Bagian dua tujuh
.
.
.Absen dulu
Tim mie goreng apa tim mie kuah?
Tandai typo!
"Wahhh gak nyangka banget kelompok kita paling besar nilainya," jerit Mawar tidak menyangka hasil revisi tugas yang di lakukan waktu itu akan mendapatkan nilai tertinggi.
Baru saja pak Ruli mengirimkan tabel lewat wa tentang hasil tugas kelompok. Sementara mereka tengah heboh dengan hasil nilai yang di berikan guru killer itu Arin justru duduk menelungkup di atas bangku. Hembusan nafas hangat yang kembali memantul ke arah wajahnya, kepalanya berkunang-kunang, Arin lelah! Daniel benar-benar menghukumnya.
Daniel mencecarnya habis-habisan, kalaupun bukan dengan kata-kata pria brengsek itu melakukannya dengan tindakan. Dalam mulutnya ada banyak sekali kata-kata mutiara yang keluar. Makanya itu Arin sedang merehatkan diri dan juga mental sekarang.
'Dasar jalang gak tau diri!' Sial! Kalimat Daniel malam itu terus berputar selama dua hari ini di benaknya. Malam di mana Arin kembali masuk ke apartemen Daniel.
"Oy pak Arfan masuk.... Pak Arfan masuk..." Jayan si kompor kelas berlari masuk ke kelas dengan bar-bar, masih pagi loh, dan seragamnya sudah bau keringat. Rupanya selain mulut yang aktif mengompori dia juga aktif menggerakkan badannya.
"Heh malah pada bengong. Gue bilang pak Arfan 10 langkah lagi bakal masuk!"
"Ya terus?"
"Ck.. Lo pada budeg atau gima sih.. ini kelas udah kaya kandang ayam aja!"
Astaga! di sekeliling mereka banyak sekali sampah. Memang sebegitu lamanya apa sampai-sampai debu dan juga sampah banyak bertebaran di atas lantai?
Tidak ada waktu, mereka semua memumut sampah yang bisa diambil dan menyembunyikannya di kolong meja. Kenapa tidak ke tempat sampah? Tidak tahu karena tong sampah yang mereka beli hasil uang kas sudah hilang begitu saja, mungkin dicolong kelas lain atau rusak dan dibuang ke tempat sampah lain?
"Khmm.." kelas seketika hening. Mereka semua tidak ada yang berani membuka suara, aura pak Arfan tidak se seram waktu itu, tapi tetap saja. Wajahnya yang khas apalagi rambut alisnya yang tebal menambah kesan galak pada diri pak Arfan.
"Kita akan dekor kembali kelas ini. Saya sudah bawa banyak peralatan dan aksesorisnya. Siapa saja tolong ambilkan di bawah meja saya dengan bungkus berwarna hijau."
Dengan semangat empat lima, Jayan dan Hadi keluar kelas untuk membawakan peralatan di ruang guru.
"Maaf saat telat beli ini semua.... Jadi bisa kita mulai?"
Semua bersorak, wajah pak Arfan yang berseri dapat menghilangkan ketegangan yang tadi sempat tercipta. Semuanya terlihat bersemangat kecuali Arin, dia sangat lesu sampai malas sekali untuk menegakan tubuh.
Dimulai dari menempelkan stiker-stiker di dinding yang kosong. Merapikan pot-pot tanaman hasil eksperimen di atas jendela. Mawar dan Syifa sedang sibuk dengan gunting dan kertas karton, katanya sih jadwal pelajaran, jadwal piket dan juga Mading kelas sudah tidak estetik lagi jadi mereka akan membuat ulang. Jayan berdiri di atas meja untuk menggantung pengharum ruangan di kipas angin.
"Udah sih, tinggal taro Deket pintu atau jendela , gak usah taro di situ juga kali. Lo ngotorin bangku gue," sungut Nabil, Cewek cerewet yang tidak terima bangkunya diinjak jayan.
"Shuttt!!! Berisik Lo ah, ganggu konsentrasi gue aja."
