Langit sudah mulai gelap, ian tidak akan membiarkan isa pulang sendiri terlebih bunda ian yang memang mewanti-wanti ian untuk jagain isa sampai tujuan.
"Mau mampir dulu?" tawar isa seperti biasanya.
"Lain kali aja sa gak baik bertamu malam malam kalau gak ada janji"
"Yaudah gue turun, makasih udah nganterin" ian tersenyum sambil sedikit mengangguk.
Ian menoleh ke arah pagar rumah isa tapi kalau ini ia malah salah fokus pada orang yang berdiri di balkon rumah, bener itu widan. Widan sedang berdiri sambil melipat kedua lengannya, Widan terus menatap ian tanpa henti sambil memamerkan ekspresi meledeknya.
Jika boleh jujur ia masih tidak percaya kalau selama ini ian curhat atau bahkan meminta saran kepada calon adik ipar nya. Bisa di bilang widan adalah saksi dari semua perbucinan ian.
Melihat widan, ian langsung menaikkan kaca mobilnya lagi lalu berjalan pergi lain halnya dengan widan yang malah tertawa terbahak-bahak disana.
"Terharu gue liat, semoga kalian happy ending ya"