capt 39

38 4 0
                                    

Malam hari tepat pukul 23.00, suasana rumah kediaman Jeno & Hisa terlihat hening & gelap. Di sebuah ruangan yang remang dengan cahaya lampu malam terlihat sebuah gerakkan halus dari balik selimut. Sebuah tangan milik Jeno terlihat tengah meraba-raba permukaan sisi ranjang kosong yang biasanya di huni istrinya.

Dengan mata yang berat karena mengantuk ia memutar kepalanya ke arah sisi ranjang kosong tersebut, kemudian menyibakkan kain selimut yang sempat menutupi tubuhnya lalu menurunkan kedua kakinya dari atas ranjang melangkah menuju arah pintu kamar mandi.

Jeno mengetuk papan pintu. "An-e iss-eo, Beibi?" (apa kau di dalam, sayang?) panggilnya, dengan suara berat & mata terpejam mengantuk.

Tak ada jawaban terdengar dari dalam, hingga suara barang jatuh berhasil mengejutkan mata & telinga Jeno. Karena panik & takut terjadi hal yang tak di inginkan, ia pun mengambil inisiatif untuk mendobrak pintu yang kini terkunci dari dalam tersebut.

Setelah pintu berhasil terbuka lebar, Jeno langsung saja berlari & berjongkok menghampiri Hisa yang tengah terduduk di samping bathtube sambil memasang wajah kagetnya.

"Beibi, are you ok?!" Jeno memeriksa tubuh istrinya dengan ekspresi begitu panik.

"Hm." gumam Hisa dengan wajah kebingungan melihat sikap suaminya.

Pandangan Jeno pun jatuh ke arah ponsel di tangan Hisa yang tengah memutar sebuah adegan drama. "Apa yang kau lakukan sayang? Kenapa kau menonton drama di dalam kamar mandi malam-malam begini?"

"Di kamar panas sekali." jawabnya ringan.

"Oh astaga..." Jeno memegangi dahinya, merespons tingkah absurd sang istri yang selalu berulah semenjak mengandung. "Kau pikir untuk apa aku membeli rumah semewah ini jika tak ada pendingin ruangannya?!"

"Kau kan tidak suka ruangan bersuhu terlalu dingin."

Jeno yang tak habis pikir dengan segala tingkah istrinya itu hanya bisa menghela nafas menahan segala emosi batinnya. "Ya sudah kalau begitu, ayo sini!" ia memangku tubuh Hisa untuk keluar dari sana & kembali ke kamar.

Saat tengah dalam gendongan Jeno, Hisa pun kembali bertingkah saat melihat dada bidang kekar sang suami dari balik celah piyama yang tak terkancing rapi.
Langkah Jeno seketika terhenti sejenak dengan pandangan terbuka lebar saat merasakan kecupan lembut menyentuh permukaan kulit dadanya secara tiba-tiba. Untuk beberapa detik ia tertegun, namun tak lama kemudian ia mencoba menyadarkan kembali pikirannya yang sempat terhenti sejenak.

Ia kemudian membaringkan tubuh Hisa di atas kasur. Baru saja hendak mengangkat tubuhnya tegak, sang istri kembali berulah dengan mengeratkan kedua lingkaran tangannya di leher Jeno.

"Aku suka aroma tubuhmu." Hisa mengendus area leher & bahu suaminya.

"Apa ini? Kenapa kau bertingkah seperti ini tiba-tiba?"

Dengan ke sabaran yang mulai di ambang batas, Jeno bersusah payah menahan godaan yang terus mendesaknya. Kedua matanya terlihat memejam rapat-rapat mencoba mempertahankan ke warasannya tetap hidup.

Sebuah helaan nafas frustasi ia hembuskan tipis-tipis di belakang istrinya. "Appa heroes are hungry, huh?" Jeno mencoba mengalihkan pikirannya, "nandeshou? Biar Appa belikan, mumpung Appa belum tidur." (mau apa?)

Hisa menggelengkan kepalanya cepat. "Mereka tidak mau apa-apa Appa..." balas Hisa, "I think, they just want to kiss."

"K-kiseu?!" Jeno seketika mengurai lingkaran tangan Hisa dari lehernya.

"Waeyo? You don't want?" (kenapa?)

"O-oh, tentu saja tidak. Yeogi." (sini) Jeno agak takut.

APHRODITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang