***
Setelah kejadian peneroran yang di alami Hisa, Ia harus berjuang dengan PTSD yang kini di idapnya. Di awal-awal perjuangan memanglah berat untuk Ia hadapi hingga seiring berjalannya waktu Hisa mulai dapat mengontrolnya sedikit demi sedikit berkat dukungan orang-orang terdekatnya yang selalu tak hentinya memberi support & doa yang tak ada putusnya, membuat Hisa kembali semangat dalam beraktifitas meski tak seperti dulu.
Demi menjaga kestabilan emosi & stres yang di alami Hisa, sang kakak yang tidak lain adalah Issa, selalu mngajaknya melakukan aktifitas fisik yang beberapa minggu ini sering mereka lakukan.
Setiap pagi di hari libur, Issa akan mengajak adiknya untuk pergi berjogging di sekitar bantaran sungai yang berada di pusat Kota X. Meski terkesan tak meminati hal tersebut, namun itu sangat membantu membuat kualitas tidur & mental Hisa yang sebelumnya berantakan menjadi lebih tertata karnanya.
Selain demi kesehatan mental sang adik, Issa juga membantu memulihkan kepercayaan diri Hisa untuk siap mengahadapi hari bahagianya bersama Jeno yang tinggal beberapa bulan lagi akan di gelar secara privat.
Suara cicitan burung mengantar suasana pagi yang begitu damai di kompleks perumahan elite di daerah kota X. Pagi itu embun masih terlihat membasahi dedaunan yang ada di halaman belakang rumah kediaman kedua orang tua Hisa.
"ya! Hisaya.. Ayo cepat bangun!". Issa menyibakkan selimut yang terlihat menggulung tubuh adiknya yang masih pulas tertidur.
Alih-alih bangun, Hisa justru membalikan tubuhnya memunggungi sang kakak yang sudah siap dengan pakaian olahraga lengkap. "5 menit lagi..". Gumamnya dengan suara berat mengantuk.
Karna kebiasaan displinnya saat di camp, tanpa basa-basi Issa naik ke atas ranjang sang adik kemudian menarik tubuh Hisa bangun dari ranjangnya. Bak menarik boneka Hisa seketika dibuat tersadar dari rasa kantuknya.
"ya! Bisa pelan tidak?! Aku bukan binatang tau!". Bentak Hisa dengan rambut berantakan.
Seketika pagi damai itu berubah gaduh di kediaman Jun. Suara nyaring dari kamar Hisa membuat kedua orang tuanya terbangun karna teriakan dari sang bungsu.
Jun yang terpaksa membuka kedua matanya yang masih berat itu kemudian menghembuskan nafas kasar saat mendengar keributan yang di buat kedua anaknya di pagi buta ini. "apalagi sekarang..?!".
Jun kemudian turun dari ranjangnya & berjalan menuju kegaduhan yang dibuat kedua anaknya dengan mata masih berat & wajah berantakan. Begitu Ia membuka pintu kamar Hisa, Jun sudah di suguhi perang mulut kedua anaknya disana.
"kau itu harus disiplin, saat menikah nanti memangnya kau mau terus tidur seperti orang mati ?!".
"aku bilang kan 5 menit lagi ! Lagi pula ini masih pagi-pagi buta bahkan matahari saja masih di selimuti awan, lihat!". Hisa membuka gorden yang menutupi jendela kamarnya yang memperlihatkan suasana pagi yang berkabut di luar.
Jun yang menyaksikan itu mengusap wajahnya dengan frustasi, lalu masuk untuk menghampiri kedua anaknya di dalam. "tidak bisakah kalian untuk tidak berteriak di pagi buta begini? Kalian mau Appa di usir tetangga karna ulah kalian ini ?!".
Mereka seketika tertunduk diam setelah Jun memprotes tingkah mereka yang membuatnya benar-benar lelah. "Mian Appa". Ucap mereka bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
APHRODITE
Fiksi Penggemar[18+] beberapa bagian akan mengandung unsur 18+. Tidak ada maksud menjatuhkan atau melecehkan. Harap bijak dalam menanggapi & bersikap. Katanya kalo cewek cowok selalu gak akur itu tandanya mereka belahan jiwa di masa lalu, dan akan jadi pasangan ba...