21

20 6 0
                                    

Dia menatapku datar mencoba untuk menahan emosinya. Aku menarik senyum canggungku. Tolong, Ya, Allah. Ini hamba harus bagaimana?

"Bunda lo udah jemput." Perkataannya membuatku menoleh. Bunda sudah di depan gerbang sana dengan mobilnya. Ah, benar. Aku 'kan diantar tadi pagi.

"Cepet pulang," lanjutnya yang masih duduk di kursinya.

"Kak Soobin ga pulang?" tanyaku sambil berdiri. Dia menjawab dengan kepalanya yang menggeleng.

"Masih nunggu bunda." Ah, ternyata dia menunggu bundanya.

"Soobin!" Suara perempuan. Begitu aku menoleh ke asal suara, seseorang itu tidak asing.

Tanpa berkata lagi, Kak Soobin berdiri menggendong tasnya. Berjalan mendahuluiku dan pamit pada pak satpam bahwa dia akan pulang.

J-jadi.. sukses atau tidak sukses ini? Pita tadi masih di tanganku. Pun dia terakhir barusan masih menggenggamnya. Lantas apa yang harus kulakukan setelah ini?

"Dek, ditungguin mamanya, loh!"

Kepalaku terangkat. Seseorang dengan arm sling itu sedikit menunjuk mobil Mama yang sekarang membunyikan klaksonnya.

"Neng!" Pak satpam membuyarkan lamunanku. Dengan seribu malu aku pun meminta maaf dan lekas berjalan menuju mobil Mama. Tidak lupa pamit pada pak satpam juga.

"Duluan, dok!"

"Ah, iya. Hati-hati," balas Mama sambil tersenyum. Kedua orang itu mengambil jalan berlawanan dengan kami.

Mobil sudah mulai berjalan. Aku masih diam menatap apa saja yang ada di depanku. AC kali ini terlalu dingin tapi aku tidak ada niatan sama sekali untuk menaikkan suhunya.

"Ditungguin Soobin lagi, Li?"

"Kebetulan sama-sama dijemput, ma," jawabku berusaha membuka mulut. Demi apa, aku ingin membeku saja.

"Tegang gitu mukanya. Ada apa?" Aku menggeleng. Tidak ada kekuatan untukku berkata sekarang. Bukan tidak ingin bercerita, aku tidak tahu ingin bercerita dari mana.

Keesokan harinya saat pulang sekolah juga, tiga serangkai yang akhir-akhir ini sering bersama itu tetap berada di depan kelas Kak Soobin. Padahal biasanya aku hanya melihat Kak Soobin dan Kak Beomgyu bersama, tapi kali ini ada Kak Yeonjun. Dia anggota baru atau gimana?

"Heh!" seru Yeji memukul lenganku pelan. Diriku kebingungan mengapa dia tiba-tiba seperti ini.

"Kemarin gimana, woy?!" Ah, benar. Dia tidak tahu akhirnya, ya?

"Kami kayaknya bakal berhenti dm. Juga kemarin keburu dijemput Mama," jawabku singkat lengkap dengan penyesalan.

"Astaga, kalian itu! Gua kayak penikmat cerita yang digantung sama penulisnya tau!" kesal gadis ini tapi aku juga tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku menyerah saja. Lagipula apa yang harus kuperjuangkan?

"Salah prediksi, gua kira lo suka dia waktu itu." Yeji membuatku menoleh ke arahnya. Aku tatap dia datar sedatar-datarnya.

"Lo suka dia 'kan?!"

Tapi aku malah mewek saat ditanyakan seperti itu. Sungguh, ada secuil hatiku yang sedih saat menerima kenyataan ini. Rasanya pahit dan tidak bisa ditelan.

"Gua mau ke Kak Yeonjun lagi, lo ikut, ga?" Aku berhenti sedih sejenak. Ajakannya terlalu beresiko.

"Ngga, nanti lo tinggal lagi," jawabku menghasilkan tawa di wajah Yeji.

"Ngga, deh. Kali ini bakal setia kawan," katanya memastikan. Entah mengapa hatiku merasa aku tidak disarankan untuk menjawab iya.

"Yaudah, gua tau lo bakal jaga-jaga. Gua ke Kak Yeonjun dulu, kalo udah selesai, kita pulang." Jempolku terangkat untuknya. Pun dia yang berjalan keluar lab meninggalkanku sendirian di sini.

Yeah, Alright ft. Lia ITZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang