26. Sepuluh Detik🕳️

1.5K 115 6
                                    

Bagian dua enam
.
.
.

Absen pake warna baju kalian sekarang!

Tim tempe apa tahu?

Gak suka dua-duanya?

Author harap kalian dukung cerita abal-abal ini dengan semestinya RosianaSalma

Makasih udah nemenin sampe sini.

4 part lagi bakalan end.

Masa kalian gak ninggalin jejak¿

Masa kalian gak ninggalin jejak¿

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




'Kakak kamu mati ditembak..'

Tolong sumbat telinga pak Arfan sekarang juga! Kalimat itu berulang kali terdengar.

Pak Arfan tidak mengerti.

Punya tanda angka dan juga mati ditembak adalah dua hal yang dialami oleh kak Alea. Pak Arfan sampai tak fokus dengan apa yang Mey katakan selanjutnya. Entah kebetulan atau bukan, tapi semua ini terdengar saling berkaitan.

"Kita semua gak ada yang tahu yang punya kelab ini tuh siapa. Jadi kalau kalian nanya itu gue gak tau yah." Mey mengistirahatkan mulutnya beberapa detik. "Kita ini bisa lah ya tergolong miris! Tapi kalau kata otak gue ini ya mendingan lah dari pada harus ngemis-ngemis minta uang buat makan doang ya kan? Kita di sini tuh udah diajarin prinsip waktu pertama masuk sini. Kalau- eh gimana yah? Aishhh masih otak tinggal setengah, perasaan lupa mulu dah. Bentar gue mikir dulu ya."

Seperti sebelumnya Mey mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke dagu dengan mata memibcing, "oh gini, 'om tewas kita puas." Tapi bukan tewas beneran ye, itu cuma ganti kata kewalahan kayanya."

Mendengar apa yang keluar dari mulut May benar-benar membuat Arin merasa perih. Pedih melihat nasib mereka yang hampir sama. Jadi setelah apa yang telinganya barusan dengar, selanjutnya Arin akan melakukan apa?

Dalam kondisi ini, Arin sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Dia terlalui larut dalam pikirannya sendiri seakan dia juga berada di lingkungan yang sama dengan May dan gadis-gadis di sini.

"Udah gitu doang sihh. Gue balik dulu yaw. Makasih nih money satu jetinya." Mey berdiri menghampiri pintu kemar untuk keluar dari ruangan ini, tidak lupa senyum genit dengan mata menggerling nakal ke arah pak Arfan dia layangkan. "Heheh, jangan lupa ya om nanti booking saya lagi," Ucapnya sambil menjilat bibirnya sensual.

Pak Arfan semakin bergidik ngeri, dia mengalihkan perhatiannya ke arah Arin yang masih duduk mematung. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Sangat sulit bagi seorang pan Arfan untuk menyelami isi yang ada di dalam sana.

BEKAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang