Setelah pertemuan Lucy dan Verona di cafe, keduanya saling bertukar pesan dan seseakali melakukan panggilan video. Lucy juga menceritakan mengenai pertemanan mereka saat SMA.
Flashback on!
Lucyana Machova, gadis blesteran Indo-Amerika itu duduk dibawah pohon rindang memperhatikan teman sekelasnya yang sedang melakukan pemanasan.
Hari ini ada jadwal kelas olahraga, dan seluruh siswa di kelasnya tengah berkumpul di lapangan. Lucy ingin bergabung namun rasanya terlalu canggung, karena sebagai siswi pindahan tidak akan mudah berbaur secepat itu.
Sedangkan disisi lain, Verona baru saja mengganti seragamnya dan mengenakan pakaian olahraga. Rambut panjangnya diikat asal namun tetap terlihat cantik.
Baru saja satu langkah keluar kamar mandi, Verona dikejutkan dengan kehadiran seorang lelaki yang bersandar di dinding
"Udah?" tanya lelaki itu dibalas anggukan.
Juna Aditya Bagaskara-sahabat Verona sejak duduk di bangku SMP itu selalu menampilkan wajah datar tanpa ekspresinya.
Tangannya yang dimasukkan ke saku membuat Verona geram "Jangan sok ganteng lo! Diembat tante-tante baru tau rasa"
Juna menoleh "Tante-tantenya lo lah" ujarnya dengan wajah meledek lalu mempercepat langkahnya meninggalkan Verona dengan wajah cemberut.
"Juna brengsek! Sini lo!!"seru Verona sepanjang koridor.
Juna memperlambat jalannya membuat Verona dengan mudah menyusul. Tangan Verona berusaha merangkul leher Juna namun terkesan mencekiknya. Sepanjang perjalanan menuju lapangan hanya diisi perdebatan keduanya. Dan ringisan Juna ketika Verona mencubit lengannya.
Keduanya sampai di lapangan, namun perhatian Verona teralihkan pada gadis berponi yang duduk di bawah pohon.
"Haii" Verona berdiri di hadapannya dan menghalangi sinar matahari yang sedari tadi menyilaukan pandangan gadis itu.
"Kenapa duduk sendiri disini? Ayo gabung sama yang lain. Pak Guntur udah dateng, nanti dimarahin" tanpa meminta persetujuan Lucy, Verona menarik pergelangan tangannya dan membuatnya berdiri diantara teman sekelasnya.
Sejak kejadian itu, Verona selalu berada di dekat Lucy dan membuatnya merasa lebih nyaman dengan lingkungan baru.
Flashback off!
Setelah mendengar cerita Lucy, Verona menyadari sosok Verona Grace Silount memiliki magnet tersendiri untuk menarik perhatian sekitarnya. Walau hanya memiliki 2 sahabat, namun siapa yang tidak mengenal Verona? Menjadi putri sulung keluarga ternama membuatnya selalu berada dibawah lampu sorot. Melelahkan memang, tapi sudah menjadi tugasnya untuk menyembunyikan rasa lelahnya dengan senyum manis.
Verona seperti bayi yang baru berusia 4 bulan. Ia mulai mendapatkan pelajaran mengenai sikap dan tutur kata. Bahkan tersenyumpun menjadi tolak ukur perilaku Verona. Ia juga harus bersikap seanggun mungkin.
Dan disini, di meja makan. Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang saling beradu. Tidak ada percakapan atau basa-basi selama makan. Semuanya makan dalam diam, tidak ada suara mengecap yang bisa membuat tuan Surya marah.
Makanan utama sudah disingkirkan, tergantikan dengan hidangan penutup. Hanya buah dan beberapa camilan sehat lainnya. Verona yang sedang tidak nafsu makan, hanya menancapkan garpunya pada sebuah anggur tanpa berniat melahapnya.
"Gimana keadaan kaki kakak?"
Pertanyaan itu membuat Verona menoleh pada seorang lelaki berkemeja rapi. Lelaki itu adiknya-Varrez Brams Silount sejak tadi memperhatikan Verona yang termenung.
"Hm...lebih baik" jawabnya singkat, terlalu canggung berbicara dengan adik yang baru ia temui beberapa jam lalu ini.
Varrez dan istrinya datang atas permintaan mamanya. Mama Dinar telah menceritakan mengenai Varrez yang tengah mengunjungi rumah mertuanya selama beberapa hari. Verona sempat bersemangat saat mengetahui fakta ia memiliki seorang adik. Itu artinya dia tidak akan kesepian dirumah besar ini. Namun harapannya pupus begitu menyadari Varrez mewarisi sifat dingin papanya.
"Oh iya Ghita, gimana kandungan kamu?" tanya mama Dinar memecah kecanggungan.
Ghita tersenyum mengelus perutnya "Kata dokter bayinya baik-baik aja ma" tatapannya teralih pada Verona "Kak Veve kapan?"
Verona menoleh dengan tatapan bingung "Kapan apanya?"
Mama Dinar terlihat panik "Eh Ve, kamu belum minum obat. Ayo minum obat terus tidur"
Kursi rodanya didorong paksa, bahkan garpu tadi masih di tangannya. Verona tidak ambil pusing dan memilih diam.
Setelah ritual wajibnya sebelum tidur selesai, bukannya tidur Verona memilih mengambil gitar yang baru ia temukan. Hanya gitar biasa, dengan inisial G. Entah kenapa bukan huruf V yang tertulis disana. Tapi untuk apa ia fikirkan itu.
Lucy sempat bercerita, Verona dan Juna sama-sama menyukai musik. Mungkin itu salah satu alasan mereka bisa dekat. Karena sejauh ini, Verona merasa risih berada disekitar lawan jenisnya. Hanya dokter Jevan dan mungkin setelah bertemu Juna ia akan merasa nyaman. Lucy juga bercerita mengapa hanya tersisa foto saat kelulusan SMA saja. Dulu, Lucy sempat menyukai Juna dan menyatakan perasaannya. Namun berakhir dengan Juna menolaknya. Alasannya? Juna menyukai wanita lain. Lucy yang malang. Dan setelah kejadian itu tentu mereka dilanda kecanggungan.
Jari jemari Verona meraba gitar yang sedikit berdebu itu. Perlahan, senar itu dipetik hingga menimbulkan suara. Walau hanya memainkan nada asal, Verona bisa merasakan dirinya lebih tenang. Mungkin gitar ini akan menjadi pelampiasannya nanti.
Petikan gitarnya terhenti saat pintu kamarnya terbuka dan memperlihatkan Varrez dengan baju tidurnya. Namun tatapannya terasa mengintimidasi.
"Bisa engga sih malem-malem tu engga ribut?!" suara rendah Varrez naik satu oktaf memekakakan kamar.
Verona tidak terkejut, ia hanya meletakkan gitarnya dengan wajah datar "Kamu sadar, suara kamu lebih keras dari suara gitar aku"
Varrez mengepalkan tangannya "Kalo udah engga guna tu diem jangan banyak gaya!" serunya lalu meninggalkan kamar Verona.
Walau terlihat tenang, perkataan Varrez tetap meninggalkan bekas mendalam di hati Verona.
Tidak berguna. Kata itu terus terngiang-ngiang di pikiran Verona. Niatnya mengalihkan perhatian, justru membuatnya kembali memikirkan banyak hal.Verona kembali teringat perkataan Varrez saat di meja makan.
"Gue kira kita engga bakal ketemu lagi, ternyata lo emang seberuntung itu"
Perkataannya seolah mengisyaratkan ketidaksukaannya mengenai kehadiran Verona. Apa hubungan mereka memang buruk? Bahkan Varrez tidak segan melontarkan kata kasar seolah Verona ini musuh abadinya. Perilaku Varrez membuat Verona berfikir apakah Varrez memang adiknya? Bahkan sikap tukang kebun lebih baik daripada sikap Verrez kepadanya.
Huh dasar fotocopy tuan Surya Silount memang menyebalkan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost and Found
عشوائيKejadian naas menimpa sepasang suami-istri ketika pesawat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan dalam perjalanan liburan. "Apa takdir sedang mempermainkan kita?" Verona "Takdir justru menyatukan kita dalam kisah ini"