Tak! Terkunci lagi. Memang, ya. Chalia itu lama-lama kalau berangkat sekolah bisa adzan subuh baru selesai, dia berangkat. Rajinnya kalau sudah bimbingan selesai, heran.
"Ampun, dah!" keluhku ingin menendang pintu laboratorium kimia, namun tidak jadi.
"Yah, ngapa lu?" Mataku melirik ke kiri. Satu-satunya siswa di kelas kami sudah datang ternyata.
"Buka, cepet!" Dia melirikku kesal namun tetap melakukan yang kusuruh.
"Assalamualaikum," salamnya begitu masuk kelas.
"Waalaikumsalam," jawabku mengikuti langkahnya.
"Tolongin gua, ya."
Duk! Tas yang baru saja mendarat ini melepas semua bebanku.
"Tolongin apa?" tanyaku tanpa menoleh ke arah Jaemin.
"Temenin gua ke IPA 7." Aku belum tahu apa motifnya mengajakku hanya untuk pergi ke kelasnya.
"Ambil buku bimbingan, ketinggalan kemarin," jelasnya yang paham mengapa aku diam saja.
"Yaudah, ayo." Matanya langsung berbinar menerima jawabanku. Jadilah kami berjalan menuju kelas itu. Ini hari cuti setelah ujian-ujian. Jadi masih banyak yang belum datang.
"Iya, ini di depan kelas." Kulirik Jaemin dari ujung mataku. Dia menerima panggilan dari seseorang.
"Hah? Sekarang?" Alisnya bertaut mengajak alisku bertaut juga.
"Iya, dah. Tunggu di sana." Baru saja dia melirikku, telapak tangannya sudah menyatu di depan dada.
"Mohon maaf, Ratu. Saya ada kepentingan mendadak untuk mengambil paket saya di depan gerbang sekarang juga," ucapnya lengkap dengan kebakuan bahasa.
"Lo-
"Bisa tolong ambilkan buku bimbingan gua? Ada di bangku tengah nomor dua mepet tembok sebelah kiri. Tolong, ya." Dia memohon dengan wajah semelas mungkin. Lagipula-
"Kelasnya masih kosong, kan? Cocok buat introvert kayak lo," lanjutnya membuatku mendecih.
"Tolong, ya!"
Tanpa aku bilang 'iya', dia sudah pergi begitu saja. Dasar, buku bimbingan ketinggalan, paket segala macem.
"Mana, sih?" Sudah kucari di bangku nomor dua dari depan dan mepet tembok. Tapi tidak ada apapun.
"Assalamualaikum."
Tidak berani aku menoleh dan membeku di dekat bangku ini. Demi apa? Ada orang masuk. Kalau dia pikir aneh-aneh ba-
"Dek? Ngapain?"
Mataku tertutup sekilas dan napasku turun. Ternyata Kak Soobin. Aku pun berbalik dan memasang senyumku.
Hah? Dia menunjukku dengan pose pistol. Ah, benar.
"Hai, Kak!" sapaku karena baru ingat perjanjian kemarin.
"Hai, ngapain di sini?" tanyanya sambil menaruh tas.
"Cari bukunya Jaemin, Kak. Katanya ketinggalan," jelasku lalu dia mengangguk-angguk.
"Yang di meja guru itu?" Kami menyatukan pandangan ke arah meja guru. Tergeletak sebuah buku bimbingan di sana.
Tanpa basa-basi lagi, aku meraih buku itu. Jika dilihat, ini tulisan Jaemin. Tulisan rapi yang tidak bisa dibandingkan dengan tulisanku yang sangat rapi.
"Makasih, Kak!" ucapku sebelum keluar kelas sepenuhnya. Dia hanya menjawab dengan mengangguk dan tersenyum.
Ah, ternyata mereka satu kelas. Aku baru tahu. Ah, sudahlah. Tidak perlu dipikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yeah, Alright ft. Lia ITZY
FanfictionKami asing, tidak mengenal satu sama lain. Terpaksa bertemu setiap hari di planet yang sama membuatku ingin menyingkirkannya. Nyatanya, aku yang menjadi bulan dan dia buminya. Itulah mengapa di dunia ada karma. Yeah, Alright. Setiap masalah pasti ad...