02. Barang🕳️

5.2K 252 3
                                    


Bagian kosong dua
.
.
.

Absen pake emot sesuai suasana hati kalian 👉

Follow dulu yah biar tambah semangat nulisnya RosianaSalma

Follow dulu yah biar tambah semangat nulisnya RosianaSalma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Untuk tugas kelompok, bapak akan cek Minggu depan saja. Jadi kalian masih mempunyai waktu satu Minggu untuk memperbaiki." Pak Ruli membuka kacamata yang selalu bertengger di hidungnya. Mata pria berambut putih penuh uban itu melirik sekilas ke arah bangku di mana Arin duduk biasanya, kursi paling belakang dan di sudut ruangan kelas.

"Arin, karena kelompok mawar telah mengeluarkan kamu dengan alasan tidak ikut serta dalam kegiatan kerja kelompok. Maka kamu bapak khususkan untuk mengerjakannya secara individu. Baik kalau begitu bapak akhiri pembelajaran kali ini, semoga hari kalian menyenangkan." Setelah menutup pembelajaran, pak Ruli dengan pelan keluar dari kelas ini. Di ikuti suara khas siswa-siswi yang akan pergi keluar kelas sebab waktu istirahat telah tiba.

Arin masih setia duduk dengan kepala menunduk, tangannya juga terkepal. Arin tidak terima Mawar mengeluarkannya dari kelompok begitu saja. Arin bangkit dari duduknya, tanpa aba-aba tangan Arin menggebrak meja mawar dan Syafa. Kedua remaja itu menoleh dengan tampang terkejut.

Wajah mawar yang memang sering mereka bilang polos ternyata tidak dengan kelakuannya. "Maksud lo apa-apaan ngeluarin gue gitu aja dari kelompok?" Tanya Arin to the point.

"Anu, itu-" Syifa hendak menjawab, namun mata Arin dapat melihat mawar menyenggol lengan Shifa di bawah sana sehingga Syifa tidak jadi menjawab.

"Salah kamu sendiri, Arin. Kenapa waktu itu gak ikut kita kerja kelompok di rumah aku? Lagian kan kata pak Ruli Minggu lalu kalau ada yang gak ikut kerja kelompok keluarin aja. Ya aku ikut apa kata pak Ruli aja." Mawar menunduk sambil meremas tangannya. Syifa juga terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya meskipun samar.

"Gue kan udah bilang ya sama kalian, gue gak bisa ikut karena gue ada urusan dan ini urusan penting gak bisa gue tinggalin! Gue gak mau tau Lo harus balikin nama gue ke kelompok!" Arin tidak bisa ikut kerja kelompok karena pekerjaannya waktu itu sedang banyak. Baju pelanggan yang harus di perbaiki menumpuk di rumah dan harus segera dijahit sebab satu hari esoknya akan di bawa lagi, makanya Arin tidak bisa ikut kerja kelompok waktu itu.

Mawar dan Syifa berbisik. Syifa terlihat masih mau menerima Arin dalam kelompok, tapi Mawar sangat kentara sekali kalau dia tidak senang Arin berada satu kelompok dengannya, terlihat dari cara dia mengerutkan alis dan menggerutu tidak jelas. Tapi Arin tidak peduli, dia hanya ingin namanya kembali masuk dalam kelompok, itu saja.

"Oke, tapi kamu harus ikut besok setelah pulang sekolah buat revisi tugas di rumah aku. Sama yang lain juga kok,"ucap mawar sedikit terpaksa. Arin setuju, mana mungkin dia mengerjakan tugas secara individu bisa hancur otaknya nanti.

"Sini Lo." Tangan Arin diseret paksa keluar dari ruangan kelas. Kelas ini sudah terbiasa dengan Daniel yang datang tiba-tiba dan langsung menyeret Arin keluar ketika waktu istirahat atau jam pulang sekolah tiba, jadi mereka biasa saja saat melihat kejadian itu.

Arin menarik keras tangannya yang di seret saat sudah sampai di tempat tujuan Daniel, gudang belakang. Tempat ini sering di jadikan tempat tongkrongan bagi anak-anak nakal seperti Daniel dan teman-temannya. "Sakit," gumam Arin yang hanya bisa di dengar olehnya.

"Hari ini katanya si Jeki yang mau sama lo." Daniel menunjuk remaja kurus di kursi sofa. Remaja bernama Jeki itu terlihat serius dengan ponsel miring di tangannya. Gudang ini terisi banyak siswa-siswa nakal, sekitar 11 orang, semuanya satu komplotan dengan Daniel, ada yang merokok, tidur, samapai menonton video bersama-sama. Arin menatap tajam kearah Daniel. "Plis Dan, gue cape. Gue gak mau hidup kaya gini terus."

Daniel menatap tajam Arin, "Inget ya! Bokap Lo udah jual Lo sama gue. Jadi Lo harus ikutin semua mau gue tanpa ada bantahan sedikit pun dari bibir busuk Lo ini." Daniel mencengkram kuat dagu serta pipi Arin sampai bibir Arin ikut maju akibat cengkraman tangannya. Perhatian mereka semua kini tertuju pada Arin serta Daniel.

"Woy bro, katanya mau seneng-seneng sekarang. Nih perek gue udah ready." Daniel mendorong tubuh arin, sampai Arin berhenti tepat di depan Jeki.

Arin mengepalkan tangannya kuat. Kepalanya dia tunduk dalam, saat mata Jeki memandangnya seolah dia sedang telanjang saat ini. "CK, bosen gue. Udah longgar."

"Bwahahahah..." Seketika ruangan gelap ini penuh dengan tawa mereka saat mendengar apa yang baru saja Jeki katakan.

Telinga Arin rasanya mau copot. Kaki Arin mencoba berlari dan keluar dari ruangan laknat ini, namun tangannya ditahan Paul atau yang sering mereka semua panggil bos itu menarik Arin hingga terduduk di pangkuannya.

Wajah Arin sudah merah padam, jantungnya berdetak tidak karuan, bahkan telinganya sudah tidak mampu mendengar jelas apa yang mereka katakan dan tertawakan. "Cup,cup,cup udah longgar ternyata," bisik Paul menambah bahan candaan teman-temannya yang ada di sana. Dan itu semakin membuat Arin tidak karuan, tidak nyaman, meskipun sudah sering di perlakukan seperti ini bahkan lebih dari ini. Tapi tetap saja Arin ini perempuan, dia memiliki perasaan yang lebih sensitif di banding laki-laki.

Arin ingin bangkit, tapi lagi-lagi tangan Paul menahan pinggangnya dan meremas bokong Arin dengan tidak sopan. Arin terkejut, matanya membulat kemudian terpejam menahan geram, sambil berusaha melepaskan tangan Paul yang masih setia dengan mainannya.

"Lepas," kata Arin penuh penekanan tepat di tepi telinga Paul.

Bukanya melapas justru Paul semakin menjadi. Tangan pria itu malah merambat naik dan berusaha melepas kaitan bra yang Arin kenakan. "Karena jeki gak mau. Lo biar sama gue aja." Paul mengangkat tubuh Arin yang bergetar masih berusaha melepaskan diri.

"Bro perek Lo gue pinjem." Paul menepuk pundak Daniel yang sibuk dengan gamenya dan pergi ke ruangan yang agak sepi saat Daniel mengucapkan 'oke'.

Tamat sudah riwayat Arin, teriak sekencang apapun manusia yang ada di sini tidak peduli padanya. Dan bahkan mirisnya lagi hampir semua pria di sini pernah merasakan tubuhnya. Bilang saja Arin pengecut karena tidak kabur atau berusaha menyelamatkan diri.

Bunuh diri bukanlah pilihan yang tepat. Setelah Arin pikir, mungkin inilah hidupnya. Arin harus bisa menerima nasib kalau dia hanyalah barang yang sudah laku. Dan pemiliknya adalah Daniel. Jadi terserah Daniel mau apa dengan dirinya. Arin sudah tidak peduli, toh dirinya bukanlah gadis perawan yang masih suci. Biarlah hidupnya mengalir seperti air, walaupun keruh Arin akan menjalaninya sampai mati.

 Biarlah hidupnya mengalir seperti air, walaupun keruh Arin akan menjalaninya sampai mati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yakin alasan Arin cuma itu?

BEKAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang