4. Sama-sama menyakitkan

27 16 25
                                    


-Happy Reading-

♡♡♡


Renjio memainkan mobil Tamiyanya di ruang keluarga, terlihat Rio sedang membaca koran dan Ningsih hanya menonton TV. Keluarga ini terlihat sangat sederhana namun juga memiliki sejuta kebahagian. Rio tidak mempunyai jabatan yang tinggi di kantornya tidak seperti Bimo yang menjadi manajer di sebuah perusahaan. Gaji Rio pun sangat rendah jika dibandingkan dengan gaji Bimo, namun semua itu berbeda dengan anak-anak mereka.

Bimo boleh senang dengan semua pekerjaan dan uang yang ia miliki, namun ada satu orang yang merasa tersakiti oleh kesenangan itu, Keisya. Keisya tak butuh uang yang banyak atau barang-barang yang serba mewah, karena yang ia inginkan hanya sebuah perhatian, waktu dan juga kebahagian. Tersenyum bersama kedua orangtuanya suatu mimpi yang ingin Keisya gapai.

Renjio menghela nafasnya dengan wajah yang cemberut, hari ini teman-temannya tidak datang ke rumah untuk bermain bersamanya.

Melihat anaknya yang merasa sedih, Ningsih mengajak Renjio bermain bersama.

"Kenapa harus Keisya sih, ma? Rasanya beda kalau Renjio lagi main sama Keisya dan teman-teman yang lain, main sama Keisya lebih seru."

Ningsih mengusap puncak kepala Renjio dengan sedikit tersenyum, namun tersirat juga rasa pedih yang tak ingin ia ukir. Sekilas ia menatap Rio yang pura-pura tidak mendengar ucapan Renjio.

"Pah! Renjio mau main sama Keisya boleh ya? Kalau gak ada Renjio dia main sama siapa?"

Rio menyimpan korannya, menatap lekat wajah Renjio yang sudah berseri-seri. "Kamu ingin bermain sama Keisya cuman kasihan aja kan sama dia? Dia tidak pantas untuk kamu kasihani."

"Iyah, Jio kasian sama Keisya. Dia gak punya siapa-siapa yang peduli sama dia kecuali Jio. Kalau Jio sekarang menjauh, bagaimana dengan Keisya?"

"Percuma kamu ingin berteman sama dia, Ayahnya juga benci sama kamu. Ayahnya gak mau kamu selalu main sama anaknya itu!"

"Pah, ini urusan aku sama Keisya. Bukan urusan Papa sama Ayahnya Keisya, Papa jangan bawa-bawa pertarungan antara Papa sama Ayahnya Keisya dong!"

Ningsih menepuk pundak Renjio, ia berusaha agar Renjio tidak terlalu kasar kepada Papanya.

"Mas, benar kata Renjio. Mama bukannya apa-apa, Keisya itu masih kecil. Kalau kita bisa membantu kenapa tidak? Lagian Mama takut nantinya mental Keisya akan terguncang," tutur Ningsih.

"Keputusan Papa sudah bulat, pokoknya kamu gak boleh lagi ketemu sama Keisya. Biarkan keluarganya saja yang mengurus dia!"setelah itu Rio pergi untuk mengakhiri pembicaraan ini.

Renjio menangis di pelukan Mamanya, begitu besar rasa sayang yang ia berikan untuk Keisya. Tak mau ia jauh-jauh dari Keisya untuk waktu yang cukup lama, akankah jalan memberikan sebuah kemudahan untuk mereka agar terus bersama.

Padahal kemarin baru saja Renjio mengatakan hal yang tidak seharusnya ia katakan, hal yang juga sangat ia benci. Renjio ingin berlari menghampiri Keisya, memeluknya bagai sahabat. Lalu meminta maaf atas kesalahannya, setelah itu dunia akan berpihak lagi kepada mereka.

Renjio tidak pernah merasa bahwa dirinya terbebani karena berteman dengan Keisya, rasa nyaman selalu melekat jika ia terus bersama Keisya. Seolah-olah ia ingin hidup berdua bersama Keisya. Jika sekarang keadaannya sudah begini, ia harus bagaimana? Bagaimana ia bisa melindungi Keisya dari kedua orangtuanya.

Janji akan terus menjadi janji, Renjio tidak mau janji itu berubah menjadi ingkar. Walau sebenarnya ia sudah mengubah janji itu.

♡♡♡

Story Renjio [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang