Second House

499 72 0
                                    

~HAPPY READING~

"Sebenarnya kamu sudah menikah, dan mereka keluarga mertua kamu"

Argh!

Tangan kurusnya meremas benda pipih itu berusaha meluapkan keterkejutannya. Fakta baru yang ia ketahui membuatnya terkejut bukan main. Hampir sebulan! Hampir sebulan ia tinggal di rumah ini namun fakta sebesar itu disembunyikan darinya.

Mungkin dengan pernikahannya, ingatan Verona yang menghilang bisa kembali perlahan. Pernikahan merupakan suatu hal besar bukan? Sebagian besar ingatannya juga pasti tentang pernikahan itu.

Dalam beberapa menit, status Verona berubah menjadi "istri orang". Betapa lucu takdirnya ini. Hal sebesar pernikahan pun tidak bisa diingatnya. Dan lelaki itu—lelaki dengan tatapan dingin—adalah suaminya? Setelah berpisah dengan istrinya, lelaki itu sama sekali tidak menunjukan ekspresi apapun. Bukankah seharusnya dia menujukan ekspresi senang? Apa kehadirannya tidak dianggap?

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuat perhatiannya teralihkan. Pikiran dan tubuhnya lelah setelah makan malam itu.

"Ve..ini mama sayang" suara lembut mama Dinar membuat Verona terenyuh.

"Masuk ma, kamarnya engga aku kunci"

Pintu didorong perlahan dan terlihatlah mama Dinar dengan senyum tipisnya "Mama bawain susu sama camilan. Kita girls talk yuk"

Senyum itu! Bagaimana Verona bisa menolaknya? Dengan anggunnya mama Dinar menghampiri Verona, meletakkan nampannya dan duduk di sebelah putrinya.

"Kamu pasti kaget banget ya?" tangan yang sedikit berkerut itu menggenggam tangan Verona.

"Mama bingung kapan waktu yang tepat buat ceritain ini apalagi baru sebulan kamu keluar rumah sakit"

Verona melirik mamanya yang terlihat serius "Terus apa sekarang waktunya? Mama bisa kasi tau pelan-pelan kan? Kenapa harus semendadak ini?"

Mendengar pertanyaan menuntut itu membuat mama Dinar terkejut, sudah lama ia tidak mendengar putrinya menyuarakan pendapatnya.

"Dengerin mama dulu Ve, mama juga ragu tentang makan malam ini tapi—"

"Veve belum siap ma" lirih Verona menunduk "Rasanya terlalu mendadak dan asing"

Mama Dinar mengangguk dan membawa Verona ke pelukan hangatnya "Mama tau. Mama engga akan paksa kamu untuk tinggal bareng suami kamu. Ini juga rumahmu kan? Tinggal sampai kamu siap nanti" jelas mama Dinar dengan elusan dipunggung yang tak berhenti.

Dadanya terasa sesak melihat ekspresi tidak berdaya itu. Tidak ada semangat apalagi senyum sejak mereka kembali dari rumah sakit. Air matanya selalu menetes setiap melihat Verona melamun. Ia merasa gagal menjadi seorang ibu.

⏳⏳⏳

Sinar matahari menghangatkan kondisi kamar Verona. Sekarang sudah pukul 9 namun ia enggan beranjak dari istana kapuknya ini. Matanya sudah terbuka sejak pagi atau lebih tepatnya ia terjaga sampai pagi. Entah bagaimana keadaan kantung matanya sekarang.

Tok! Tok! Tok!

"Ve...bangun sayang"

Verona melirik pintu kamarnya lalu menghembuskan nafas. Rasanya terlalu malas untuk melewati hari ini.

Ia berdehem menormalkan suaranya "Iya ma!"

Pandangannya tidak sengaja melirik cincin yang melingkar di jari manisnya. Kemarin keluarga mertuanya itu menyerahkan cincin pernikahan baru sebagai simbol kehidupan baru yang lebih baik. Setelah deep talk semalam dengan sang mama, Verona sedikit goyah dengan keputusannya untuk tinggal disini sampai ingatannya kembali.

"Kalian dulu satu kampus dan kalian menikah karena saling suka"

Pernyataan itu membuatnya tidak percaya. Jika mereka menikah karena cinta, kenapa lelaki itu tidak menunjukan perilaku seorang suami yang mencintai istrinya. Bahkan terkesan acuh.

"Mama memang engga maksa kamu tinggal bareng Jevian, tapi setidaknya kamu mampir sebentar kesana. Bagaimanapun mereka keluarga kedua kamu"

Jevian Alvio Rubato—suaminya! Lelaki yang lebih tua beberapa bulan darinya itu merupakan putra tunggal keluarga Rubato. Definisi sempurna untuk anak tunggal kaya raya. Kekayaannya melebihi keluarga Silount, itu yang Verona dapat setelah mencari lebih dalam mengenai keluarga mertuanya. Rubato Company menjadi salah satu perusahaan berpengaruh, sehingga dengan mudah nama keluarga mereka dicari di internet. Tapi tidak banyak informasi yang bisa Verona gali, sepertinya keluarga itu menjaga kehidupan privasi dengan sangat ketat. Semua artikel yang terkait hanya menampilkan pencapaian Rubato Company dan tentu saja wajah Jevian terpampang jelas. Wajah angkuh dan dingin itu membuat Verona jengkel sendiri. Di setiap foto hanya ada wajah datar tanpa senyum. Verona ragu lelaki itu bisa tersenyum.

Setelah pertengkaran batin, Verona beranjak dari posisi nyamannya hanya untuk mendapati penampilannya yang berantakan. Kantung matanya memang tidak separah milik panda, tapi tetap saja mengganggu. Piyamanya kusut, rambutnya berantakan.

Dibawah guyuran shower, Verona berharap pikiranny bisa lebih baik. Mandi air dingin di pagi hari menjadi salah satu caranya mempersiapkan diri. Hari ini mama Dinar akan mengantarnya kerumah keluarga Rubato.

Jujur Verona masih belum siap menerima kenyataan ini. Bertemu dengan keluarga Rubato bukan hal yang ia inginkan. Semua ini sudah diatur sedemikian rupa oleh mama Dinar.

Rambut yang masih basah akibat guyuran shower itu mulai kering dengan bantuan hair dryer. Rambut Verona memang lurus jadi tidak butuh lama untuk menyisirnya. Rambutnya diikat setengah, meninggalkan sisa rambut tergerai indah. Wajahnya dipoles make up tipis, tentu saja make up hanya sedikit menyempurnakan visual Verona. Gaun tadipun sudah melekat di tubuhnya bersama flat shoes dengan warna senada.

"Ve..udah siap?" mama Dinar muncul entah darimana namun senyum diwajahnya selalu terukir.

"Cantik banget anak mama, yuk udah ditunggu pak sopir"

Mama Dinar mendorong kursi roda Verona dengan senyum yang tidak luntur. Sedangkan Verona hanya menampilkan wajah tanpa ekspresi.

"Apa yang akan terjadi nanti?"


Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang