capt 34

28 5 2
                                    

Beberapa hari setelah perang dingin yang terjadi antara Jeno & Hisa, sepanjang hari Hisa merenungi sikapnya akhir-akhir belakangan yang menurutnya agak berlebihan pada sang suami, yang senantiasa selalu mengalah & mengerti segala kondisi yang teng...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa hari setelah perang dingin yang terjadi antara Jeno & Hisa, sepanjang hari Hisa merenungi sikapnya akhir-akhir belakangan yang menurutnya agak berlebihan pada sang suami, yang senantiasa selalu mengalah & mengerti segala kondisi yang tengah ia alami belakangan terakhir. Hingga suatu pagi di halaman belakang rumahnya, Hisa menghampiri Jeno yang tengah bergelut dengan samsaknya untuk sekedar berolahraga ringan melatih otot-otot tubuhnya yang selalu rutin ia lakukan tiap ada waktu kosong dari jadwalnya sebagai Dokter bedah Ortopedi.

Hisa berniat untuk mengakhiri perangai dinginnya pada sang suami, yang sudah berlangsung beberapa hari belakangan yang hampir membuat rumah tangganya bermasalah. Ia kemudian berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air putih dalam gelas tinggi yang hampir ia isi hingga penuh, kemudian keluar menuju halaman belakang rumah tempat sang suami berada saat ini. Gelas berisi air yang tengah ia bawa itu, ia letakkan di sebuah meja kursi santai yang ada di sana.

"What are you practicing?"

Mendengar suara yang tak asing itu, seketika Jeno menghentikan kegiatan memukulnya sejenak, kemudian menolehkan kepalanya sedikit agak ke belakang. Ia kemudian tersenyum begitu melihat sosok cantik yang akhirnya mau bicara padanya, setelah beberapa hari ia hanya berdiam saja. Dengan wajah yang basah di banjiri keringat ia kemudian membalikkan badannya.

"Are you awake?"

Hisa hanya tersenyum tipis seraya menganggukan kepalanya ringan merespon pertanyaan sang suami. "Aku.. mau minta maaf," Ujarnya dengan agak ragu-ragu.

"Soal apa?"

"Eojee daehae sagwahago sipeo..." (aku mau minta maaf soal kemarin) Jeno menaikkan alisnya menunggu ucapan sang istri hingga tuntas, "neoge gabjagi hwanan nae daehae..,"(soal aku yang tiba-tiba marah padamu) ucapnya dengan pandangan merunduk agak malu.

Jeno hanya mengangguk ringan. "Oh.. tidak masalah, aku mengerti kok." Timpalnya seraya tersenyum manis, membuat perasaan Hisa tenang.

Hisa pun tersenyum lega mendengar sikap yang begitu pengertian dari Jeno. Rasanya sekarang ia makin jatuh cinta pada sosok sang suami, selain tampan & gagah bak Dewa Ares, sikapnya pun begitu lembut & di penuhi cinta. "kau sedang latihan bela diri?". Tanya Hisa seraya celingak-celinguk memperhatikan semua perlengkapan yang ada di sana.

"Ne.. mau belajar?"

Hisa mengernyitkan alis di wajah cantiknya. "Mueoseul wihae?".(untuk apa?)

"Selain sehat.. bela diri membantu tubuh melepas stress & melatih fokus kita,"

"Jinjja?!" (benarkah?!)

"Mullon iya!" (tentu saja)

"Kalau begitu aku mau coba, tunggu sebentar aku mau ganti baju dulu."

"Ok." Jeno tersenyum dengan manisnya.

Setelah beberapa saat kemudian, Hisa pun kembali dengan setelan olahraga lengkap & rambut yang di kuncir tinggi rapi lalu berdiri di depan sang suami.

"Aku sudah siap!" ucapnya di depan Jeno yang tengah minum.

Mata Jeno kemudian menatap mengamati sosok sang istri dari atas hingga bawah, pandangannya pun terhenti pada kedua tangnan Hisa yang polos. "Mana handwrap-mu?" tanya Jeno, saat melihat tangan Hisa yang polos tanpa pelindung atau sarung tangan apapun.

"Handwrap..? Sorehana nandesuka?" (handwrap?apa itu?) Ucapnya bingun.

Jeno tersenyum melihat wajah polos menggemaskan istrinya sekarang. Meski berasal dari Negara & Bahasa yang berbeda juga terkesan bercampur-campur, namun Jeno tetap mengerti semua yang dikatakan sang istri padanya.

"Yeogi, ileohge!" (nih seperti ini!) Jeno menunjukan kedua tangannya yang di balut sebuah kain panjang berwarna putih yang melilit di kedua tangannya.

"Tapi, aku tidak memiliki kain seperti itu."

"Gwaenchanha.. kau bisa pakai punyaku,"

Jeno lalu mengurai kain putih yang terlilit di tangannya, kemudian memasangkannya pada tangan Hisa yang polos tanpa pelindung.

Sementara Jeno sibuk memasang handwrap di tangan istrinya, dengan segala pikiran penasarannya Hisa pun bertanya pada sang suami. "Memangnya, apa gunanya?"

Jeno melirikkan pandangannya sejenak ke arah sang istri. "Kegunaannya adalah, untuk melindungi tangan & menghindari resiko pergeseran tulang saat kita memukul.. & handwrap penting digunakan untuk pemula sepertimu, tahu!" Jelasnya, sambil kembali meneruskan melilitkan kain ke tangan Hisa hingga selesai.

"Algesseoyo..," (oh begitu ya) Hisa mengangguk faham.

"Nah.. ayo kita mulai dengan pemanasan & peregangan terlebih dulu!"

Jeno membimbing sang istri untuk melakukan gerakan pemanasan selama kurang lebih 10 menit.

"Baiklah, sekarang kita belajar menyempurnakan kuda-kudamu dulu,"

Tahap demi tahap Jeno ajarkan & membimbingnya langsung, sambil mencontohkan ia turut mengatur posisi & letak tubuh Hisa hingga benar-benar serupa. Setelah itu Jeno mengajarinya cara memukul juga menendang yang baik & benar agar Hisa terhindar dari cedera. Setelah dirasa cukup mengerti & menguasai teknik dasar yang di ajarkannya, Jeno mengajak sang istri untuk mempraktikkannya bersamaan.

Percobaan pertama pun dilakukan Hisa dengan lancar & baik, namun di percobaan selanjutnya, saat ia akan menendang, kakinya tiba-tiba tergelincir & hilang keseimbangan. Ia oleng & jatuh terduduk dengan posisi kaki agak terlipat. Melihat itu, Jeno seketika mendekati sang istri.

"Gwaenchanha, jagiya.. ?!" (kau gak pa-pa,sayang?!) Tanya Jeno dengan wajah paniknya. kemudian berjongkok sambil mengulurkan tangannya. "Sini, biar ku bantu kau berdiri!"

Begitu meraih uluran kedua tangan sang suami & hendak berdiri, tiba-tiba saja Hisa merasakan nyeri saat hendak mendirikan kakinya. "A aya.. Daliga ppin geos gatta!" (a aduh,sepertinya kakikku terkilir) Ringis Hisa seraya berpegangan pada kedua tangan Jeno dengan kuat.

"Joha, yeogi anja!" (yaudah duduk dulu disini) Jeno memapah tubuh Hisa untuk duduk di sebuah kursi santai yang ada disana.

Ia kemudian berjongkok di depan kaki Hisa untuk memeriksa kakinya yang sempat sakit saat di gerakkan. Terlihat sebuah bengkak pada pergelangan kaki kirinya.

"Kakimu bengkak.. bagaimana kalau kita ke Rumah sakit saja?" ajak Jeno.

Dengan wajah agak menahan rasa sakit Hisa mengangguk menyetujui ajakan sang suami. "Aku tidak mau di papah jalannya,"

"Geuleomyeon, eotteohge?" (trus gimana?)

"Gendong aku di punggungmu!" ucapnya dengan senyum manja.

"Alasseo.." (yaudah) Jeno membalikan tubuhnya memunggungi sang istri.

Tanpa banyak basa-basi Hisa menumpukan kedua tangannya ke kedua bahu atas suaminya yang terlihat sudah siap menggendong. Setelah berhasil naik di punggung, Jeno pun berdiri & membawa sang istri berjalan ke arah pintu luar Rumah.

"Terima kasih ya sayangku.. untuk semua perhantianmu." tutur Hisa dengan senyum manis nan cantik yang terkembang.

"Hmmm..". Gumam Jeno, sambil tersenyum mendongakkan kepalanya hingga rambut belakangnya menyentuh wajah Hisa.

Hisa kemudian menempelkan sisi kepalanya ke pungggung Jeno sambil tersenyum manja karena perhatian & kesabaran yang tak hentinya selalu suaminya berikan.






note: gak kuat pengen cepet-cepet namatin aku tuh biar tenang lanjutin karya yang lain haha

APHRODITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang