01. Aku benci ayah🕳️

7K 286 10
                                    

Bagain kosong satu
.
.
.
Absen lagi pake emot 💣

Koridor sekolah sangat sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Koridor sekolah sangat sepi. Hanya terdengar suara tapak sepatu dan lantai kusam yang saling beradu. Hari sudah semakin gelap, langkah kaki berbalut sepatu dengan tali terlepas itu semakin tergesa-gesa.

Arin membekap tas merahnya, mengusap keringat yang membanjiri wajah pucatnya, tangan dengan gelang inisial A itu juga terlihat bergetar semakin erat membekap tas kecil itu untuk menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Napas Arin sudah tidak beraturan, Arin terduduk di lantai kotor mencoba untuk mengancingkan baju seragamnya kembali, tetapi tidak bisa karena kancingnya sudah hilang entah kemana.

Arin mengepalkan tangannya, kembali berdiri dan memaksa menyeret kakinya untuk mau kembali berjalan bahkan berlari, Arin ingin pulang! Tujuan Arin bukan gerbang depan, jelas saja gerbang itu sudah dikunci, ini sudah hampi memasuki jam 6 sore. Arin menyeret kakinya untuk berjalan kearah belakang sekolah, dimana pintu keluar selain gerbang. Anak-anak nakal itu melubangi benteng sekolah kemudian menutupnya dengan semak-semak. Dari mana Arin tau ? Karena ini bukan kali pertama Arin pulang terlambat seperti ini.

Setelah keluar dari lubang yang lumayan sempit itu, Arin menghembuskan napasnya lelah, ingin berlari dan berteriak sepuasnya. Tapi ini bukan waktu yang tepat. Arin melirik ke belakang saat ada seseorang yang mengikutinya.

"Wihhh jalan sini juga Lo?"

Mata Arin memerah, gara-gara laki-laki ini hidupnya menjadi tidak tenang!

"Oh ya, besok gw mau lagi, jadi jangan coba-coba kabur." Setelah mengatakan itu dia pergi mendahului Arin dengan membenarkan kerah seregamnya.

Arin tidak peduli, dia melanjutkan jalannya supaya lebih cepat sampai rumah. Uang Arin tidak cukup untuk bayar taksi,angkot atau ojek, jadi setiap hari Arin pergi kesekolah hanya bermodalkan kaki.

Saat sudah dekat dengan gang rumahnya Arin mammpir sebentar ke warung kelontong untuk membeli mie instan karena stoknya sudah habis.

"Anak sekolah jaman sekarang pulang magrib terus, mana dandanannya udah kaya gembel. Sukur-sukur masih dimasukin ke dalam rumah kamu neng." Si ibu warung memberikan 3 mie instan di dalam kantong kresek pada Arin.

Arin tidak menanggapi apa yang tadi ibu warung katakan. Dia hanya membayarnya dan lansung pulang, perutnya sudah keroncongan dari tadi siang. Dan lagi pula Arin tidak peduli mau mereka bilang apapun tentang kehidupannya, terserah.

Sesampainya di depan rumah, Arin mengeluarkan kunci dari dalam tasnya dan membuka pintu yang sudah berkarat itu. Pintunya sudah tua, Arin kadang-kadang sampai harus esktra kerja keras untuk membuka nya. Rumah Arin sangat kecil, hanya ada satu kamar, dapur, kamar mandi dan satu ruangan sebagai ruang tengah yang kini beralih menjadi tempat mata pencaharian Arin sebagai tukang jahit. Ini rumah lama,jendelanya saja sudah tidak bisa di buka sebab sudah berkarat. Apalagi kalau hujan, rumah ini seperti tidak punya atap. tapi, rumah inilah yang sudah menemani Arin selama satu tahun hidup sebatang kara di sini.

Pintu sudah terbuka, Arin masuk menutup pintunya kembali dengan keras, melempar tas yang tadi dia peluk erat ke sembarang arah. Tujuannya hanyalah kamar mandi, Arin ingin mengguyur tubuh kotornya bahkan dengan air mendidih sekalipun tubuh ini tidak akan pernah bersih lagi.

Bunyi air yang ditampung kemudian ditumpahkan terus menerus terdengar sangat kuat. Wajah Arin yang semula pucat sekarang berubah menjadi merah. Beberapa kali tangannya menggosok kasar bagian-bagian tubuh yang sering terjamah.

Ingin berteriak, tapi Arin masih mencoba menahannya dengan membekap mulutnya sendiri, menyenderkan tubuhnya kemudian luruh di lantai kamar mandi yang masih licin. Dada Arin naik turun, mata Arin juga memerah, tidak lama setelah itu, suara tangisan kecil terdengar, sangat memilukan. Berapa lama dia harus menanggung semuanya? Arin sudah bosan, mereka selalu semena-mena memperlakukan Arin.

"Mamah.... Aku benci ayah," Lirihnya.

Note: boleh difollow ya RosianaSalma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Note: boleh difollow ya RosianaSalma

BEKAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang