03. Rumah Arin dulu🕳️

3.6K 220 4
                                    

Bagian kosong tiga
.
.
.
Gimana kabarnya?

Dari mana dapat cerita ini?

Yang belum follow, follow dulu RosianaSalma

Tandai typo!

"Bibir kamu kenapa?" Tanya Syifa saat mereka satu kelompok berada di rumah Mawar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bibir kamu kenapa?" Tanya Syifa saat mereka satu kelompok berada di rumah Mawar.

Bibir Arin sedikit lebih bengkak dari biasanya dan ada luka disudut bibirnya, seperti bekas gigitan. Arin nampak terkejut, refleks tangan Arin menyentuh bibirnya sendiri.

Teringat waktu kejadian kemarin dia di perlakukan habis-habisan oleh Paul di gudang. Saat jam pelajaran terakhir, Arin tidak masuk kelas, dia beralasan sakit. Karena lelah Arin memutuskan tidur di ruangan UKS sampai waktu pulang sekolah tiba.

"Gapapa, kemarin gue jatuh."

Semua perhatian mereka teralihkan, menatap bibir Arin dengan lekat.

"Elah, palingan juga habis dicipok,"ledek jayan, salah satu kelompok mereka. Sontak apa yang dikatakan jayan membuat Arin semakin tersudut, tidak tau respons apa yang harus dia berikan.

"Bener tuh, masa jatoh kaya bekas gigitan gitu."

"Iya woy, masa jatuh lukannya kaya gitu, mana bengkak lagi."

Mereka semua memandang Arin curiga.

"Heh, fokus dong. Biarin aja si Arin mau cipokan atau apapun ya terserah dia. Kalian gak perlu ikut campur. Udahlah, buruan selesein tugasnya. Gue mau cepet balik ini."

Untunglah salah satu di antara mereka mengalahkan, sehingga Arin tidak perlu mencari alasan untuk menjawab. Saat ini Arin berusaha menjaga sikap, supaya dia tidak dicoret lagi dalam kelompok. Bagaimanapun tugas ini sangat penting untuk nilai raportnya nanti. Tidak peduli meskipun dirinya akan dicap sebagai anak tidak tahu diri.

Setelah berjam-jam menghabiskan waktu di rumah Mawar, Arin kini berjalan lunglai di atas trotoar basah. Tadi hujan sempat turun walau sebentar, semua anggota kelompok sudah pulang dengan kendaraan masing-masing, termasuk Arin, dia juga pulang dengan kendaraannya yang bernama sepatu.

Rumah Mawar terbilang jauh dari rumahnya. Tadi juga Arin terpaksa naik angkutan umum supaya tidak telat. Dan untunglah Arin masih ada uang hasil dari menjahitnya. Langkah kaki Arin terhenti saat melewati toko obat yang biasa disebut apotek.

Teringat pil pencegah kehamilan yang menemani harinya sudah habis. Arin ingin membelinya, tapi sangat sayang, meskipun murah, Tapi hari ini uang Arin hanya tinggal selembar berwarna ungu. Kalau dia beli, otomatis Arin akan jalan kaki untuk sampai di rumah.

Tapi kalau tidak beli, kemarin Paul berhubungan dengannya. Arin tidak mau sesuatu menggumapal dalam perutnya. Mau tidak mau Arin harus membelinya.
Ya meskipun para badjingan itu sudah pakai pengaman, ya tetap saja. Arin sangat takut.

BEKAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang