29. Peace?

5 1 0
                                        

Kehidupan ini telah berbeda, seolah-olah hidup mereka tengah mengganti buku dengan yang lebih baru, buku yang masih bagus bersih dari kejahatan-kejahatan yang sudah lalu. Mereka semua akan terus menjaga buku tersebut agar tetap bersih, biar mereka bisa hidup bahagia tanpa sebuah kepedihan.

Renjio telah terbang menembus langit, ia hanya menatap langit yang biru. Tatapannya enggan untuk menatap ke bawah. Rasanya langit begitu menarik untuk ia lihat, dan tanpa sadar Renjio tersenyum di dalam hangatnya pelukan langit.

Langit telah membawa Renjio pergi sejauh-jauhnya dari masa lalu, masa lalu itu telah tertinggal jauh di belakangnya. Hanya tinggal sebuah kenangan saja yang akan selalu ia kenang jika ingat. Sekarang yang harus ia lakukan hanyalah hidup di bawah langit dengan orang-orang yang ia sayangi, orang-orang yang telah mengubah dunianya. Karena dulu Renjio telah tenggelam di dalamnya lautan.

Setelah kematian Diana, semuanya hidup dengan damai. Tak ada lagi kekuasaan yang mengangkat derajat mereka, tidak ada lagi pembullyan yang marak di setiap kelas. Hanya mereka yang sedang fokus mengisi sehelai kertas yang wajib mereka isi. Dan setelah itu, semuanya selesai...

Renjio dan Abigail sekarang harus meninggalkan sekolah ini, karena mulai sekarang mereka telah lulus menjadi alumni. Banyak sekali lika-liku yang harus mereka lewati, dan semuanya dapat diatasi.

Renjio masih ingat disaat pertama kali ia duduk bersebelahan dengan Abigail, rasanya ia risih jika harus bersebelahan dengan perempuan. Ia juga sangat merasa terganggu karena Abigail selalu berisik. Renjio juga ingat dimana setiap pagi hari yang cerah Abigail selalu menawarkan permen kepadanya tetapi selalu ia tolak, benar-benar sangat lucu jika dipikir-pikir.

Namun di sisi lain, Renjio juga sangat ingat jelas. Dimana ada seseorang yang sudah tak bernyawa tergeletak di lapangan dengan banyak darah di sekujur tubuhnya yang mengalir. Bayang-bayang itu akan selalu di ingat oleh Renjio, bayang-bayang dimana kejadian aneh yang sudah terlewat di hidupnya.

Kejadian itu akan selalu dikenang oleh mereka yang menyaksikan, dimana mereka harus melihat orang yang paling famous di sekolah seketika hidupnya roboh. Namun bukannya bangkit, ia.memilih terjun dihadapan banyak orang yang membencinya.

"DARRR!" teriak Abigail mengagetkan Renjio.

Renjio pun hampir melompat, ia menatap kesal ke arah Abigail. Namun wajahnya sedikit memerah karena malu.

"Lagi mikirin apa sih? Serius banget, tugas kuliah?"

Renjio menggelengkan kepalanya, kemudian ia menunduk. Ada sesuatu yang sesak di dalam dadanya, rasanya sakit jika ia sudah mengingat masa-masa kelam ke belakang.

Abigail mengusap punggung Renjio dengan sangat lembut, sudah beberapa tahun terakhir mereka menjalin hubungan. Mereka adalah pasangan yang sangat serasi, suka maupun duka selalu mereka lalui. Apapun masalah dan rahasianya akan selalu mereka selesaikan dengan sama-sama.

Entah hal apa yang membuat Renjio teringat masa lalu, otaknya tiba-tiba berfikir tentang kenangannya di masa SMA. Masa-masa dimana ia masih selalu menyalahkan dirinya sendiri, namun di masa itu juga ia sangat beruntung karena telah di pertemukan oleh Abigail, yang sekarang telah menjadi pasangannya.

"Kalau ada masalah cerita, jangan di pendam. Ingat! Kalau di pendam malah makin sakit, gak apa-apa cerita aja."

Kemudian dengan spontan Renjio memeluk erat tubuh Abigail, Renjio sangat menyayangi Abigail. Ia tidak mau orang yang sangat ia sayangi ini pergi darinya.

"Kenapa? Kamu ingat Keisya, ya? Gak apa-apa Renjio, tapi ingat! Aku bukan Keisya, aku Abigail."

Dulu boleh saja Renjio menganggap kalau Abigail itu adalah sosok Keisya, namun sekarang Abigail tidak mau lagi bahwa dirinya hanyalah pengganti Keisya untuk Renjio. Ia mau menjadi Abigail seutuhnya yang pantas dan cocok untuk seorang Renjio.

Renjio menggelengkan kepalanya, "Aku hanya ingin berterimakasih, karena dirimu. Dunia ku ini telah berubah, berubah menjadi cerah dan hangat. Aku tidak tahu nasib hidupku jika saat itu kamu tidak duduk di sebelahku."

"Semua itu telah jalan yang Tuhan kasih buat kita, semua kejadian itu pasti ada makna yang tersembunyi. Sudah cukup saat itu kita stress karena masalah Keisya dan Diana, sekarang kita hadapi masalah hidup kita berdua untuk masa depan!" Abigail mengelus pipi Renjio dengan lembut.

"Lihat, noh. Teman lu malah asyik pacaran berduaan!" ketus Alvian kepada Seno.

"Bukan temen gue, temen lo kali!"

"Ih, gue gak punya temen yang bucin kayak mereka, yah!"

"Gue juga malah gak kenal sama mereka!"

"Bahkan gue juga baru lihat mereka, hloh!"

♡♡♡

Setelah lulus SMA Allen memutuskan untuk melanjutkan kariernya di dunia musik, ia mendaftar les piano di Jakarta. Banyak hal yang ia pelajari ketika memulai belajar memainkan piano, ia juga sangat cepat mahir memainkannya. Allen akan terus mengejar mimpinya untuk menjadi sebuah pianis terkenal.

Ia sudah tak dituntut lagi untuk terus belajar, keahliannya bukan lah dari sebuah teori. Ia ingin memainkan sebuah musik yang sangat indah di dunianya. Melangkah ke jalan yang lebih mudah lagi untuk ia lewati. Dunianya dulu terlalu sunyi untuk ia jalani, kini sekarang ia dipenuhi oleh melodi irama yang tiap hari ia mainkan.

Allen rela kalah untuk Devin, bahkan ia berusaha membantu Devin agar bisa mendapatkan nilai tertinggi dan bisa berkuliah di universitas yang ada di luar negeri. Ia mau Devin yang berjuang meraih cita-citanya untuk menjadi seorang mahasiswa muda yang sangat cerdas di luar negeri sana.

Sebenarnya Devin tidak mau pergi untuk kuliah di luar negeri, ia ingin satu universitas bersama Allen di Indonesia. Namun karena keinginan Allen, akhirnya Devin pun pergi dengan sebuah harapan.

Sedangkan Axel, ia tidak melanjutkan untuk kuliah. Ia memilih untuk bekerja sebagai pelayan di restoran kakaknya, tidak begitu besar gaji yang ia dapatkan. Tapi ia akan terus berusaha untuk menghasilkan uang lebih banyak lagi agar ia bisa membangun restoran sendiri.

Sebenarnya alasan Axel tidak melanjutkan perjalanan belajarnya karena keinginan sendiri, ia sudah merasa bosan jika harus bertemu lagi dengan pelajaran. Otaknya sudah pusing untuk berfikir, mungkin hidupnya akan lebih ringan lagi kalau ia bekerja saja. Bukan hanya untuk mencari uang, tapi juga untuk kesenangan.

"Kita harus sering-sering kumpul walau si Devin ada di luar negeri, gue gak mau pertemanan kita malah makin jauh tiap harinya," ucap Axel.

"Yah aneh dong, kan kita temenan udah dari kecil. Masa udah gede kita harus saling lupa, lagian sesibuk-sibuknya kita pasti selalu ada waktu kok walau sebentar," jelas Allen dengan tersenyum.

"Kita juga masih punya hal yang harus kita lakukan tiap tahunnya, kita harus berdoa di atas kuburan Diana. Kita harus membuktikan kepadanya kalau kita masih bersama, kalau kita masih belum melupakannya!" tegas Alvian.

"Mau sejahat apapun dia, mau sekejam apapun dia. Tapi bagi kita dia adalah Diana yang manja, yang selalu menghangatkan suasana. Dia adalah sahabat kita yang udah kita kenal sewaktu kecil." Allen mulai berbinar air mata, setiap kali ia mengingat Diana ia selalu saja hampir menangis.

Memang ia marah kepada Diana, ia ingin sekali memukul Diana, ia ingin sekali menghukum Diana sebesar-besarnya. Namun, di sisi lain ia juga kehilangan sosok sahabat yang selalu ada di sampingnya. Terkadang ada kala waktunya untuk mereka bertengkar dan akur.

"Udah jangan nangis, Diana ketawa tahu di atas sana lihat lo kayak gini." Axel menyusul mata Allen dengan kasar.






Story Renjio [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang