Widan dan isa sudah tiba di kediaman sekitar 25 menit yang lalu, kedua kini sedang duduk di ruang keluarga sambil mendengar semua cerita isa. Dari semua yang isa ceritakan, Widan bahkan tidak percaya kalau ian melakukan hal ini.
Widan tau ian benar-benar mencintai kakaknya bahkan semenjak mereka semua masih SMA. Widan tau apa saja yang ian lakukan demi kakaknya. Widan menolak percaya.
Tangis isa mulai mereda, mata sembabnya itu bisa menyaingi tomat. Sesekali isa mengurut pelipisnya, ia pasti merasa pusing sekarang.
"Yaudah gitu aja, gue mau istirahat."
Widan mengangguk, "iya silakan, kalau butuh apa-apa ke gue aja," Widan menatap punggung kakak satu-satunya itu sampai menghilang termakan pintu.
Widan menghela napas sambil menyandarkan dirinya, "ini gak mungkin tanpa alasan, gue benci liat kak isa nangis."
