14. Lonely

11 6 11
                                    

Untuk pertama kalinya, Renjio kembali hidup berdampingan dengan orang-orang. Namun sayangnya Renjio salah, ia harus berdampingan dengan orang yang jahat, Renjio sadar yang dilakukannya salah, namun jika tidak ia lakukan kebenaran tak akan pernah terungkap.

Mungkin ini akan sulit bagi Renjio, karena ia harus beradaptasi dari nol. Semua hal tentang perkenalan harus ia pelajari lebih dalam lagi, apalagi Renjio adalah seseorang yang tidak banyak bicara, dan sekarang harus banyak obrolan yang harus ia pertanyakan.

Semuanya akan berlalu, Renjio berharap semua ini akan cepat berlalu. Dan ia bisa kembali lagi ke hidupnya yang sebenarnya, karena ia tidak bisa membalas kesalahannya kepada Keisya.

Renjio sangat iri kepada Abigail, Abigail merasa bersalah atas kepergian Dera. Namun dengan penuh tekad, Abigail bisa membalaskan rasa bersalahnya dengan mencari pelaku atas pembunuhan Dera.

"Gue sebenarnya jarang main ini, karena emang susah, bro! Dan lo? Kok lo bisa main ini sih?!" Alvian masih fokus memandangi layar Handphonenya.

Renjio tertawa, "ini sih gampang, emang gue juga waktu pertama kali main. Sudah banget, tapi karena gue masih penasaran buat menang. Dan yahh–akhirnya bisa menang!"

"Gila sih, lo wajib ajarin gue. Gue juga pengen bisa, sampai ngalahin lo!"

Renjio mengangguk, "oke, kita coba level easy dulu. Kita coba perlahan-lahan, tapi lo harus fokus dan benar-benar mendalami taktik lawan lo."

"Oke gue coba! Lo harus kasih tahu gue harus gimana nya."

"Tips dari gue, mending lo jangan ngebunuh lawan lo dengan pisau. Karena nanti lo malah kehabisan waktu dan malah di serbu, mending pake pistol aja," ucap Renjio.

"Padahal gue suka membunuh dengan pisau, karena kalau pakai pistol gue suka salah sasaran!"

Apakah lo juga suka membunuh orang dengan pisau? Termasuk Dera, lo juga bunuh dia dengan pisau kan?
Batin Renjio.

Renjio hanya berdecak dalam hati, kalau boleh ia ingin langsung bertanya sekarang juga kepada Alvian, bahwa sebenarnya siapa orang yang telah membunuh Dera. Apakah dirinya sendiri? Atau teman-temannya?

Tapi itu semua akan membuat keadaan semakin sulit, Renjio tidak mau perbuatan gegabah nya akan menggagalkan rencana.

"Kalau membahas tentang kematian, gue selalu teringat sama sahabat gue. Karena dia hidup gue jadi hancur, masa depan gue telah hilang," tutur Renjio yang tiba-tiba lemah.

Alvian menoleh kepada delik mata Renjio, Alvian menatap dengan tatapan penuh tanda tanya, ada rasa ingin tahu yang tiba-tiba muncul di benak Alvian. Ia menepuk-nepuk paha Renjio. Renjio sekilas menatap Alvian atas tepukan yang ia terima.

"Dia pergi dengan semua kepedihan, dan salah satu kepedihannya si sebabkan oleh gue sendiri. Gue selalu merasa dia mati, karena gue."

"Ternyata lo tumbuh didampingi sebuah rasa bersalah, lo benar-benar gak tahu harus bertindak bagaimana agar dia bisa memafkan mu kan?"

Renjio mengangguk, "bagaimana rasanya menjadi pembunuh?" Pertanyaan yang sangat menjebak. Renjio sangat menanti, bagaimana reaksi Alvian untuk menjawab pertanyaannya.

"Dia tidak terlihat seperti orang yang bersalah dari luar, tapi dari dalam dia menyesal, ada rasa takut dihatinya. Karena ulahnya seseorang meninggal."

Renjio tersenyum pahit dalam hati, bagaimana bisa seorang pembunuh yang kejam bisa memiliki rasa takut? Seharusnya penjahat harus berani mengakui kesalahannya, mau di sengaja ataupun disengaja. Karena lebih baik dihukum di dunia, daripada di akhirat.

"Gue yakin! Teman lo itu pasti maafin lo, secara kan lo temannya. Jangan memandang satu sisi."

Renjio mengangguk memahami ucapan yang dilontarkan oleh Alvian, "gak biasanya gue berani untuk bercerita kisah hidup gue ke orang lain, apalagi sama lo. Secara kan kita gak begitu dekat."

Story Renjio [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang