***
Cahaya pagi hari mulai menyapa salah satu kawasan hunian elite yang ada di Kota X. Di sebuah halaman belakang, terlihat Hisa baru saja selesai melakukan peregangan setelah kegiatan melatih otot-ototnya. Sementara itu dari arah dalam rumah, dengan pakaian rapi & jas putih yang di tenteng di sebelah tangannya Jeno terlihat menuruni tangga. Langkahnya terhenti saat menangkap sosok istrinya dari arah kaca luar beranda yang mengarah ke halaman belakang.
Sebuah senyum manis kini menghiasi wajah tampannya, ia kemudian membawa langkahnya berbelok ke arah luar teras halaman belakang.
"Anyeong!" (hai!) Jeno memeluk tubuh penuh keringat Hisa dari belakang.
Hisa hanya tersenyum sambil memegang sisi wajah suaminya yang kini bertengger di atas pundaknya. Kemudian Jeno membalasnya dengan sebuah kecupan di pipi.
"Minggir sana. Nanti kemejamu bau keringat!"
Alih-alih menurut, Jeno justru makin mengeratkan pelukannya. Tiba-tiba raut wajah Jeno berubah saat kedua tangannya merasakan diameter perut Hisa terasa kian berisi & keras.
"Jamkkan!" (tunggu dulu) Jeno mengurai pelukannya langsung, kemudian memutar tubuh Hisa menghadapnya, "kenpa makin hari perutmu terasa makin keras & berisi?"
Mereka pun merunduk & memperhatikan permukaan perut Hisa yang memang agak terlihat kembung, di balik pakaian olahraganya yang agak ketat.
Hisa kembali mengangkat pandangannya ke hadapan Jeno, "Mungkin ini karena akhir-akhir ini aku sering makan makanan yang berlemak tinggi."
Dengan segala pikiran penasarannya, Jeno menyentuh permukaan perut Hisa kembali. Tiba-tiba ia merasakan sebuah pergerakkan halus yang tak begitu jelas terasa di telapak tangannya, namun berhasil membuatnya terkejut bukan main.
"Hei?!" serunya begitu heboh, dengan kedua pandangan terbuka lebar-lebar.
Hisa ikut terkejut, "Nani?!" (apa sih?!)
"A-apa itu tadi?!" Jeno mengangkat pandangannya bulat-bulat ke arah istrinya. "I-I felt something!"
"Apa maksudmu?!" Hisa terlihat begitu panik dengan ke hebohan suaminya.
"Aku-aku merasakan sesuatu bergerak di dalam perutmu, mirip seperti getaran kecil!"
"Jinjja?!" (serius?!) Hisa meraba-raba permukaan perutnya, namun ia tak merasakan apapun seperti yang di katakan Jeno, "kau sedang menjahiliku ya?" ia mendelik karena merasa sedang di usili.
"No, ini serius!"
"Tapi, aku tidak merasakan apapun yang kau katakan!"
Jeno kembali meraba-raba perut Hisa untuk memastikan. & benar saja kali ini tak ada sesuatu yang di rasakan telapak tangannya.
"Ah, benar ternyata. Mungkin tadi cuma perasaanku saja." Jeno kemudian melirik arlojinya, "kalau begitu aku berangkat dulu!" ia lalu mencium kening Hisa. "Jaga dirimu, semoga harimu menyenangkan."
Hisa pun mengangguk & tersenyum, "Gomawo. Hati-hati di jalan." (makasih)
Sepeninggal suaminya, tiba-tiba sebuah pesan chat dari ibunya masuk. Dalam chat itu, Shiho sang ibu memintanya datang ke rumah karena kakak laki-laki Hisa yaitu Issa, baru saja kembali beberapa hari yang lalu dari tugas Negara. Tanpa banyak bicara Hisa pun segera bersiap untuk pergi menemui orang tua & kakaknya.
Setelah memakan waktu beberapa lama di perjalanan, ia kini telah sampai di depan pintu rumah kedua orang tuanya & langsung masuk ke dalam. Begitu menginjakkan kaki di sana, Hisa sudah di suguhkan dengan pemandangan ibu & kakaknya yang tengah sibuk membuka paper bag belanjaan yang terlihat hampir memenuhi meja.
"Ini... ada apa?" Hisa mulai membuka suara.
Ibu & kakak laki-lakinya langsung menoleh ke arah Hisa berada.
"Kau sudah datang sayang?" Shiho segera berdiri & menghampiri anak perempuannya. Mereka pun saling peluk satu sama lain.
"Ya! Lihat! Aku bawa apa untukmu?!" Issa menunjukkan sebuah kotak berisi makanan yang ia beli dari tempat tugasnya.
Raut wajah Hisa seketika berubah saat melihat kotak berisi makanan yang sebelumnya selalu jadi favoritnya sejak kecil. Rasa mual tiba-tiba datang mendesak perutnya di sertai rasa pusing yang beriringan datang menyerang, padahal sebelumnya ia amat baik-baik saja.
"Aku bawa ke sana, ya?!" Issa terlihat antusias menghampiri sang adik.
"J-jangan Oppa!" tolak Hisa tiba-tiba, "keep it away from me!" ia mundur satu langkah dari sisi ibunya.
Shiho mengernyit heran, "Nande, honey?" (kenapa, sayang?)
"Kau tidak mau terima kasih sayang dari Oppa-mu ini, ya? Haissh... keterlaluan!" Issa merasa kecewa.
"B-bukan, bukan begitu Oppa! Aku hanya...,"
"Ja nani?! Kau pasti diet lagi, untuk apa?" (terus apa?) Issa mendelik, "bahkan Jeno saja tidak pernah suka kau diet! Sa, tabemashou. Sasemasu!" (nih, ayo makan.aku suapin) Issa menyumpit makanan itu, kemudian menyuapi Hisa dengan penuh pemaksaan.
Seketika perasaan mual Hisa makin menjadi & makin tak tertahan kan lagi, begitu makanan itu mendarat di dalam mulutnya. Ia lalu berlari menuju dapur untuk mengeluarkan rasa mualnya ke dalam wastafel.
Issa & ibunya saling lempar tatapan bingung melihat apa yang terjadi pada Hisa. Karena cemas, mereka pun segera menghampirinya yang masih sibuk mengeluarkan seluruh isi perutnya di sana.
"Are you ok?" tanya sang ibu, sambil mengelus punggung Hisa.
Hisa mendongak sejenak setelah membersihkan mulutnya, karena merasa lelah setelah mengeluarkan rasa mualnya.
"Kau sakit?" tanya Issa.
"Aku juga tidak tahu. Tapi akhir-akhir ini aku sering sekali pusing & mual, setiap melihat atau mencium bau makanan ke sukaan ku sendiri,"
Issa mengernyit, "Aneh sekali."
"Apa kau sudah memeriksakan dirimu ke Dokter, sayang?"
Hisa menggeleng, "Belum."
"Sepertinya ini bukan penyakit,"
"Maksud Eomma?!" Issa merasa bingung.
"Menurut pengalaman Eomma, sepertinya kau mengalami morning sickness."
"Maksud Eomma, aku hamil?!" Hisa begitu terkejut.
Shiho mengangguk, "Tapi, itu baru ke mungkinan saja. Untuk lebih jelasnya lebih baik, kau segera periksakan dirimu ke Rumah Sakit, Honey."
"Woah...! Akhirnya aku akan jadi Paman!" Issa begitu terlihat senang, "bagaimana kalau sekarang saja kita bawa Hisa ke Rumah Sakit?"
"Oppa kenapa sih? Mana mungkin aku hamil, lagi pula bisa saja ini pengaruh dari hal lain, kan?!"
"Kau ini benar-benar ya...," Issa merapatkan giginya karena gemas dengan sikap adiknya yang keras kepala, "Eomma itu hidup sebagai wanita lebih dulu di banding kau, tahu!"
"Iya, iya... nanti aku ke Rumah Sakit bersama Jeno!" ucap Hisa malas.
Siang berlalu dengan cepat & berganti menjadi senja. Saat tengah membantu ibunya menyiapkan makan malam, tiba-tiba suara bel terdengar memekak memenuhi seisi rumah.
"Sayang, bisa tolong kau lihat siapa yang datang?"
"Baiklah."
Hisa pun segera berjalan menuju arah pintu utama untuk melihat siapa yang datang. Begitu pintu terbuka, sosok pria dengan senyum eye smile maut kini tengah berdiri di sana.
"Anyeong, Baby!" sapa Jeno.
Hisa pun tersenyum kemudian segera menghambur memeluk & mencium laki-laki tersayangnya itu.
"Siapa itu, Honey?!" Shiho pun muncul & menghampiri mereka, "Jeno?"
"Apa kabar Eomma?!" sapa Jeno, mereka pun saling berpelukan.
"Baik, ayo masuk! Kita makan malam bersama," ajak Shiho.
"Ngg... lain kali saja Eomma," tolak Jeno penuh senyum. "aku kemari cuma mau menjemput Hisa saja!"
Dari arah belakang, Issa terlihat celingukkan melihat ibu & adiknya yang berderet di mulut pintu. Karena penasaran ia pun membawa langkahnya ke arah mereka.
"Jeno?"
Jeno menoleh ke arah belakang mertua & istrinya. "Oh, Hyeong. Kau sudah kembali rupanya?"
"Kenapa tidak masuk?"
"Ah, lain kali saja."
"Baiklah kalau begitu. Kami pamit dulu ya. Eomma, Oppa!"
"Ya sudah kalau begitu, hati-hati."
"We are waiting for the good news, uli young Mommy!" ujar Issa.
Mendengar itu Jeno pun mengernyit penuh tanda tanya & rasa penasaran.
Kemudian..
Sepanjang perjalanan menuju rumah, sambil menyetir Jeno tak hentinya terus memikirkan maksud perkataan kakak iparnya. Tak mau terus di landa penasaran, akhirnya ia pun bertanya pada istrinya yang saat ini tengah sibuk bermain ponsel.
"Jagiya?!" (sayang?!)
"Hmm?!" gumam Hisa, sambil fokus ke layar ponsel.
"Kenapa Issa Hyeong memanggilmu dengan sebutan young Momm, tadi?!"
"Mereka berpikir kalau aku hamil," ucapnya ringan & santai.
Jeno seketika menginjak rem dengan mendadak, membuat kepala Hisa terantuk jok mobil.
"Haissh... kau ini kenapa sih? Sakit tahu!" gerutu Hisa.
Jeno kemudian meoleh ke samping dengan cepat, "Besok kita ke Rumah Sakit, setelah jadwal operasi ku. Aku akan buat janji dengan Dokter Moon!"
Tiba-tiba saja Jeno terlihat antusias setelah mendengar kata 'hamil' dari istrinya. Hisa hanya tertegun diam dengan ekspresi kaget mengedipkan kedua matanya dengan cepat merespon suaminya.
***
Matahari terlihat teduh menerangi Kota X. Hisa tengah berjalan santai menuju loby Rumah Sakit. Begitu sampai di sana, ia kemudian mengeluarkan ponsel dari tasnya untuk menghubungi Jeno yang saat itu baru selesai dari ruang operasi bersama rekannya yang lain.
"Kenapa sayang?" ucap Jeno, begitu panggilan di terima. "Ah, ok. Tunggu di sana, aku akan turun sekarang!" panggilan pun berakhir.
"Istrimu sakit, Dokter Lee?" Rekan sejawatnya pun merasa penasaran.
"A, an dwae! Kami mau konsultasi dengan Dokter Moon, kalau begitu saya permisi!" (ah, bukan!) Jeno membungkuk hormat & segera berlari kecil menuju arah lift.
Begitu sampai di lantai bawah & bertemu dengan istrinya, Jeno langsung saja membawanya ke Ruangan Dokter Moon yang merupakan Dokter kandungan handal yang ada di Rumah Sakit tersebut. Setibanya di sana, Jeno langsung berinteraksi bersama Dokter Moon dengan akrab, sambil menyampaikan maksud ke datangannya hari itu.
Setelah itu, Hisa langsung di intruksikan untuk berbaring di brankar. Kemudian pemeriksaan pun di laksanakan.
Jeno terlihat begitu harap-harap cemas, begitu monitor yang ada di sana menampilkan penampakkan di dalam kandungan Hisa. Senyum lebar kini terkembang cerah di wajah tampannya begitu melihat janin kecil yang kini tengah meringkung di sana.
"Woah...! Jinjja!?" Jeno menutup mulutnya penuh kagum.
Jeno benar-benar ke habisan kata-kata saking takjubnya begitu melihat calon buah hati kembarnya di dalam monitor. Rona bahagia kini menghiasi dirinya.
"Selamat Dokter Lee, seperti yang anda lihat. Istri anda mengandung janin kembar."
Hisa memerjap kaget, "Kembar? Hontoni?!" (benarkah?!)
Jeno mengangguk sambil tersenyum lebar penuh haru, perasaan mereka terasa campur aduk begitu mendapat kabar bahagia tersebut.
"Kkum kkuneungeo, aniya?!" (aku tidak bermimpi kan?) Hisa yang terbaring menarik-narik tangan Jeno, merasa tak percaya saking bahagianya.
"Tentu saja, ini ke bahagiaan nyata Nyonya Lee!" sahut Dokter Moon penuh ramah.
Hisa menoleh ke arah Jeno dengan wajah kikuk, "Jinjjalo?!" (ini beneran?!)
"Ne, ulineun agileul gajilgeoya!" (ya, kita akan punya bayi kembar) Jeno meyakinkan sang istri dengan senyum cerah penuh bahagia & haru.
Tiba-tiba saja wajah Hisa merengut mendung, pandangannya mulai terlihat membendung air mata. "Aku akan jadi Ibu?!" ia menutup mukanya, mencoba menahan tangis.
"Iya, kau & aku akan jadi calon Orang tua untuk bayi kembar kita mulai dari sekarang." Jeno kemudian memeluk Hisa penuh cinta.
"Jeongmal, kkumman gat ayo!" (rasanya ini benar-benar seperti mimpi) tangisnya seketika pecah di pelukan Jeno.
Semua yang ada di sana pun terbawa suasana haru & bahagia yang kini mereka rasakan, hingga tak hentinya para perawat menyelamati & membujuk Hisa agar tidak terus menangis.
Tak mau menikmati momen bahagia itu sendirian, kini Jeno & Hisa pun memberitahu orang tua, kerabat, & teman mereka masing-masing lewat postingan grup chat. Banyak kata ucapan & doa kini tercurah untuk mereka, & janin kembar yang di kandungan Hisa. Akhirnya babak baru dalam kehidupan mereka sebagai calon orang tua pun di mulai.

KAMU SEDANG MEMBACA
APHRODITE
Fanfiction[18+] beberapa bagian akan mengandung unsur 18+. Tidak ada maksud menjatuhkan atau melecehkan. Harap bijak dalam menanggapi & bersikap. Katanya kalo cewek cowok selalu gak akur itu tandanya mereka belahan jiwa di masa lalu, dan akan jadi pasangan ba...