rumah ian

0 0 0
                                    

Isa, ian, juan dan hana sudah sampai di kediaman eltar. Tidak di sangka kalau dalamnya seluas ini padahal dari luar rumah ini terlihat minimalis dan modern. Interior rumah berwarna putih memberi kesan elegan setiap mata memandang.

Benar kata ian rumah ini sepi hanya ada ART dan tukang kebun rumahnya. "Ehh den ian udah pulang" ucap seorang wanita paruh baya yang menghampiri mereka. Ian tersenyum lalu mencium tangan wanita itu, sebagai bentuk hormatnya pada yang lebih tua, "udh bi ini temen-temen ian kalau mereka mau apa-apa tolong di buatin yaa, ian ke atas dulu ya bi"

"Iyo monggo Den" (iya silakan den)

Isa, juan dan hana kembali mengikuti langkah kaki tuan rumah, mereka berjalan ke lantai 2 ian menunjukan 1 pintu berwarna hitam bertulisan 'free room' ian membuka ruangan itu dan mempersilahkan semua temannya masuk. "Disini aja yaa"

Ruangan itu luas ada sofa, karpet, tv, ac, toilet bahkan balkon pun ada. "Wawww" hana berdecak kagum, sejak mereka masuk sampai sekarang ia tak henti memuji rumah ian. "Mingkem han" juan mengangkat dagu hana agar mulutnya tertutup.

"Gue ke kamar bentar" ucap ian lalu beranjak pergi dari ambang pintu.

Isa, juan dan hana menaruh barang di satu tempat, mereka berkeliling melihat interior rumah. Isa membuka pintu menuju balkon lalu di ikutin oleh hana di belakangannya. Hana merentangkan tangannya merasakan angin sejuk bersentuhan dengan kulitnya "Adem banget" Isa pun merasakan hal yang sama. 

Tidak lama setelah ian pergi ia kembali dengan beberapa lembar uang, "juan tolong turun dong, tadi gue deliv makanan" juan yang di sodorkan uang itu langsung menoleh, "buset belum ngapa-ngapain udah makan aja, okee gas" juan menerima uang itu dan langsung turun.

"Han temenin juan ya.. Gue beli banyak tadi" ucapan ian langsung di angguki oleh hana lalu ia benar benar pergi. Suasanya tiba-tiba berubah, Tersisa isa dan ian di sini. Untuk menghindari rasa canggung ian berjalan menuju lemari lemari di sekitar ia memang ingin mencari sesuatu tadinya.

Ian terlihat kebingungan di sana ia membuka semua laci satu per satu sambil berharap barang itu bisa ia temukan. "Lo nyari apa sih?" tanya isa. "Hmm.. Itu barang, kecil" isa mengerutkan dahi

"Barang kecil bisa di pake" isa semakin bingung, apa barang kecil yang bisa di pakai? Jepit rambut? Jam tangan? Atau apa? "Coba sebut aja barangnya"

Ian menghela napas lalu membalikkan badannya, "pin polisi" ucap ian sedikit berbisik. "Oh.. Daritadi kek ini bukan?" isa menunjukan sebuah pin di tangannya. Ian berjalan ke arah isa berdiri dengan ekspresi yang berbeda dari sebelumnya.

"Lo nemu Dimana?"

"Disitu isa" menunjuk meja kecil di dekatnya

"Gue udah panik banget ini hilang, btw ingat gak kemarin gue ada liatin saku gue ke dua penculik itu terus mereka Panik" isa memutar memori semalam

"Di saku lo ada pin Itu?" tepat sasaran, ian mengangguk cepat. "Hebat kan gue hahaha" 

"Yaa bener sih, tapi lo dapat pin itu darimana?" tanya isa, ian sedikit tersenyum lalu menjawab "ayah gue polisi semenjak udah gak ada pin nya gue yang simpan"

"Udah ah gue gak mau flashback banyak banyak gue ke kamar dulu ya bye" ucap ian lalu berlari keluar ruangan.

Simpen Aja Dulu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang