5

23 8 0
                                    

"Heh, lo kalo sakit, izin aja gapapa. Nekat banget," celetuk Jaemin dari bangkunya.

Diriku yang baru saja masuk laboratorium pun harus menahan amarahku. Masih pagi. Badan lagi lemah. Mental down. Jangan nambah masalah.

"Udah lo print laporannya?"

Duk! Kutaruh tasku tak santai. Jaemin agak tersentak.

"Jam dua dini hari mana ada tukang print buka, Jaem?!" kesalku namun dia malah tertawa.

"Iya, deh, iya. Tapi yang semalem udah lo perbaiki 'kan?"

"Tadi pagi," koreksiku sambil menyipitkan mata ke arahnya.

"Ah, iya. Bener. Tadi pagi."

Napasku berhembus lelah. Aku pun duduk dan memberikan flashdiskku padanya.

"Lo koreksi ndiri aja. Capek banget gua," kataku menidurkan kepala di atas meja.

"Gua mana bawa laptop, Li." Dia mengembalikan flashdisk itu.

"Nyebelin lo. Katanya mau bawa." Aku ambil lagi flashdisk itu susah payah.

"Hehe, lupa." Hampir saja aku pukul dia kalau aku sedang sehat. Sekarang aku sedang lemah. Empat hari yang lalu aku terpapar asap rokok. Efeknya belum selesai sampai sekarang.

Dua menit kemudian, Karina datang dengan laptop di tangannya. Tampaknya dia kesulitan membawa benda elektronik itu dalam keadaan on. Dia pasti sedang mengoreksi laporan kelompok kami di perjalanan menuju sekolah.

"Li, tolong ini fontnya diganti lagi. Ada yang belum ideal terus ada yang terlalu kecil," pinta Karina begitu dia sampai di sampingku.

Aku duduk tegak walau terkesan lambat sekali.

"Sakit, lo?" tanyanya dan aku pun mengangguk. Kugeser laptopnya ke hadapanku.

"Maaf, ya, lo ngerjain laporannya sampe jam dua. Banyak data yang belum gua selesain," ucapnya. Aku bilang 'tidak apa'.

"Maaf juga gua agak gaptek kalo beginian." Kepalaku mengangguk menanggapi itu. Dia memang sejak kelas sepuluh belum bisa sepenuhnya menggunakan ms.word.

Tapi ms.excel dia bisa. Hebat.

"Liaaaaa, dah sehat, lu?" Mbak Yeji baru datang. Dia belum melihatku tapi sudah mempertanyakan itu.

"Astaga! Kok kayaknya makin pucet aja 'tuh wajah. Bukannya udah empat hari, Li? Lo ga periksa ke dokter?" Temanku yang satu ini memang agak fanatik jika temannya sakit. Sampai dia lupa kalau—

"Mak gua dokter, Yej. Tiap hari juga gua udah minum obat," balasku membuat Yeji menepuk dahinya pelan.

"Iya, ya. Lupa gua," gumamnya lalu duduk di sampingku satunya.

"Dah selesai kelompok lo?" Aku menggeleng.

"Kelompok gua masih leha-leha, loh. Cover aja belom." Perkataan Yeji sukses menyayat hatiku. Memangnya dia tidak tahu ada dua orang ambis di kelompokku?

Sepanjang sebelum bel masuk, aku berkutat dengan laptop Karina untuk memperbaiki setiap detail dalam laporan praktikum kali ini. Anggota kelompok kami empat orang. Lima orang lainnya ada di kelompok Yeji. Sisanya anak IPS, jadi tidak ada kimia.

"Gua yang ngeprint!" seru Shuhua yang baru datang dan duduk di belakangku.

"Belom selesai," sahut Karina dan Shuhua pun kembali ke bangkunya.

Tett, tett, tett! Bel masuk. Setiap harinya entah kebetulan atau tidak, begitu Shuhua datang, bel masuk akan berbunyi. Dia memang tepat waktu.

"Kita lanjutin nanti pulang sekolah, ya." Karina mengambil kembali laptopnya yang sudah kumatikan.

Yeah, Alright ft. Lia ITZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang