6

24 7 0
                                    

"Kak Eunbin?"

Tubuhku lekas berdiri meminta sapunya untuk dikembalikan. Ini tugasku. Tidak bisa aku membiarkan orang lain yang mengerjakannya.

"Udah, gapapa. Lo pucet banget. Sakit?" tanyanya dan aku mengangguk. Dia menghela napas.

"Kalau sakit, izin aja gapapa. Banyak yang bisa gantikan." Perkataan Kak Eunbin tidak sedikit pun membuatku berpikiran seperti itu.

"Tapi Kak—

"Lo takut sama Soobin?" Agak terkejut aku saat dia bertanya seperti itu. Namun, itulah alasanku.

"Hadeh, Lia. Lo ga harus ngelakuin ini semua kalo sakit. Siapa yang ngasih kunci tadi?"

"Kak Yeonjun," jawabku. Bukannya kembali berucap, Kak Eunbin mematung memberhentikan aktivitas menyapunya.

"Emang Soobin ke mana?" Kepalaku menggeleng tidak tahu.

"Tumbenan dia ga kasih kunci sendiri," gumam Kak Eunbin kembali menyapu.

Walau dilarang keras untukku membantunya, aku tetap membantu Kak Eunbin merapikan perpustakaan ini. Entah itu menaruh buku ke tempatnya atau membersihkan debu. Alhasil kami selesai lebih cepat dari biasanya.

"Dijemput atau bawa motor sendiri?" tanya Kak Eunbin di sampingku. Kami keluar gedung bersama.

"Dijemput, kak, hehe. Ga kuat," jawabku sambil tertawa pelan.

"Liaa!" Suara Mama. Mataku bergerak cepat mencarinya.

Ah, itu Mama. Ada di dekat gerbang sambil melambaikan tangannya.

"Kak, duluan, ya," ucapku menjabat tangan Kak Eunbin. Dia tampak speechless.

"I-iya, hati-hati."

Aku mengangguk sambil berjalan menjauh. Kudekati Mama walau rasanya tubuhku seakan tumbang sekarang juga.

"Kesehatan bagaimana?" Lekas kutarik laci mobil untuk mengambil alat tes kesehatanku. Aku meninggalkannya di sini ternyata. Pantas saja aku cari di tas, tidak ada.

"Detak jantung seratus," dikteku dan diangguki Mama.

"Frekuensi napas delapan belas."

"Hmm, lumayan baik daripada kemarin. Tenggorokan bagaimana?"

Dan jadilah acara wawancara oleh Mama. Semua keadaanku beliau tanyakan untuk memastikanku baik-baik saja. Aku pun merasakan itu saat ini. Saat bersamanya, aku merasakan baik-baik saja.

"Ya, halo?" Beliau mengangkat telepon dari seseorang. Aku tidak bisa mendengar suara si penelepon.

"Baik, saya ke sana sekarang juga." Panggilan diakhiri. Tak lama, Mama agak mempercepat mobil ini.

"Ke RS sebentar, ya. Ada yang butuh bantuan Mama."

Sebenarnya aku tidak ingin ke sana. Walau hanya sebentar. Bayangan tentang empat hari yang lalu membuatku trauma berada di sana. Aku benar-benar hampir ma—

"Ya, Papa?" Mataku berbinar kala mendengar itu. Papa menelepon Mama!

"Iya, lagi sama Mama. Tapi Mama ada tugas mendadak ini," jelas Mama. Sepertinya Papa menanyakan tentang aku.

"Iya, dah. Dia kayaknya butuh istirahat," kata Mama melirikku. Lalu panggilan berakhir lagi.

"Dijemput Papa di RS nanti." Hore! Akhirnya, setelah sekian lama. Aku akan pulang dengan Papa.

Sampai di RS, Mama dan aku lekas turun dengan tujuan berbeda. Kata beliau, beliau akan langsung ke dalam, alhasil aku salim dulu dan berlari keluar dari sini. Mencari Papa.

Yeah, Alright ft. Lia ITZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang