejak kapan, gue jadi menunggunya setiap hari Jum'at. Setiap hari Jum'at kulkas juga akan menyediakan makanan siap saji. Barangkali Julian lelah dan tertidur, waktu bangun dan lapar dia bisa menghangatkan makanan yang sudah ada di sana.

Mulai dua bulan yang lalu, gue juga memulai lembaran baru. Mencoba hidup yang baru dengan bekerja menjadi business consultant secara remote. Gue terinspirasi dari WNA di Bali yang menjadi digital nomad, bekerja di mana pun mereka mau. Bekerja di pinggir pantai, di pinggir kolam, di danau, di gunung, di mana pun yang gue suka. Pengalaman yang cukup seru, tapi butuh self control yang baik karena gue bekerja tanpa diawasi, hanya ada deadline dan jadwal online meeting yang terjadwal.

Hari Sabtu, kebiasaan Julian adalah mengekor gue. Ke mana pun gue pergi, dia akan ikut. Terkadang gue juga mengajak Sintia dan Bita pergi bersama Julian. Julian nggak keberatan. Dia memang nggak terlalu peduli dengan orang lain asal nggak menganggu agendanya mengikuti ke mana pun gue pergi.

Hari Minggu, biasanya dia duluan yang mengajak gue pergi. Alasannya?

"Besok aku kan nggak di sini."

Seakan dia nggak akan muncul di depan gue selama satu bulan, padahal hanya empat hari kalau ditotal. Itu pun setiap hari dia akan membanjiri ruang chat. Dari pertanyaan basa-basi seperti: di mana? Ke mana? Sama siapa? Udah makan? Pulang jam berapa? Pergi jam berapa?

Kalau dalam dua jam nggak segera dibalas, Julian pasti akan segera melakukan panggilan video. Iya, panggilan video. Panggilan telepon aja belum tentu gue angkat, apalagi video?

Hari ini, gue sedang memasak saat Julian tiba. Selama di Bali, gue lebih sering memasak sendiri. Untuk mengisi waktu luang, salah satu kegiatan gue adalah memasak.

Di Bali gue nggak punya banyak teman atau kenalan. Hanya ada dua adik gue serta ayahnya, dan Nyana serta ibunya, Pak Komang yang merawat villa ini, kemudian beberapa orang yang gue kenal dari working space yang sering gue datangi, pelatih yoga dan beberapa member di kelas yoga. Nggak terlalu banyak, apalagi mereka nggak gue temui setiap hari.  Berbeda dengan gue saat berada di Jakarta, gue bertemu dengan orang kantor setiap hari, gue melihat Leon setiap hari, teman-teman dari jaman gue masih kecil hingga SMA ada banyak dan sering kali mereka mengundang gue untuk datang ke acara yang mereka gelar. Gue nggak banyak memiliki waktu luang dulu.

Selama di Bali gue banyak menyadari banyak hal. Hidup menepi seperti ini cukup baik buat pikiran gue. Gue jadi jadi banyak merenung. Kesendirian yang mungkin bisa membosankan, bisa gue kendalikan dengan menjadi lebih produktif ke arah yang lebih positif.  Selain sering memasak, jalan-jalan ke pantai, gue juga mengikuti kelas yoga, beberapa kali sesi meditasi, dan kegiatan-kegiatan workshop.

Selain itu. Gue jadi lebih menghargai kehadiran orang-orang yang mengenal gue. Ketika benar-benar sendirian, gue mulai menyadari, kalau gue sebetulnya nggak benar-benar bisa hidup sendirian, gue masih butuh uluran tangan orang yang gue anggap dekat.

Precious HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang