After Fight

397 74 2
                                    

Dengan berbagai pikiran dikepalanya, Verona terdiam menatap jalanan yang terasa sepi hari ini. Setelah meluapkan amarahnya tadi memang perasaan lega ia rasakan. Tapi ada rasa bersalah karena kata-kata kasar yang ia lontarkan tidak bisa terkontrol. Setelah ini tidak ada lagi keluarga harmonis yang selalu ia dambakan. Segalanya memburuk dengan fakta besar yang mereka sembunyikan.

"Everything will be okay, trust me" Ujar Oma Deshara meyakinkan yang dibalas anggukan kecil.

Jujur, Verona sendiri tidak tahu kelanjutan cerita hidupnya. Andai kecelakaan itu tidak terjadi, apa semuanya akan lebih baik? Atau sejak awal Dinar tidak kembali, keluarganya akan tetap utuh. Ada yang pernah bilang, kebahagiaan selalu datang berdampingan dengan kesedihan. Apapun yang membuat kita bahagia bisa jadi terdapat sedikit kesedihan dibaliknya.

Pintu rumah terbuka menampilkan wajah bi Tuti yang tersenyum ramah menyambutnya.

"Bi tolong bantu bawa barang Oma ke kamar tamu ya"

Bi Wati menangguk lalu membawa koper Oma Deshara.

"Kamu yakin bolehin Oma nginep disini? Oma bisa nginep di hotel kok"

Oma Deshara duduk diruang tengah sementara Verona mengambil air minum di dapur.

"Kenapa Oma harus nginep di hotel kalau bisa tinggal bareng Veve disini"

Gelas berisi air itu diserahkan pada Oma "Emang suami kamu—"

"Verona!"

Belum sempat Oma menyelesaikan kalimatnya, suara berat dari arah belakang terdengar.

Jevian berjalan cepat begitu bi Wati memberitahunya Verona sudah pulang. Namun langkahnya melambat begitu melihat seorang wanita paru baya yang tengah duduk di sofa. Awalnya Jevian tidak mengenali siapa itu, tapi ingatannya kembali saat hari pernikahan mereka. Dimana Oma Deshara datang dan memberikan hadiah sebuah mobil untuk Verona.

"Oma?" Tangannya menyambut tangan Oma Deshara untuk salim

"Baru diomongin orangnya langsung dateng" Kekeh Oma Deshara melihat wajah kikuk suami cucunya ini.

"Oma kapan sampai Indonesia?"

Kini Jevian duduk disebelah Oma Deshara sementara Verona meletakkan nampan dan kembali duduk dihadapan keduanya.

"Tadi pagi" Mendengar perkataan Oma Deshara membuat Jevian terkejut.

"Engga usah kaget gitu, Oma emang kesini karena kangen Verona aja" ujarnya berusaha mencairkan suasana.

Ditengah keheningan yang melanda ketiganya, bi Wati datang setelah meletakkan koper.

"Untuk makan malam bisa saya siapkan sekarang tuan?"

Jevian mengangguk sebagai jawaban.

"Kamu belum makan malam? Ayo biar Oma masakan sesuatu"

Oma Deshara bangkit dari duduknya menuju dapur.

"Veve engga laper, Oma makan sama Jevian aja ya. Veve cape mau langsung istirahat aja"

Verona tersenyum tipis kearah Oma Deshara lalu melangkah gontai menaiki setiap anak tangga menuju kamarnya.

Sepanjang jalan menuju kamarnya, Verona termenung hingga beberapa kali hampir terjatuh.

"Huh" Hembusan nafas berat ia keluarkan begitu tubuhnya bertemu istana kapuk itu.

Matanya terpejam dengan berbagai benang kusut yang memenuhi kepalanya. Ia belum tertidur. Lebih tepatnya tidak bisa. Malam ini akan jadi malam yang panjang untuk dilewati. Tepat saat itu, kepalanya kembali terasa nyeri seolah ada benda berat yang menghantamnya. Laci di meja samping tempat tidur menjadi tempat menyimpan obatnya. Berbagai macam obat dapat terlihat tapi tidak dengan obat yang ia butuhkan sekarang. Merasa terlalu lelah, Verona menyerah dan kembali merebahkan badannya dengan lengan yang menutup matanya menghalau sinar. Matanya terpejam berharap rasa sakit ini sedikit berkurang.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang