17

15 6 0
                                    

"Salah, lo? Mending pulang aja sana. Mama lo dah jemput."

Agak ragu untukku menoleh ke arah gerbang. Tapi aku tetap mengarahkan pandanganku ke sana. Tampak Dongpyo dari jendela mobil memperlihatkan wajah julidnya.

"Pacaran mulu, lo?! Ga mau pulang?!" serunya dari tempatnya membuatku malu setengah mati. Walau sekolah sepi, tapi ada Kak Soobin di sini!

Hendak berdiri, aku melepas salah satu sepatuku berakting ingin melemparnya. Alhasil dia menutup jendela mobil dan Mama sedikit maju meluruskan pintu tengah dengan gerbang.

"Kak—

Sialan, Kak Soobin. Ga pamit, ga apa. Langsung cabut begitu saja. Orang mau pamit juga. Ceklek! Kubuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.

"Iya, Bin. Hati-hati," ucap Mama pada seseorang yang baru saja melewati kami. Bagian ke Mama sifat softboynya keluar. Formalitas apa gimana 'sih?

"Ditungguin Soobin, Li?" tanya beliau di depan sana. Mobil sudah mulai berjalan. Aku pun menjawab dengan apa sebenarnya yang terjadi.

"Barusan udah dibelikan pake duit adek kamu. Notanya ada di dalam." Otakku berputar keras memahami Mama. Tapi sepertinya yang dimaksud adalah hadiah untuk kakak.

Sebuah kotak berukuran sedang ada di sampingku. Aku meraihnya dan membukanya. Benar, ini yang aku maksud. Dongpyo tahu juga.

"Pake tambahan jasa beli, sepuluh ribu, ya," celetuknya sambil bermain ponsel. Ingin kesal, tapi tidak ada tenaga.

"Terserah." Diambillah uangku dari dompet yang ada di tas dan kuberikan pada Dongpyo. Alisnya bertaut melihat uang itu.

"Jangan bilang, kurang." Akhirnya dia menerima dengan lapang dada uang yang aku beri. Dikasih lebih masih mikir aja, nih anak.

Sampai di rumah, kami istirahat sejenak. Baru pada saat sore hari, kami mulai pergi ke halaman. Sambil membawa setiap hadiah kami di tangan dan memasukkannya ke dalam kotak. Aku juga menulis surat untuk kakak.

"Sudah?" Kami mengangguk menjawab Papa. Beliau menutup kotak itu dengan kertas kado agar terlihat indah dan rapi.

Tuk! Tertumpuklah satu lagi hadiah kami untuk kakak di sebuah bangunan sederhana di halaman. Tidak lupa juga kami berdoa agar dia memaafkan kami semua dan kembali suatu hari nanti.

Kak Lino, menurutku dia anak yang baik. Anak yang penurut dan suka membantu orang lain. Entah beban apa yang dipikulnya sampai dia keluar dari rumah bersimbah darah setelah memecahkan kaca samping rumah.

Kenangan kami memang tidak terlalu banyak. Foto kami berdua saja hanya ada tiga. Ketiganya pula saat aku meraih peringkat satu di kelas 5, 6, dan 7. Dia tampak bangga memilikiku saat itu.

Hari sudah berganti. Jum'at kemarin dihias jamkos berturut-turut tanpa ada satu pun guru masuk ke dalam kelas. Sedikit ingin protes, tapi tidak apa.

Kini juga, Hari Sabtu. Aku menidurkan kepalaku di atas meja. Teman-teman juga berusaha menghilangkan kegabutan dengan bernyanyi lagu galau dari spotify. Saat iklan, mereka juga meniru iklan itu.

"Premium, dong. Astaga," ujar salah satu anggota kami yang segala aplikasinya premium.

"Mau lo beliin, Jaem?" tanya Chaewon selaku spotifynya yang digunakan.

"Sini gua kasih linknya." Dan seluruh kelas pun bersorak. Jaemin hanya tertawa membalas kami.

"Gua kira halal," celetuk Yeji yang berada di atas panggung bersama Onda dan Nagyung. Panggung yang dimaksud—meja belakang.

"Halal, ya. Dapet dari sepupu gua, paket family," balas laki-laki itu tapi kami tidak jadi tergiur. Lagipula iklan membuat kami tidak terlalu jatuh dalam kegalauan ini.

Yeah, Alright ft. Lia ITZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang