"Wangi banget aroma nya, lagi masak apa?" aroma sedap dari dapur mengundang dayyan untuk datang.
"Udang asam manis" jawab isa tanpa menoleh sedikit pun pada lawan bicaranya. Dayyan tersenyum lebar saat makanan kesukaannya di sebut, "favorite guee" dayyan duduk di kursi terdekat dengan keberadaan nesya.
"Iyaa gue tau kok, nanti cobain yaa review jujur!"
"Oke masak yang enak yaa... Sekalian buat persiapan masa depan" Dayyan tersenyum menampilkan giginya sedangkan nesya malah terdiam disana. "Apa sih day udah deh" nesya mematikan kompor lalu duduk di hadapan dayyan sambil berinteraksi dengan bawang.
"Hahaha iya iyaa, kapan sih lo mau buka hati buat gue?" pertanyaan itu sukses mencuri perhatian nesya, "Ya sampe gua mau"
Dayyan bersandar pada kursi lalu melipat kedua tangannya, "Gue capek lo nunggunya kok disini cuma gue ya yang berjuang tanpa kepastian lagi tapi gpp gua gak akan nyerah sampe gua bisa dapetin lo"
"Sampe lo bisa dapetin gue?"
Dayyan mengangguk sekali, "Sampe lo bisa jadi milik gue, sampe kita nikah"
"Dayyan kita masih SMA, gue heran banget kenapa lo bisa seyakin ini?" jawaban dari pertanyaan ini lah yang sejak dulu ia nanti.
"Nes, kita udah saling kenal sejak kecil, kita tumbuh dewasa bareng masa sulit lo sulitnya gua juga. Lo sharing semua ke gue dan gue ga pernah cape buat cari cara buat bikin lo ngerasa lebih baik. Prinsip gue bisa jadi tameng buat lo nes. Sebanyak apapun julukan sampe yang tukang cabut rumput pun gue gak pernah marah kan, gue tetap sayang sama lo"
Nesya menunduk mendengarkan semua yang dayyan katakan, ada rasa bersalah di dalam sana. Setidak peka itu ia dengan orang yang bener-benar menghargainya? Apa itu terdengar jahat? "Maaf, gue se gak peka itu sama lo"
Dayyan tersenyum lalu kembali berbicara, "gpp nes perlahan tapi pasti, udah lanjutin masaknya di tunggu... Semangat cantik" setelah kalimat terakhir dayyan nesya memutuskan bangkit dari kursi menuju kompor untuk melanjutkan masaknya. "Makasih.." nesya tersenyum.
Dayyan sadar sedari tadi nesya selalu berperang dengan rambutnya yang terurai, berkali-kali nesya mengingkirkan poni dan rambut yang menghalangi pandanganya. Dayyan ingat ada jedai rambut di dalam kantong hoodienya. Dayyan langsung jalan dan berhenti tepat di belakang nesya.
"Bentar bentar" nesya merasakan tangan dayyan berkutik dengan rambutnya, dayyan merapikan rambutnya dan menjepitnya entah darimana ia temukan jedai itu. "Gak risih apa lagi masak rambutnya terurai?"
"...."
"Nah gini kan cantik, ehh gak deng lo gimana pun tetap keliatan cantik di mata gue" nesya tersenyum simpul.
"CUT!" suara teriakan dari ambang pintu sukses membuat dayyan dan nesya terkejut di buatnya. Siapa lagi kalau bukan ulah jeri. Di ambang pintu ada jeri dan widan dengan kaca mata hitam yang mereka gunakan. Sebenarnya jeri maupun dayyan sudah mendengar percakapan kedua orang ini sejak tadi tapi mereka memutuskan diam agar tidak merusak skenario.
"Dek.. Cinta gak selamanya indah dek" Widan meledek dayyan
Jeri tepuk tangan, "okee!!! Great job semua waktunya istirahat, terima kasih atas kerja kerasnya. Kambing gue ayok balik udah cukup untuk confess nya hari ini dan neng nesya mohon keputusannya di segerakan kasian temen saya di jemur mulu sejak jaman Mesolitikum. Dia nunggu kepastian lo kaya nunggu kucing jalan pake 2 kaki agak impossible gimana gitu.. Tapi untungnya dia te—" belum selesai jeri berdialog mulutnya langsung di bekap oleh dayyan.
"Shttt... Udah udah ayo balik ngegame" ketus dayyan dengan tangan kanan membekap mulut jeri dan tangan kiri menarik lengan Widan pergi menjauh dari dapur.