5. Hukuman Yang Berujung Penyesalan

24 15 18
                                    

"KAMU MASIH KECIL UDAH KAYAK GINI, GIMANA UDAH BESAR NANTI!! KERJAANNYA NGELAWAN MULU!"

"Keisya gak akan tumbuh besar karena Keisya akan mati duluan!"

Bimo mencengkram erat tangan Keisya, matanya melotot. Sedangkan Keisya hanya nangis tersedu-sedu, ia takut melihat wajah Ayahnya sendiri.

Dimulai detik pertama Keisya bernafas di bumi ini, hanya helaan nafas yang terdengar. Bimo memijit keningnya penuh beban, ia menyaksikan bagaimana anaknya terlahir di dunia ini. Wajahnya terlihat gelisah, tak ada sedikitpun raut wajah bahagia yang ia pancarkan.

Dari Keisya lahir ia hanya merasakan sebuah beban berat yang harus ia tanggung, menjadi seorang Ayah bukanlah keinginannya. Lalu dengan adanya Keisya disini, mau bagaimana pun ia harus bersikap sebagaimana seorang Ayah yang harus menyayangi anaknya.

Bimo mengambil serpihan lain dari kaca itu, ukurannya cukup besar. Matanya tertuju pada kaca yang sangat tajam itu, lalu matanya beralih menatap anaknya yang sedang menangis.

"Ayah mau bunuh Keisya?"tanyanya dengan polos.

Jika perintah yang Ayah mau adalah Keisya mati? Keisya ikhlas, karena ia juga sudah sangat lelah dengan hidup ini. Nafasnya sudah melewati batas untuk menghirup busuknya dunia ini.

Tangan Ayah bergetar hebat, otak dan hatinya berjalan tidak sesuai dengan keinginannya. Hatinya berkata, bahwa ia harus memeluk Keisya se erat-eratnya karena Keisya sedang kedinginan, namun otaknya berkata untuk meninggalkan anak itu sendirian tanpa memedulikannya.

Tatapan Keisya mulai lemah, "bunuh aku Ayah!"sekuat tenaga ia berteriak walau suaranya serak.

Bimo hanya diam, tangan dan wajahnya terlihat kaku. Ia iba melihat anaknya sendiri mengeluh terhadap hidup ini, kakinya benar-benar lemas. Sebisa mungkin ia menopang tubuhnya dengan lemas.

Keisya menatap wajah gemetar Ayahnya, Keisya berharap ayahnya bisa memeluknya lalu menggendongnya, perlahan Keisya tersenyum. Tersirat ketidak mungkinan dari raut Ayahnya.

CLEB

Bimo menusukkan serpihan kaca itu ke perut Keisya, dalam hitungan detik Keisya memuntahkan darah dari mulutnya bersamaan dengan air mata yang mengalir membasahi pelipis matanya.

Semua darah mengalir kemana-mana, Bimo mengelapkan tangannya yang penuh darah ke baju yang ia pakai. Nafasnya terengah-engah penuh ketakutan, matanya hanya melotot tanpa arah. Tangan kanannya sungguh sudah tak kuasa ia tahan lagi, tanpa segan-segan Bimo menancapkan kaca itu di perut Keisya.

"Ayah," lirih Keisya di dalam kesakitannya, ia berusaha untuk memanggil Ayahnya walau sudah tak kuasa menahan sakit di perutnya.

Bimo mengusap kepalanya gusar, tubuhnya bergetar hebat. Otaknya benar-benar tidak berjalan, ia tidak tahu harus berbuat apa pada anaknya yang mungkin sedang sekarat ini.

Keisya tersenyum, "makasih, sudah jadi Ayah untuk Keisya." Disaat seperti ini pun, ada ukiran senyum yang Keisya berikan kepada Ayahnya.

"SAYA BUKAN AYAH KAMU!!"

Satu tusukan lagi di berikan Bimo ke arah perut Keisya yang lain, kali ini Keisya langsung menutup kelopak matanya. Semua bagian tubuhnya sudah tak bergerak lagi, mungkinkah?

Sadar akan yang ia lakukan, Bimo sedikit mundur dari tempatnya. Ia melihat kedua tangannya penuh dengan darah anaknya. Jantungnya berdetak kencang, lalu ia menangis. Emosinya telah menjerat dirinya untuk melakukan hal yang tak seharusnya ia lakukan, apalagi jika ia adalah seorang Ayah.

"Keisya," panggilnya, Keisya sudah tidak ada. Percuma Bimo memanggilnya karena Keisya sudah berpulang ke tempat yang ia inginkan.

Bimo menghampiri Keisya yang sudah terkujur kaku tanpa napas, memeluk Keisya dengan erat. Bimo menangis pecah di samping tubuh Keisya yang sudah dipenuhi oleh banyak darah.

Story Renjio [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang