Renjio terbangun, yang pertama kali ia lihat saat itu hanyalah wajah kedua orangtuanya yang menangis tersedu ketika anaknya mulai tersadar. Samar-samar Renjio dapat mendengar suara orang tuanya yang terus memanggil namanya.
Tubuhnya masih kaku untuk ia gerakkan, ia hanya bisa mengangkat jari telunjuknya dengan perlahan.
Renjio mulai merasakan elusan hangat di kepalanya, kemudian ia sedikit mengantuk lagi. Matanya sangat berat untuk ia buka, ia juga merasa lelah. Renjio ingin tidur kembali untuk waktu yang lebih lama lagi. Padahal baru saja ia terbangun.
"Jio?" panggil Abigail.
Tahu dengan suaranya Renjio kemudian terbangun, ia melihat sosok wanita cantik menggunakan setelan rumah sakit yang sama dengannya. Abigail memegang tangan Renjio dengan lembut, sedikit tersenyum manis kepada Renjio.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Renjio dengan lemah, tubuhnya tidak terlalu sakit. Namun yang ia rasakan hanyalah rasa lemas pada seluruh badannya.
Abigail menggeleng, "kamu harus cepat sembuh, temen-temen udah pada nunggu di luar. Mama sama Papa kamu juga ada di luar, kamu gak kasian sama Mama kamu? Tiap hari dia nangis tahu!"
"Emang sekarang tanggal berapa? Aku udah tidur lama, ya?"
"Ini udah tanggal 29, Oktober." Tepat sudah empat hari Renjio tertidur di kamar inap setelah Operasi.
"Kamu ada yang luka? Aku khawatir banget sama kamu, di saat kita kecelakaan waktu itu. Kamu banyak mengeluarkan darah, aku takut."
Abigail mengelus kepala Renjio, "aku gak apa-apa, aku hanya terluka sedikit aja kok. Aku dari kemarin-kemarin yang khawatir sama kamu, kamu gak kunjung sadar."
Mereka pun hanya terdiam saling pandang, Renjio masih membuka matanya seolah-olah ia sedang memandang cahaya yang terus saja bersinar di depannya.
"Oh iya, aku mau bilang sesuatu sama kamu."
"Bilang apa?"
"Tapi aku takut kamu marah sama aku."
Lantas itu membuat Renjio tertawa, "mengapa aku harus marah sama kamu?"
"Pokoknya apapun yang terjadi kamu gak boleh marah sama aku, aku sedih kalau nanti kamu marah sama aku."
"Iya aku gak akan marah, emangnya kamu mau bilang apa?"
"Kamu harus sayangi diri kamu sendiri, kamu harus berjalan di jalan aspal, bukan jalan yang penuh dengan bebatuan tajam yang dapat melukai diri kamu. Ingat, kematian itu adalah sebuah takdir tuhan yang harus kita terima. Aku gak pernah menyesal sama sekali bertemu sama kamu, aku seneng banget bisa ketemu sama kamu."
"Kamu ngomong kayak gitu biar aku sehat, ya?"
Abigail mengangguk cepat, "lupakan masa lalu kamu, teruslah berjalan ke depan. Kalau emang bisa kamu harus melupakan kenangan-kenangan buruk di masa lalu, kamu itu hebat, Renjio. Hidup kamu itu benar-benar berharga jadi wajib buat kamu jaga!"
"Aku pasti sehat kok, aku gak bakalan ninggalin kamu. Aku gak bakal nyusul Keisya sekarang, kok!"
"Bagus kalau begitu, memang pertamanya pasti kamu akan merasakan kesakitan dan kesepian. Tapi, itu hanya sementara. Aku yakin nanti kamu akan menemukan dunia yang memang benar-benar dunia kamu, dunia yang kamu tunggu dari lain waktu. Bukan dunia sementara yang selalu lewat namun tak lama kemudian pergi meninggalkan."
"Sekarang aku udah gak mengerti kamu lagi ngomongin apa, kenapa kamu sekarang bicara seolah-olah kamu juga mau ninggalin aku? Kamu mau pergi? Kemana?"
"Aku gak akan kemana-mana, emang kamu mau aku pergi kemana? Dan–" mendadak Abigail terhenti dengan ucapannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Story Renjio [ END ]
Teen Fiction15 Juli 22 - 6 Mei 23 Renjio, hidupnya dikelilingi oleh rasa bersalah kepada sahabat kecilnya Keisya. Seakan-akan kini Keisya sedang menghukum Renjio, namun ternyata hukuman itu sangat menyakitkan bagi Renjio. Seusianya ini, Renjio masih tidak bisa...