2

46 10 0
                                    

Bentar lagi lulus. Jangan menyiakan-nyiakan kesempatan.

Entah mengapa kata-kata Yeji terngiang-ngiang terus di kepalaku. Memangnya apa artinya? Kesempatan apa?

Huh, aku saja lelah dengan pikiranku tentang tugas yang tak kunjung selesai. Kubuka pintu perpustakaan di depanku. Baru sampai aku— Klek! Klek!

"Dikunci?" Dahiku mengernyit. Jangan bilang kalau aku harus mencari pak kunci untuk bertanya di mana kunci perpustakaan. Aku lelah!

Habis mendengus kesal dan sedikit menendang pintu itu, aku berbelok ke kanan. Betapa terkejutnya aku kala melihat ketua perpustakaan itu berada di depanku berhenti dan menatapku bertanya-tanya.

Tanpa sadar aku tidak menyebutnya 'kakak kelas tidak jelas' lagi. Sekarang berganti 'ketua perpustakaan'.

"Ngapain lo? Kalo kesel mending pulang aja jangan di sini." Perasaanku campur aduk. Aku takut kena masalah lagi dengan orang ini. Walau aku tidak tahu apa masalahnya.

"Eh, bentar." Dia menatapku lekat-lekat. Sepertinya dia tidak sadar siapa aku.

"Oke, saya pulang," ucapku melewatinya dan lekas kabur.

"Siapa suruh lo pulang, hah?!" Waduh, sepertinya dia emosian, deh. Aku berhenti.

"Anda barusan!" Lekas kututup mulutku. Aku terlampau kesal.

"Nih, kuncinya. Bersihkan yang bener. Jangan pulang sebelum bersih. Kembalikan kuncinya ke ruangan nanti," ujar ketua itu setelah memberikan kunci perpustakaan padaku. Pertama kalinya aku memegang kunci ini.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia meninggalkanku. Jadi, benar. Aku membersihkannya sendirian. Sekolah sudah lumayan sepi dan aku bertugas membersihkan perpustakaan sendirian?!

Berkali-kali aku harus bersin kala debu berterbangan setelah aku bersihkan ujung-ujung buku. Tempatnya yang tinggi juga menyulitkanku untuk meraih yang di atas sana. Menyapu dan mengepel yang jarang aku lakukan di rumah jadi kulakukan di sini.

"Hey, lo! Sudah?" Teriakan itu dari luar. Aku rasa itu ketua.

"Belum, kak! Tinggal tutup jendela!" jawabku dengan suara lantang agar dia mendengarnya.

"Cepet! Gua mau pulang!" Alisku bertaut. Kalau mau pulang, ya, pulang saja 'sih. Tidak ada yang melarang.

Lepas aku menutup semua jendela dan tirainya, aku keluar mengangkat sepatuku yang kulepas tadi. Kulihat dia duduk di luar sambil menekan-nekan ponselnya bermain game.

"Udah?" tanyanya lagi dan aku mengangguk.

"Sini kuncinya." Kuberikan kunci perpustakaan padanya setelah kukunci ruangan ini.

"Pulang sana," suruhnya lalu pergi dari sini. Tidak dia suruh juga, aku akan pulang. Huh, dia mengapa 'sih? Tidak bisa sedikit halus begitu? Apa aku beneran bersalah, ya?

Hari Senin. Waktunya bimbingan. Aku terlambat lagi namun ketua itu lebih terlambat. Dia masih saja melirikku sinis. Aku mulai mengabaikannya. Aku lelah. Semalam aku menyelesaikan jurnalku, guru ekonomi akan masuk lagi di jam pertama nanti.

Duk! Kursiku ditendang Jaemin lagi. Aku rasa aku sudah berperilaku baik hari ini. Mengapa dia—

"Pinjam pulpen," katanya agak berbisik. Lekas aku berikan milikku.

Tidak sengaja aku melirik ke bangku ketua itu yang kebetulan ada di pandangan yang sama kala melihat Jaemin. Dia tetap menatapku penuh dendam. Ah, astaga. Apa benar aku harus meminta maaf kepadanya?

Kelar bimbingan, kelas kami diterpa pelajaran ekonomi. Dikarenakan jurnal yang kemarin sudah selesai semua, kini lanjut materi selanjutnya. Selalu saja seperti itu sama seperti pelajaran lainnya.

Yeah, Alright ft. Lia ITZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang