31

13 6 0
                                    

dr. Chalia Sabrin, Sp. A.

Tersenyum aku melihat tanda nama di depan ruanganku. Lepas mengatakan terima kasih pada petugas yang memasangnya, aku masuk ke dalam ruangan itu. Rasanya puas mengingat perjuanganku selama 8 tahun untuk mendapatkan ilmu dan gelar tersebut.

3 bulan bekerja di RS ini memberikan banyak pelajaran baru bagiku. Bertemu dengan anak-anak yang sakit membuatku semakin bersemangat untuk memberikan pengobatan kepada mereka. Ah, astaga. Aku bahagia.

Tok, tok! Kubuka pintu berketuk itu dan tampak dua orang di depannya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku. Salah satu dari mereka memberikan bungkusan.

"Makan, baik banget 'kan gua?" Dia Dongpyo, bersama pacarnya. Dasar, anak ini. Kakaknya saja belum ada gebetan.

"Khawatir gua sama lo. Mana jomblo, sendirian pula," lanjutnya dan kuterima pemberiannya.

"Lebih baik kalo lo ga peduli sama kejombloan gua, ya, Dongpyo. Cukup," ucapku sambil tersenyum dan berterima kasih sudah mengkhawatirkanku.

"Kak Lino udah nikah, lo tau apa artinya?" Artinya aku tidak peduli dan tetap melanjutkan—wah, ini pie cokelat kesukaanku. Dongpyo memang yang terbaik.

"Itu artinya Kak Lia ditaruhkan harapan segenap sekeluarga besar akan menikah sebentar lagi," jawab pacar Dongpyo, aku tahu namanya Wonyoung. Gadis ini tinggi, cantik, dan baik hati. Aku iri.

"Mending lo cari cowok, lah. Lo 'kan anak kedua. Yang ketiga udah dapet, masa lo belum," saran Dongpyo tidak membuatku berpikiran itu sama sekali.

"Jodoh datang pada waktunya. Dan buat kalian, kalo mau cepet nikah, nikah aja. Jangan peduliin gua," ujarku lalu mereka berpandangan.

"Cewek kaya biasanya memang begini," bisik Dongpyo pada Wonyoung. Gadis itu menutup mulutnya.

"Nanti kakak sedih 'loh kalau kami duluan yang nikah," kata pacar Dongpyo ini sedangkan aku menggeleng.

"Udah, makasih, ya. Kalian mau ke mana habis ini?"

"Pelaminan," jawab Dongpyo dengan wajah datar.

"Oke, gua tunggu undangannya," ucapku hendak menutup pintu namun Dongpyo memberikan sebuah kertas padaku.

"Apa ini?" heranku menerimanya lagi.

"Yang lo tunggu barusan." Dahiku berkerut dan lekas membacanya.

Membeku, aku membeku. Selama ini aku hanya memikirkan diriku sendiri, tentang karierku, tapi tidak dengan masa depan berkeluargaku. Aku tatap Dongpyo, dia tampak serius.

"Dua bulan lagi?" Mereka berdua mengangguk. Napasku turun berhembus.

"O-oke, gapapa. Jadi kalian bakal siapin dari sekarang 'kan?"

Mereka menjelaskan tentang semua rencana yang akan dilaksanakan. Aku merasa agak sesak di dalam sini. Karena apa, ya? Apa aku kelelahan lagi?

"Lia!" panggil seseorang menarik perhatian kami. Dia, datang.

"Gua harap lo sama yang ini," bisik Dongpyo dan lekas tanganku terangkat hendak memukulnya.

"Iya, iya, ampun!" Dia pun bersembunyi di belakang Wonyoung.

"Lia, sibuk, ngga?" Aku menggeleng menjawabnya.

"Oke, bentar lagi temenku datang katanya mau periksa anak dia. Aku balik ke sana lagi, ya."

"Iya."

Dia Jeno. Dia jadi ambil spesialis ilmu bedah dan masih dalam masa kuliahnya sekarang. Fuhh, sebentar lagi akan ada pasien, aku harus merapikan ruangan dulu.

Yeah, Alright ft. Lia ITZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang