"Lo bisa ga 'sih jaga diri sendiri?"
Tercekik hatiku mendengar itu. Memangnya dia melihatku sebagai apa? Orang yang tidak bisa menjaga diri sendiri?
"Kalo ada barang jatuh tanpa sebab itu keluar, periksa sekitar," lanjutnya sedangkan aku tidak ada kekuatan untuk membalas. Rasa bersalahku mencuat.
"Kalo ga ada gua, jadi apa lo?" Pertanyaan itu mengakhiri semua yang telah dia katakan dua menit terakhir. Aku masih diam.
Lemari kosong tempat menyimpan buku kelas 12 ini ternyata masih kokoh ditimbun beberapa material. Kami ada di dalamnya. Walau agak sempit karena kami juga berdua, tapi kami bersyukur Tuhan masih menyelamatkan kami.
Sama-sama diam, tidak membuatku ingin mengatakan hal kepadanya. Pengap dan sakit yang kurasakan hanya sebagian kecil dari alasan itu. Yang sebenarnya aku pikirkan sekarang, dia sedang marah.
Baru kali ini aku melihat Kak Soobin marah. Setiap harinya saat dia sinis kepadaku, aku tidak merasakan emosi apapun dalam dirinya. Mungkin sekarang, saking kesalnya dia padaku.
"Maaf, kak," finalku menyembunyikan wajah yang mungkin terlihat sangat dusta di matanya. Karena apa? Karena Dongpyo saja masih menertawaiku saat aku menangis. Katanya, aku ini pembohong kelas kakap.
"Maaf kalo saya ga bisa jaga diri sendiri," lanjutku berusaha menghentikan tangisku.
"Maaf juga kalo saya ada salah sama kakak."
Maafin, Lia, kak. Maaf kalo Lia ada salah sama kakak.
Tangisku langsung pecah mengingat itu. Sesegukan yang bahkan jarang aku rasakan jadi terasa kembali. Air mataku tidak berhenti menetes mengingat Kak Lino yang setiap hari sepulang sekolah tidak pernah ingin bermain denganku.
Demi apapun, aku benar-benar merindukan Kak Lino. Kakakku satu-satunya itu hanya bisa pergi tanpa memikirkan apa yang dirasakan keluarganya. Ah, astaga. Aku tidak bisa begini. Aku tidak terlalu mengenalnya.
"Udah?" tanya seseorang di sampingku. Aku mulai mereda.
"Kebawa emosi apa lo sampe nangis begitu?" tanyanya lagi membuatku menarik ingus.
"Astagaaa, bersihin, dong!" hebohnya sedikit membuatku ingin tertawa. Padahal aku hanya pura-pura menarik ingus.
"Lo bisa ga 'sih? Kalau apa-apa itu hati-hati." Dia kembali berucap. Nadanya seakan dia memulai pidato.
"Kalo lo hati-hati 'kan, setiap orang bisa tenang. Gua juga," jelasnya dan aku sampai teringat ketika Pak Namjoon menerangkan sudut rangkap.
"Iya, gua tau, mungkin gua selama ini—
Dia berhenti. Aku bertanya-tanya mengapa dia berhenti. Perlahan, kepalanya terangkat.
"AAAAAAAAAAA!" teriak kami berdua menutup mata. Sepertinya ada dinding yang runtuh di sekeliling kami. Syukurlah tidak menimpa kami.
Aku buka mataku. Aku berada di dalam dekapan seseorang.
"Lo bisa ga 'sih?" Suara itu serak. Akhirannya seperti isakan.
"Tolong," ujarnya dan kudengar itu seperti kalimat menggantung.
Agak lama, dia tidak bersuara lagi. Tapi posisi kami masih tetap sama. Ingin aku lepas, tapi dia berat. A-apa? Jangan-jangan?!
"Kak?" Kucoba menarik diriku untuk mundur.
"Kak!" Tanganku menahan kepalanya agar tidak membentur apapun. Wajahnya pucat sekali sekarang. Ah, astaga! Apa tidak ada orang di luar sana?!
"Gua benci lo." Perkataan Kak Soobin menyayat hatiku. Waktu seakan berhenti dan hatiku runtuh saat itu juga.
"Lo mirip kakak gua," lanjutnya sambil bergerak menyandar pada sisi lemari. Aku juga bergerak agak menjauh darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yeah, Alright ft. Lia ITZY
FanfictionKami asing, tidak mengenal satu sama lain. Terpaksa bertemu setiap hari di planet yang sama membuatku ingin menyingkirkannya. Nyatanya, aku yang menjadi bulan dan dia buminya. Itulah mengapa di dunia ada karma. Yeah, Alright. Setiap masalah pasti ad...