26

10.6K 512 29
                                    





2 minggu berlalu.

Selama ini keduanya masih bersikap dingin, saling mendiami dan menghindari satu sama lain. Alfarel juga tidak pernah tidur dikamar lagi dengan istrinya, ia lebih banyak menghabiskan waktu di kamar tamu dan ruang kerja.

Pintu kamar sudah tidak dikunci lagi oleh Nayiya, namun Alfarel akan memasuki kamar ketika Nayiya sudah terlelap agar mereka tidak perlu saling bertatapan dan merasa canggung.

Seperti saat ini keduanya sedang sarapan bersama, tapi sejak memulai sarapan tidak ada satu pun yang mau berbicara. Hanya suara dentingan sendok dan garpu menemani saking sunyinya suara dentingan itu terdengar keras.

Nayiya seperti biasa menyiapkan sarapan, serta makan malam. Ketika masakkan siap ia akan meminta Bi Imah memanggil suaminya untuk makan, sebelumnya saat Alfarel akan makan Nayiya akan pergi ke kamar setelah Alfarel ke ruang kerja barulah ia makan.

Tapi pagi ini Alfarel mengajaknya untuk sarapan bersama, sesekali Alfarel menatap istrinya memakan sarapannya tanpa mengangkat wajah sedikit pun.

Masalah ini terlalu lama mereka diamkan, tidak ada yang mau berbicara lebih dulu. Keduanya sama-sama memiliki gengsi yang tinggi serta tidak merasa bersalah sama sekali. Menurut pandangan Alfarel, Nayiya harus meminta maaf lebih dulu karna ia kesalahannya berdekatan dengan Rezfan padahal sudah berapa kali Alfarel selalu cemburu dan marah jika Nayiya dengan lelaki lain.

Pada pandangan Nayiya, Alfarel lah yang keterlaluan. Suaminya yang emosi berlebihan sampai menyeret dan membentaknya bahkan membuatnya takut sampai-sampai bayi didalam kandungannya tidak mau bergerak saat itu.

"Aku mau berangkat kerja," ucap Alfarel menyudahi makannnya.

Nayiya mengangguk, menatap makanannya. Alfarel berdiri dari duduknya diam sebentar melihat apakah Nayiya akan mengantarnya sampai ke depan pintu atau bahkan menatapnya, tapi tetap saja perempuan itu seolah sibuk pada makannya.

Tanpa berharap lagi Alfarel segera berangkat ke kantor. Menyadari suaminya sudah tidak ada, Nayiya mengangkat wajahnya. Segera ia menyudahi sarapannya karna sama sekali tidak berselera.

"Bi, ini diberesin aja ya."

"Iya Bu, Ibu nanti mau dianterin cemilan apa?"

"Gak perlu, lagi gak nafsu makan. Aku ke atas dulu Bi."

Fikiran Nayiya semakin kalut, Alfarel sangat lama mendiaminya kali ini. Biasanya dipagi hari mereka cekcok malamnya Alfarel akan membujuknya supaya tidak marah tapi ini sudah 2 minggu berlalu. Alfarel benar-benar marah padanya.

Nayiya memasukki kamar dan terduduk ditepi ranjang, setiap malam ia selalu menangis. Apalagi disaat punggungnya mulai nyeri dan kakinya terasa pegal, bertengkar dengan Alfarel membuat tubuhnya semakin sakit.

Apa harus ia dulu yang berbicara?

Nayiya menundukkan kepala, kedua tangannya meremas rambut sendiri.






"Pak Alfarel?"

"Permisi Pak."

"Oi Rel!"

"Hah?" Alfarel tersadar dari lamunannya.

"Oh, kenapa Dis?" Sambungnya menatap Disha berada disampingnya.

"Tadi Pak Deon nyariin lo, pas keluar dari lift kebetulan ketemu lo disini."

Alfarel menatap keadaan diluar gedung dari sini, "biarin ajalah, paling mau ngebabuin gue tuh anak."

"Gue liat muka lo murung belakangan ini, lo gak suka kerja disini? Atau sedih karna satu perusahaan sama gue?" Tebak Disha membuat Alfarel terkekeh.

NAYIYALFAREL 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang