34. Revenge

4 0 0
                                    

1 tahun kemudian

Seperti kalian tahu, perpustakaan adalah tempat paling sepi dari ruangan-ruangan lainnya yang ada di kampus. Begitu pula orang yang sangat menyukai tempat ini seperti Renjio. Hari-harinya hanya ia habiskan dengan membaca buku di perpustakaan, ia benar-benar menjadi seorang anak yang sangat sibuk belajar sekarang.

Renjio menyumbat telinganya dengan earphone, mendengarkan lagu off my face - Justin Bieber. Menutup matanya sesekali hanya untuk merasakan sinar matahari yang masuk.

Namun, hatinya merasakan sebuah keberadaan seseorang di hadapannya, ia sedang duduk menatap setiap sudut wajah seseorang itu. Tapi ketika Renjio membuka matanya, tidak ada siapa-siapa di depannya.

Lebih baik aku tutup mata ku, biar dia bisa terus menatap wajah ku tanpa rasa malu.

Batin Renjio sambil tersenyum.

Jika memang nyata, sekarang Abigail tengah memandang Renjio dengan penuh cinta di dalam matanya. Abigail belum sepenuhnya pergi dari dunia ini, ia masih enggan untuk meninggalkan dunianya karena Renjio. Namun cepat atau lambat, pasti ia akan pergi.

Abigail menghela nafasnya lega, "bentar lagi Alvian datang, jadi kamu ada temen. Aku mau pergi dulu buat ngasih makan Lapang, Lapang itu sebenarnya kucing cuman aku kasih namanya Lapang. Alesannya? Ya mungkin karena dia suka lari-lari di lapangan."

Tepat saat Alvian datang, Abigail menghilang.

"Ahh, lo ngapain sih datang? Ganggu suasana aja!" ketus Renjio setelah Alvian duduk di sebelahnya.

"Lah? Ya terserah gue dong, gue punya niat baik mau nemenin lo belajar. Gue juga mau ngomong sama lo."

"Apa?"

"Nanti malam datang ya ke rumah gue, sama Seno. Soalnya tadi pagi Devin udah pulang dari Harvard, jadi kita mau ngadain pesta kecil-kecilan di rumah gue."

"Iya nanti gue dateng."

"Nah gitu dong, ini baru sahabat gue yang paling gue sayang. Omo-omo uri Renjioniiii." Alvian mencubit pipi Renjio gemas.

"Apaan sih, lebay banget!" gerutu Renjio, sambil menghempas kasar tangan Alvian dari pipinya.

Alvian hanya tertawa melihat Renjio yang kesal kepadanya, tapi Renjio hanya diam menghiraukan Alvian.

Satu tahun ini Renjio hanya menghabiskan waktunya hanya untuk belajar, sesekali ia juga berkumpul dengan Alvian dan Seno hanya untuk makan-makan sambil melempar candaan satu sama lain.

Renjio juga banyak menemukan teman baru yang selalu menemaninya, tidak banyak. Namun cukup untuknya bercerita, saling mengenal satu sama lain.

♡♡♡

Devin datang dengan dengan rambut pirangnya, badannya sudah sedikit tumbuh tinggi dengan pipi gembul yang bulat seperti roti. Ia memakai kaos pendek berwarna biru tua.

Terlihat Alvian, Renjio, Seno dan Allen yang sudah menyiapkan makanan yang memenuhi meja menatap ke datangan Devin. Mereka hanya mengerutkan keningnya dengan perasaan yang aneh, Devin sekarang seperti bukan Devin yang dulu.

"Devin, rambut lo kayak jerami!" ucap Alvian, sungguh sapaan yang kurang cocok untuk diucapkan.

"Lo udah kayak bule aja, satu tahun di luar negeri kayaknya udah lupa sama tanah air. Makannya rambutnya berubah jadi kuning," ucap Seno kemudian tertawa.

"Hey guys, you guys haven't changed. Instead of giving a welcome greeting, they even gave an unclear comment."
( Hey guys, kalian tidak berubah. Alih-alih memberikan ucapan selamat datang, kalian malah memberikan komentar yang tidak jelas.)

"Allen, lo ngerti dia bilang apa?" tanya Alvian.

"Bukannya kasih ucapan selamat datang, malah di kasih komentar gak jelas."

"Lo masih inget sama bahasa Indonesia gak sih? Kenapa malah ngomong pake bahasa Inggris, jir."

"I forget."
( Aku lupa.)

"Ya ampun, Devin. Lo lupa sama bahasa lo sendiri, kenapa bisa lupa sih? Gila ya lo, emang dari awal lo itu gak boleh kuliah di luar negeri."

"Well, let's just sit down, Devin."
( Ya udah mending kita duduk aja, Devin.)

"Yes, thank you Renjio? Your name is Renjio right? I'm afraid of being wrong."
( Iya terima kasih, Renjio? Nama kamu benarkan Renjio? Aku takut salah.)

"Right, my name is Renjio. I thought you would forget the name."
( Benar, nama aku Renjio. Ku pikir kamu akan akan lupa nama ku.)

"It seems that you are proficient in English, even Allen doesn't seem very proficient in English, actually I'd be lying if I forgot Indonesian. I just want to prank them."
( Sepertinya kamu mahir bahasa Inggris, bahkan Allen saja sepertinya tidak begitu mahir berbahasa Inggris, sebenarnya aku bohong kalau aku lupa sama bahasa Indonesia. Aku hanya ingin menjahili mereka saja.)

Kemudian Renjio tertawa sambil mengangguk.

"Mereka ngomong apa?" tanya Seno kebingungan menatap Alvian.

"Mana tahu, si Devin pake amesia gak bisa bahasa Indonesia lagi!"

"Kalian tahu alasan gue pulang ke Indonesia, tahun ini?" tiba-tiba Devin bertanya dengan bahasa Indonesia.

"Lah, itu bisa bahasa Indonesia!" Kesal Alvian.

"Ya kali kan kalau Devin lupa sama bahasa sendiri," ucap Renjio diselingi tawa.

"Gila gue di tipu!"

"Emang alasannya apa?" tanya Allen.

"Gue harus cari tahu pelaku pembunuhan yang di lakukan di Harvard, pelakunya ternyata orang Indonesia. Empat hari yang lalu dua dikabarkan kabur ke Jakarta!"

Serentak mereka terdiam, mengingat kembali kejadian setahun yang lalu. Tentang kematian Diana yaitu sahabat mereka sendiri, yang memang ternyata seorang pembunuh.

"Kenapa lo harus cari tahu kebenarannya? Emang semua ini ada kaitannya sama lo?" tanya Seno.

"Ini bukan hanya tentang gue aja, tapi ini tentang kita semua. Pembunuh itu bukan hanya mengincar orang asing saja, tapi kita juga bisa di incar oleh dia. Why? Diana!"

"Maksudnya Diana?"

"Dia adalah anggota keluarga Diana yang udah lama tinggal di luar negeri."

"Maksudnya lo, bisa jadi pembunuhan yang udah dia lakuin itu hanyalah sebuah amarah yang dia lampiaskan hanya untuk balas dendam terhadap kematiannya, Diana?" Renjio menatap tajam wajah Devin yang ada di depannya.

- END -

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Story Renjio [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang