25

19 5 0
                                    

Masalah paling besar sekarang adalah jangan sampai kelelahan karena itu akan membuatku semakin lelah mendengar omelan Mama tentang jangan terlalu banyak memikirkan tugas, dikerjakan saja.

Iya.

Dua hari tertekan, satu hari healing. Bersama almamater sekolahku, aku tiba di parkiran. Banyak yang melirik karena sekilas, aku salah kostum. Ini parkiran kelas 11, TYC sudah kelas 12 tapi parkir di sini. Alasannya, lebih dekat dengan laboratorium kimia.

"Obatnya, obatnya, mari, mari!" seru salah satu dari kami dari dalam lab. Aku baru sampai padahal.

"Obatnya, neng?" Ternyata Onda. Dia membawa satu kaplet obat pencegah mabuk perjalanan dan menawarkannya.

"U-udah bawa, kak," jawabku menunjukkan sebuah tas kecil berisikan beragam obat.

"Gile, gua kira bawa segini gua udah mau jualan. Ada yang lebih parah ternyata," ujar Onda dan mengundang tawa kami semua.

Bersama-sama, kami memastikan semua dari kami sudah sarapan. Tidak lupa membawa jaket dan topi untuk keperluan perjalanan nanti. Kurang 15 menit, kami meminum obat bersamaan. Untuk kepentingan bersama.

"Semua kelas 12, diharapkan lekas menuju masjid pinggir jalan besar sana. Berjalan, ya. Busnya ada di sana. Harap tertib dan jangan ribut, terima kasih," ucap seseorang di balik mikrofon di sana.

"Ayo, ayo." Kami pun berdiri dan berjalan keluar kelas serta sekolah.

Sebelas orang yang bergerombol ini sedikit membuat perhatian kakak kelas menuju pada kami. Mereka selalu menarik satu sama lain membiarkan kami berjalan duluan dan sebagainya. Agak merasa aneh, tapi tidak apa.

"Capek, woy!" keluh Nagyung duduk di pinggir jalan. Murid-murid lain juga melakukan hal yang sama. Aku tidak, takut kena omel Mama lagi kalau seragamnya kotor.

"Ini kagak ada yang nyebrang, ya?" tanya Yeji memeriksa sekitar. Belum ada yang berani menyebrang menuju masjid di depan sana.

"Tunggu guru mungkin, Mbak Yej," jawabku di sampingnya.

Sambil terdampar di pinggir jalan, kami melihat barisan kakak kelas yang baru datang. Terlihat gerombolan IPA 6 dan IPA 7 baru datang. Aku khawatir wajahku terlihat bete, padahal aku biasa saja.

"Senyum, Li. Kakel lo datang," kata Yeji menyenggol sikuku. Aku pun tersenyum walau terpaksa.

Kak Yeonjun di sana menyapa Yeji. Aku tidak yakin dia menyapaku juga. Pandangannya hanya pada Yeji. Kak Beomgyu tidak sedikit pun menoleh. Kak Soobin.. Dia sibuk mengatur kunci gitar. Gitar siapa yang dibawanya?

"Wih, bisa main gitar?" Yeji menyadari pandanganku. Aku juga tidak tahu jawaban pertanyaannya.

Singkatnya, kami menyebrang sendiri. Guru tidak lekas datang pun kami juga cepat naik ke dalam bus agar tidak menunda waktu. Harusnya sudah berangkat setengah jam yang lalu.

Kalau dilihat dari nomornya, bus di samping kiri ini adalah bus kelas Kak Soobin. Biasanya para siswa akan menumpuk di belakang sambil bernyanyi dan—Pantas saja dia bawa gitar.

Ah, itu dia. Tidak terdengar suara nyanyian para siswa bus sebelah tapi yang terlihat, Kak Soobin memainkan gitarnya. Penasaran apakah dia bisa melakukan itu dengan baik.

"Sehat, Li?" tanya Karina di sampingku. Dia duduk sebangku denganku.

"Sehat kok tenang aja," jawabku karena dia bilang kemarin, dia trauma dengan orang yang mabuk perjalanan.

"Oke." Dia pun tenang selama perjalanan.

Di dua tempat balai latihan kerja itu, kami sibuk sendiri. Tidak ada pendamping seperti guru atau wali kelas, membuat kami berkeliaran sendiri tanpa ada pemandu. Apapun diambil gambar entah akan berguna untuk laporan atau tidak.

Yeah, Alright ft. Lia ITZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang