🍁 33 - Perlahan Mulai Menerima

698 111 7
                                    


"Alhamdulillah, operasinya berjalan lancar Tapi,kita tidak tahu kapan pasien akan sadar"

Kalimat yang terlontar dua jam yang lalu sangat menjelaskan bagaimana keadaan Mama yang kacau. Bagaimana tidak,melihat luka dan tubuh yang begitu mengenaskan membuat hatinya teriris sakit.

"Kenapa harus anak-anak hamba yang menerima ini,ya Allah...." Isak Mama dalam hatinya.

Ini ketiga kalinya ia berada di rumah sakit karena anak-anaknya,dan ini keempat kalinya keluarganya mengalami hal naas semacam ini.

"Mama, Mama sholat dulu yuk. Kita doain yang terbaik buat Azi" ajak Mbak Manda.

Mama hanya mengangguk, ia berjalan dalam dekapan Mbak Manda. Tubuh Mama begitu lemas, wanita itu bahkan tidak bisa berdiri dengan benar.

Mereka meninggalkan ruang rawat Kak Azi untuk melakukan ibadah sholat isya. Hanya Kak Ama yang masih setia duduk di sana, meneteskan air mata,serta berkali-kali mengatakan kata-kata penyemangat dan doa.

"Lo tahu,ini bukan Lo banget. Bangun Zi, Lo mau nganterin Renza ke sekolah kan ? Gimana Lo mau nganter kalau Lo gak bangun??" kalimat itu terlontar lirih di sertai isakan yang begitu memilukan pendengaran.

"Lo gak kasihan sama Renza? Dia sakit, dia ngerasain apa yang Lo rasain sekarang. Lo tahu,tadi dia bilang dadanya sakit banget, gue gak bisa bantuin apa-apa. Gue bukan kakak yang baik untuk Lo ataupun Renza. Gue gak bisa jagain kalian berdua"

Kak Ama menumpukan kepalanya pada sisi ranjang, mengingat ringisan sakit Renza membuat hatinya kian teremat hebat.

Kak Azi berjalan di trotoar sepulang dari kuliahnya. Ia tidak menunggu Renza yang datang untuk menjemput karena hal itu tidak ada di memorinya.

Kak Azi mengatakan jika ia ingin di jemput Renza tapi itu bukan dirinya. Perkataan itu ia lontarkan tanpa ia sadari, Kak Azi tidak sadar jika mengatakan ingin di jemput Renza ataupun mengantarkan Renza ke sekolah.

Perempuan itu berjalan dengan perasaan bahagianya. Sekilas, ia melirik kantong plastik di tangan kirinya penuh rasa puas. Uang yang ia kumpulkan kini berhasil ia gunakan untuk membeli bunga mawar.

"Kak, besok hari Kamis sore kalau kakak udah pulang kuliah kita ke makam Papa yuk"

Kemarin sore, Renza mengajak Kak Azi untuk datang ke makam sang papa. Dan saat ini ia membawa bunga yang ia yakini akan membuat si bungsu senang.Tanpa ia tahu, Kamis sore ia tak akan berkunjung ke makam sang Papa.

Semua berawal ketika dari arah lawan terdapat banyak orang yang tengah mengejar satu laki-laki yang tampak berlari kencang. Mereka semua meneriakkan berbagai kata-kata. "Jambret !" perkataan itu lebih mendominasi.

Laki-laki yang menjadi objek utama itu berlari cepat dan tergesa-gesa. Melihat Kak Azi di depannya sangat mengganggu perjalanan nya. Karena melihat semakin banyak warga yang mengejar dan Kak Azi yang tampak menghalangi jalannya, tanpa pikir panjang laki-laki itu mendorong tubuh Kak Azi ke jalanan yang begitu ramai.

Tubuh Kak Azi terguling ke jalan, kendaraan yang berlalu lalang dengan cepat menabrak tubuhnya. Bahkan ada beberapa kendaraan yang mengalami kecelakaan karena menghindari Kak Azi.

Kak Azi sadar, ia sempat merasakan kakinya yang terlindas sepeda motor. Rasanya menyakitkan tapi tak begitu ia pikirkan. Banyak orang yang kini menjerit meneriakinya agar segera bangkit tapi tubuhnya menolak semua itu.

Sebuah bus pariwisata yang melintas dari arah lawan, menjelaskan bagaimana kelanjutan nasib yang di alami perempuan itu kedepannya.

Kak Azi melihatnya, ia hanya berpasrah . Mengucap dua kalimat syahadat, dan berharap ia masih di beri kesempatan untuk hidup dan berjanji merubah semua sifat buruknya.

Malaikat untuk Renza Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang