"Chaliaaaa!!!"
"Apa?!" sahutku di balik kerumunan. Entah siapa yang memanggilku itu tapi sepertinya dia Yeji. Siapa lagi yang akan memanggilku semembahana itu.
"Mana lo, astaga?!" Dia masih saja berteriak padahal aku ada di antrian menuju lorong laboratorium. Berisik sekali dia sampai aku juga jadi pusat perhatian.
Tanpa menjawab lagi, aku lekas menuju di depannya. Cukup lelah karena ini pagi yang padat.
"Ikut gua ke Kak Yeonjun," pintanya menarik tanganku. Aku hendak menolak tapi tidak punya alasan.
"Di kelas?" tanyaku memastikan.
"Iya, lah. Di mana lagi?"
Huh, padahal aku baru saja dari kelas barusan. Aku bimbingan, dia tidak. Jadwal kami berbeda.
"Permisi, kak. Kak Yeonjunnya ada?" Yeji memasukkan kepalanya ke dalam kelas. Aku masih utuh berdiri di luar.
"Ayo, Li." Tangannya kembali menarik tanganku.
Tibalah kami di sebuah gerombolan siswa kelas ini. Setelah aku selidiki, ini bukan hanya siswa kelas ini. Siswa kelas sebelah juga.
"Gercep juga lo. Nih, uangnya mana?" Keduanya melakukan transaksi. Sepertinya Kak Yeonjun punya bisnis online dan Yeji membeli barangnya. Kira-kira apa, ya?
Di sela-sela aku menebak isi kotak hitam itu, aku melirik sebuah buku bimbingan yang mana ada kertas binder sedikit keluar dari lembaran buku itu. Itu kertas binderku. Aku sudah menandainya kemarin. Apa dia sudah menyadarinya?
"Apa nih, Bi—
"Bukan." —dia langsung menarik buku bimbingannya kala seseorang yang duduk di sampingnya sedikit menarik binder itu.
Ah, berarti dia menyadarinya? Astaga, jantungku berdegup kencang sekarang! Aku takut ketahuan!
"Jun, gua balik, ya," pamit Kak Soobin berdiri sambil membawa bukunya.
"Oh, iya, Bin. Tiati," balas Kak Yeonjun tanpa melirik ke arahnya. Aku yang mengarahkan pandangan pada Kak Soobin pun mendapat perhatiannya. Dia melirikku seperti biasanya. Masih sinis.
Tatapanku terus mengarah pada buku bimbingannya itu. Dia akan menyimpan binder itu? Atau malah.. membuangnya? Hmm, tapi dia tidak membiarkan orang lain menyentuhnya.
"Napa lo senyam-senyum begitu?" heran Yeji sampai orang sekitar melirikku.
"Apa 'sih? Siapa yang senyam-senyum?" sanggahku karena risih sekali orang lain menatapku sebegitunya.
"Eh, bener? Lo punya masalah sama Soobin?" Kak Yeonjun menanyaiku. Tapi teman-temannya yang bergerombol ini sepertinya memilih untuk tidak peduli.
"Mana saya tau, kak. Saya aja jarang bicara sama dia, mau punya masalah gimana?" balasku yang sebenarnya masih bingung mengapa Kak Soobin masih saja bersikap begitu padaku.
"Tadi padahal dia ketawa-ketawa asik di sini. Ada lo masuk, langsung diem dan sekarang malah cabut," kata Kak Yeonjun sedikit menoleh ke belakang di mana terlihat pintu kelas sebelah yang terbuka.
"Ga tau, kak." Aku juga pasrah diperlakukan seperti ini. Mau ikut campur, takut tambah masalah.
"Yaudah, thanks, ya, kak. Gua coba dulu," ucap Yeji mengangkat kotak hitamnya.
"Yoi, reviewnya kirim ke gua aja. Nanti biar gua kirim lagi ke kakaknya," ujar Kak Yeonjun mendapatkan jempol dari Yeji.
Berikutnya, kami pun keluar dari kelas itu. Masih normal. Semakin lama berinteraksi dengan kakak kelas walau hanya saat bimbingan, semakin lunak pandangan mereka pada kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yeah, Alright ft. Lia ITZY
FanfictionKami asing, tidak mengenal satu sama lain. Terpaksa bertemu setiap hari di planet yang sama membuatku ingin menyingkirkannya. Nyatanya, aku yang menjadi bulan dan dia buminya. Itulah mengapa di dunia ada karma. Yeah, Alright. Setiap masalah pasti ad...