"Kak ian kenapa?" yera menangis , masih terbayang jelas tubuh tak berdaya yang sudah tidak sadarkan diri dan sedikit berselimut darah. Apa yang akan ia katakan kepada ibunya?
Kini mereka berada di depan ruang UGD, di dalam ian sedang di tangani oleh beberapa perawat. Bukan pusing dengan perilaku ian, yenan lebih memikirkan apa yang membuat ian sekacau ini? Yenan tau ian bukan orang yang lemah. Ian bilang ia dan isa baik-baik saja tapi yenan percaya kalau semua ini pasti ada sangkut paut pada isa.
Yenan mendekati yera, mencoba menenangkan adik sahabatnya ini. "Yera tau kak ian merokok?"
"Gak, yera gak pernah liat kak ian merokok," yera masih menangis di tempat.
Ian sebagai anak pertama yang punya tanggung jawab atas ibu dan adik perempuannya. Tak jarang ia diam-diam berkerja untuk menambah tabungan daruratnya setiap saat. Diam-diam ian memendam semua keluh kesah dan ini yang terjadi saat ia lelah menutupi segalanya.
Yenan menepuk punggung dan pucuk kepala yera berkali-kali, "pulang yok, yer! kita bersihin kamar ian," ajak yenan.
Yera mengangguk sebagai jawabannya.
