Angin berhembus pelan menyapu dedaunan di pinggir sungai. Jalanan yang baru dibangun khusus untuk pengunjung ini sedang sepi karena ada pada hari kerja.
Seseorang tinggi di sampingku mengajakku ke mari. Kalau bukan karenanya, aku tidak akan pernah ke tempat ini.
"Mama bahagia banget ketemu Kak Soobin lagi," ucapku dan dia tertawa ringan.
"Aku kaget waktu tiba-tiba dipeluk," ujarnya membuatku tertawa juga. Aku lihat wajah terkejutnya tadi.
Berikutnya, kami diam. Aku tidak terpikir topik. Dia pun tampak melihat sekitar seakan menganalisanya. Aku penasaran, apa yang ada di pikirannya?
"Beneran, Jeno cuma saudara jauh kamu?" Dia bertanya menoleh ke arahku. Ah, dia memikirkan itu.
"Bener, kak. Dia cuma ngaku-ngaku doang. Malesin memang," kesalku menendang udara yang kuharap itu Jeno.
"Kalian pernah dekat dulunya?"
Ya, kami memang pernah dekat. Namun aku tidak pernah sedikit pun menaruh hati padanya. Pun dia tidak pernah secara jelas mengatakan bahwa dia menyukaiku.
"Ohh." Pandangannya beralih ke seberang sungai di mana ada tanah kosong yang belum dibangun apapun.
"Besok di sana bakal ditanami pepohonan sama bunga. Juga ada kejutan yang ga boleh aku kasih tau ke masyarakat umum."
Respon, tanganku menyenggolnya. Berusaha untuk tidak tertawa dan melihat ke arah lain.
"Aku masyarakat umum?" tanyaku. Yang kudengar malah tawa, tawa kecilnya yang ringan dan lewat dengan sopan di telingaku.
"Secara keseluruhan, iya." Perlahan, aku menoleh ke arahnya.
"Tapi secara khusus.." Mataku mulai melirik sinis ke arahnya. Apa yang akan dia katakan sebentar lagi?
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya meniruku saat menemui seseorang di luar ruanganku.
"Ih, bikin kesel, deh." Namun dia tertawa lagi. Langkahku bergerak lebih cepat. Tentu saja bisa disusul dengan mudah olehnya.
"Secara khusus, kamu calon istriku," ucapnya sambil melihat wajahku. Ingin terbang tapi sudah lelah dibikin terbang terus.
Mungkin karena keadaan berubah cukup banyak, kami menjadi lebih canggung dari sebelumnya. Aku tidak bisa membuat topik begitu saja, dia pun lebih banyak diam.
"Ngomong-ngomong, Dongpyo ga marah pernikahannya ditunda satu tahun lagi?"
Ah, benar. Aku menggeleng sesuai kenyataan. Adikku itu, walau dia agak kesal, dia puas akhirnya aku punya pasangan.
"Dia udah tunggu masa-masa ini dari lama. Jadi dia masih bisa maafin," ujarku tersenyum bersyukur memiliki adik sepertinya. Dia peduli dan pengertian pada kakaknya.
"Jadi, gimana menurut kamu?"
Dia menunjukkan hasil pekerjaannya. Awalnya aku tidak tahu apa ini. Tapi begitu aku melihat ke seberang sungai lagi, aku tahu tempat itu.
"Kak Soobin bisa aja." Tanganku mendorongnya—
"E-eh!" —dan hampir saja tab yang dia pegang terjatuh.
"Fuhh, ada proyek lain juga di sini, dek. Kalau jatuh, rusak, kita juga bisa tunda satu tahun lagi. Kasihan, Dongpyo," ucapnya membuatku berpaling sebentar. Ternyata dia bekerja sebagai arsitek lingkungan. Desainnya bisa dijual seharga jutaan.
"Hehe, maaf, kak." Dia berdehem mengakibatkan dimplenya terlihat.
"Aku dari dulu pengen banget." Puk! —mainin pipi Kak Soobin seperti aku memainkan pipi Dongpyo. Ternyata empuk, pipi Kak Soobin empuk. Dimplenya dalam sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yeah, Alright ft. Lia ITZY
FanfictionKami asing, tidak mengenal satu sama lain. Terpaksa bertemu setiap hari di planet yang sama membuatku ingin menyingkirkannya. Nyatanya, aku yang menjadi bulan dan dia buminya. Itulah mengapa di dunia ada karma. Yeah, Alright. Setiap masalah pasti ad...