Seorang perempuan membuka pintu kamar yang mana kamar tersebut dalam keadaan gelap gulita seperti tidak ada yang menghuni tempat tersebut.
Dengan langkah pelan dengan tujuan agar tidak menimbulkan suara sedikitpun, Kak Azi berjalan mendekati ranjang tempat Renza merebahkan tubuhnya lalu menghidupkan lampu dan seketika ruangan dengan dominasi warna biru itu terlihat dengan jelas.
Renza sama sekali tidak terusik dengan kedatangan kakaknya padahal biasanya ia langsung membuka mata ketika kamarnya berubah menjadi terang. Tentu saja karena Renza tidak bisa tidur dengan suasana tempat terang.
Kak Azi memperhatikan adik bungsunya yang masih terlelap dalam tidurnya . Sepintas memorinya berputar dan teringat dengan wajah pucat Renza serta tatapan memohon nya agar dirinya melepaskan cekikan kuat pada leher Renza.
Kak Azi menghela nafas panjang, wajah Renza ketika tidur terlihat sangat damai tidak ada sangkaan jika anak ini kadang sangat menyebalkan. Renza ini kadang sangat menguji kesabarannya.
"Dari mana Lo?udah sore baru balik?"
"Renza abis dari pohon mangga kak, nemenin kucing . Kasihan kucingnya sendirian di sana jadi Renza ikutan deh"
Tangan Kak Azi terarah ke dahi Renza lalu sebuah senyum tipis muncul diwajahnya, adik bungsunya ini sudah baik-baik saja.
Puk
Kak Azi memukul pelan pipi tumpah Renza yang bertumpu pada bantal,namun bukannya bangun Renza justru menepis tangan Kak Azi dan berbalik memunggungi Kak Azi.
"Renza bangun! Lo harus sekolah!"
Renza menggeliat malas lalu membuka matanya perlahan, " Pagi ini Renza gak mau sholat di masjid,dingin"
"Ini udah jam lima!mana ada orang jama'ah jam segini! Buruan bangun abis itu mandi!"
"Kak,hari ini Renza gak mau mandi lah, dingin."
"Mandi! Gak ada alasan, gue udah buatin air hangat tuh buat Lo mandi!"
Renza berhenti dari acara menggeliatnya dan langsung duduk menatap Kak Azi dengan tatapan tak percaya nya,aneh sekali kak Azi hari ini.
"Cepetan! Dipikir Lo doang yang mau mandi,ngantri ini!" sentak Kak Azi lagi.
"Iya kak! Renza mandi ini"
Sesudah mandi dan lengkap dengan seragam sekolah,Renza berjalan riang menuju dapur . Disana, Mbak Manda tengah memasak sesuatu yang dari baunya Renza tebak adalah mie goreng.
Renza memilih untuk membuat teh hangat. Kenapa bukan kopi? Renza bukan tipe anak laki-laki yang ngopi di pagi hari. Ia lebih suka ngopi saat sore hari di teras rumah bersama Papa sambil menunggu azan Maghrib lalu mereka akan pergi sholat berjama'ah ke masjid.
"Ayo makan, seadanya dulu ya...Mbak belum punya uang buat beli makanan yang enak buat kalian" kata Mbak Manda diiringi senyuman yang ia tunjukkan di depan adik-adiknya.
"Mbak berangkat duluan ya,kalian makan aja makanannya" ujar Mbak Manda.
Baru saja Renza ingin menghentikannya tapi Mbak Manda sudah langsung mengambil tas dan berjalan dengan cepat keluar rumah.
"Renza,Lo ngapain berdiri disitu?! Buruan makan!" sentak Kak Ama.
"Renza nggak mau makan. Kalian aja yang makan" tolak Renza.
Jika Mbak Manda sebagai anak pertama harus rela mengalah demi adik- adiknya,maka Renza sebagai anak laki-laki satu-satunya juga harus rela mengalah demi kakak perempuannya, itu yang ada di pikiran Renza saat ini.
Bruk
Renza mengaduh kala merasakan sakit pada pantatnya karena Kak Azi dengan tenaga nya menarik Renza untuk duduk di salah satu kursi.
"Di suruh makan sok-sokan nolak segala! Bukannya bersyukur masih bisa makan" cibir Kak Ama dan jika sudah begini Renza memilih diam saja.
Mie goreng yang mungkin hanya dua bungkus itu harus dibagi rata untuk empat orang dengan beberapa suap nasi. Jelas untuk ukuran orang dewasa mungkin itu belum cukup kenyang,tapi mau bagaimana lagi?
Lagi-lagi Renza kesulitan untuk menelan makanannya. Bayang-bayangnya selalu menuju ke Mbak Manda dan juga Mama. Apa Mbak Manda bisa untuk membeli makan diluar? Apakah Mama sudah makan?
"Gak enak makanan Lo sampai gak dimakan gitu?!" ucap Kak Salsa membuyarkan lamunan Renza.
Renza menggeleng, "Perut Renza sakit kalau buat makan. Mending kakak makan aja" ucapanya sambil mendorong piringnya.
"Renza mau berangkat dulu,takut telat"
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Dugaan Renza benar adanya, Mbak Manda pergi hanya alasan agar keempat adiknya bisa tetap makan lalu mengorbankan dirinya yang harus kelaparan. Mbak Manda tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan yang bisa membuatnya kenyang.
Perempuan 24 tahun itu menyeka air matanya yang menetes perlahan lalu berjalan ke salah satu warung makan yang sudah buka. Bukan untuk membeli makanan tapi untuk menanyakan lowongan pekerjaan.
Mbak Manda membutuhkan tambahan pekerjaan agar bisa membantu Mama dan Papa mencukupi kebutuhan keluarga.
"Ada tapi bagian cuci piring. Kamu mau?"
"Saya mau Pak"
Hari ini Mbak Manda tidak ada kelas pagi jadi ia bisa menghabiskan waktu paginya untuk bekerja di warung makan tersebut.Sebenarnya gaji di rumah makan ini tidaklah banyak tapi Mbak Manda tidak menjadikan gaji sebagai masalah.
...
"Ren! Lo udah ngerjain tugas matematika kemarin belum!?" baru saja Renza sampai dikelas tapi teriakan Danu sudah memenuhi pendengaran Renza membuat laki-laki itu mendecak kesal.
"Ngapain nanya segala?biasanya juga Lo langsung nyontek" cibir Renza dan Danu hanya menampilkan cengiran lebarnya .
"Tahu aja Lo.ya udah ntar siang gue traktir gorengan deh!"
Kebetulan.
"Oke,gue tunggu"
Renza juga berpikir dirinya tidak boleh dirugikan disini. Lagi pula dirinya yakin 100% jawabannya pasti benar dan Danu sendiri yang menawarinya bukan ia yang meminta. Jadi tidak apa-apa kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Malaikat untuk Renza
Fiksi Remaja"Lo itu perebut kasih sayang. Setelah Lo lahir gue sama yang lain gak di anggap sama Mama Papa" "Kak,Mama Papa sayang sama Kakak. Mama Papa sayang kita semua,bukan sama Renza doang" Renza, anak laki-laki yang begitu ditunggu - tunggu kehadirannya ol...