"Eh Lo pada tau gak nih?" Nabil mulai mengaktifkan mulutnya. "Gue liat si Daniel-Daniel itu mabok Deket pasar malam arah ke rumah gue! Mana rame lagi sama antek-anteknya."
"Beneran? Daniel yang itu kan? Yang suka kesini narik-narik si.... Arin," Balas yang lain memelankan nama Arin.
"Iya! Yang waktu itu bikin keributan di acara milad!" Nabil menutup mulutnya seakan yang dia ucapkan itu sesuatu uang buruk dan tidak seharusnya keluar dari sana. Teman yang lain pun ikut memelototi Nabil karena mulutnya tidak bisa direm. Tidak lama wajah Nabil terlihat panik, dia melihat sekitar dengan was-was, apalagi di sini juga masih ada pak Arfan yang setia memantau mereka, semoga saja tidak ada yang mendengar kecuali besti-bestinya yang ada di dekat sini.
Jayan yang masih sibuk dengan pengharum ruangan memutar bola matanya malas, "aelah itu mah udah biasa! Mau kita laporin atau gimana, Orang itu mah bakalan aman! Lo pada tau kan dia juga aman-aman aja waktu acara mi- Awww." Jayan tersentak, dia mengelus-elus kakinya yang di cubit keras oleh Nabil.
Itu sebabnya waktu kejadian itu seolah lenyap begitu saja! Orang-orang yang ada di sekolah ini tidak berani membahas itu karena ada konsekuensinya! Meskipun itu tidak masuk akal, tapi mereka semua takut!
Kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing, kelas ini hampir jadi dan lebih hidup dari sebelumnya. Di dinding bagian belakang tertempel nama kelas dari stiker yang lumayan besar.
Jadwal piket, jadwal pelajaran dan Mading kelas sudah terpasang rapi pada tempatnya. Sapu, kain pel, dan lap juga tergantung rapi di sudut kelas.
Jayang mengangkat tong sampah penuh dan ingin membuangnya, tapi pak Arfan langsung mencegahnya, "jayan, biar Arina saja yang buang, dari tadi dia hanya diam dan tidak membantu yang lain."
Arin tersentak, dia menegakan badanya dan tanpa pikir panjang langsung merebut tong sampah di tangan Jayan. Melangkahkan kakinya keluar dengan cepat.
"Baiklah, kelas sudah siap dan terima kasih atas kerja smanya. Sampai jumpa lain waktu. Saya pamit ya." Dengan tergesa pak Arfan mengejar Arin.
Pak Arfan kira Arin akan membuangnya ke tong besar yang disediakan sekolah, tapi rupanya tong itu sudah penuh dan dibuang isinya oleh petugas ke belakang sekolah untuk dibakar.
Langkah lebar kaki pak Arfan kini menuju bagian belakang sekolah. Sudah pasti Arin ada di sana.
"Arin," panggilnya nya.
"Ya?" Arin menepuk-nepuk tangannya yang kotor. Mengangkat wajahnya dan sekilas menatap mata tajam pak Arfan.
"Huft, saya minta maaf sudah menyuruh kamu untuk buang sampah tadi," ungkapnya menyesal. Mata tajam itu kini perlahan meneduh.
Alis Arin mengernyit, mengalihkan pandangannya sebentar, "memangnya kenapa? Saya juga tadi salah tidak membantu mereka."
Benar juga! Lantas kenapa pak Arfan sampai segitunya menyusul Arin karena tidak enak telah menyuruhnya membuang sampah?
"Emmm, nanti sore mau bersenang-senang?" Tanya pak Arfan tersenyum lebar. Begitu saja ajakan itu terlontar dari bibirnya.
Tidak taukah dia? Kalau senyuman pak Arfan itu sangat menusuk ke dalam hati Arin, bahkan rasanya sampai bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEKAS [TAMAT]
Acak'Tetap hidup, meski hidupmu telah mati.' Menjalani kehidupan seperti sampah memang sangat melelahkan. Begitu banyak manusia di dunia ini, tapi kenapa Arin yang ditempatkan dalam posisi ini? Menjadi perempuan kotor? Hah, mau mandi dengan lima botol...