08. Di Bawah pohon 🕳️

3.1K 173 6
                                    

Bagian kosong delapan
.
.
.

Absen lagi pake emot warna putih 👉🏻

Lagi ngapain hayo???

Duduk?

Makan?

Minum?

Rebahan?

Kalau author sih rebahan yaa🤣

Tandai typo 👀

Ayo dong follow akun ini RosianaSalma

Ayo dong follow akun ini RosianaSalma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Uhukk.. kamu memang bodoh Arin, bodoh, sekali," gumamnya di sepanjang jalan sore itu setelah keluar dari kandang singa buas yang sedang terlelap.

"Hhhh.... Kau tidak perlu cemas harga dirimu hilang Arin, jangan cemas. Karena sedari awal harga dirimu sudah dinominalkan. Hahahaha..."

Mata Arin menangkap dua pasangan remaja tengah berkencan. Memakan eskrim bersama-sama di sore hari terlihat sangat menyenangkan.

"Lihatlah mereka hhh. Bahkan kau tidak tahu malu ingin merasakan hal romantis seperti itu." Arin berjalan gontai melewati taman yang pernah Arin datangi saat dia menghabiskan waktunya.

Duduk di akar pohon rindang, mengamati sekitar yang penuh canda tawa, anak-anak yang gembira karena bisa menghabiskan waktu bersama orang tersayang, para pedagan berjejer di pinggir jalan. Tumben sekali hari ini lumayan ramai, biasanya taman ini akan ramai hanya hari libur saja.

"Ayah aku ingin makan es krim itu," tunjuk anak perempuan berusia sekitar 3 atau 4 tahun.

Sang ayah tersenyum, senyuman yang begitu tulus pada sang putri benar-benar membuat Arin iri karena tidak pernah merasakannya.

"Baiklah, ayo sayang kita beli apapun yang kamu mau." Sang ayah menggendong putrinya dengan satu tangan, sedangkan tangannya yang lain mengandeng seorang perempuan atau mungkin ibu dari sang putri itu.

"Hei anak kecil, bisakah kita tukar posisi satu menit saja. Hahaha benar-benar bodoh." Arin bermonolog.

Tapi hati kecilnya mengatakan apa yang dia tadi katakan tidak begitu bodoh. Arin memang tidak pernah mendapat perlakuan itu dari sang ayah. Apakah salah jika dia iri dengan anak itu?

Alih-alih mendapatkan perhatian sayang, Arin justru malah mendapat sebaliknya.

Hah! Sial sekali hidupnya.

Entah berapa lama Arin terdiam di bawah pohon rindang ini sampai-sampai taman sudah sangat lenggang, para pedagang juga mulai menutup gerai mereka masing-masing, dan matahari, dia telah berganti tugas dengan bulan.

Arin memandang rumput dekat sungai kecil bergoyang seiring tiupan angin yang semakin lama semakin kencang. Membekap tas merahnya dengan lutut di tekuk dan menenggelamkan wajahnya.

Suasana sunyi menambah kesan bahwa Arin sedang berduka, duka dari lama yang dia bawa sampai saat ini belum sembuh juga, ditambah rintik hujan dari langit perlahan mulai turun dan lama kelamaan makin deras seolah menyamarkan wajah dengan mata merah penuh air Arin yang tengah mendongak. Suara air dari langit serta air sungai saling beradu dan kodok sedang bernyanyi menambah kesan berisik.

Tidak tahu kenapa Arin sangat ingin menangis sekarang. Menumpahkan segalanya dan kalau bisa, Arin ingin membuang semua kesialan yang ada pada dirinya.

Bagaimana kalau Arin kabur saja?

Tapi Arin Sudah pernah kabur, cara ini tidak berhasil sama sekali. Ketika Daniel tahu bahwa pereknya hilang selam 3 hari dia pasti akan mengobrak abrik seluruh kota ini kalau perlu dunia ini pasti Daniel obrak-abrik karena uang miliaran miliknya hilang. Arin akan bebas setelah daniel bosan, mungkin.

Bunuh diri?

Oh ini cara yang cukup mengerikan. Tapi dibanding hidup menderita seperti ini Arin bahkan lebih rela memilih mati. Ya sepertinya bunuh diri di pohon ini sangat tepat. Untung saja di dalam tas Arin ada cutter yang biasa dia pakai untuk memotong kain atau benang saat menjahit.

Tangan Arin menggenggam erat cutter tajam samapi telapak tangannya ikut memerah. Dulu Arin pernah mau mengakhiri hidupnya di atap gedung, tapi Arin pikir ini bukan cara yang tepat untuk mengatasi masalah hidupnya. Waktu itu Arin pikir inilah hidupnya, dia tidak perlu bersusah payah untuk membunuh hidupnya.

'Tetap hidup, meski hidupmu telah mati.'

Tapi kali ini, Arin rasa kehidupannya yang telah mati terasa sangat berat. Rasanya ingin bertindak tegas namun takut dirinya 'menyenggol sesuatu' yang justru memperburuk semuanya.

Baru saja ujung cutter melukai sedikit kulit leher, Arin tersadar.

"Bagaimana dengan adikku?" Lirihnya.

Bagaimana dengan adiknya Cia. Kalau dia mati maka hidup adiknya pasti akan sangat menderita. Tidak! Arin tidak akan membuat hidup Cia menderita, tidak akan.

"Kamu hidup hanya untuk membayar hutang ayahmu dan juga melindungi adikmu Arin. Jadi hanya itu tujuannya, tidak ada yang lain."

Arin memasukan kembali cutternya dan kembali melamun dengan keadaan basah kuyup karena hujan semakin deras.

Ini mudah Arin! Kamu pasti bisa menjalaninya.

Hari semakin malam dan Arin malah semakin menundukan kepalanya, membenamkan diantara kedua lutut yang ditekuk.

Matanya memincing saat menangkap lampu motor mengkilap dan menyorot ke arah nya.

Matanya memincing saat menangkap lampu motor mengkilap dan menyorot ke arah nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Maaf ya dikit hehe

BEKAS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang