Kereta kuda dengan lambang Kerajaan Asher berhenti di hadapan sebuah kuil terbesar di Ibu Kota Celion.
Tak lama kemudian, pintu kereta yang terlihat megah itu dibuka oleh seorang kusir dengan etiket yang baik.
Setelah pintu itu terbuka, turunlah anggota keluarga kerajaan dengan urutan pertama adalah Viten, kedua adalah Cioten, dan terakhir adalah aku.
Semua orang yang mengunjungi Kuil Dewa Matahari otomatis menepi dan membiarkan kami berjalan di tengah-tengah mereka.
Aku lalu langsung bisa mendengarkan bisik-bisik yang jelas dari pengunjung kuil.
"Apa beliau adalah Tuan Putri? Aku baru pertama kalinya melihat wajah Tuan Putri."
"Tuan Putri rupanya sangat cantik."
"Lebih tepatnya, Tuan Putri seperti malaikat dari surga yang turun ke bumi."
"Tuan Putri katanya tidak tertarik pada tahta, ya?"
"Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Pangeran sudah menyumpah Tuan Putri sebagai adik mereka."
"Apakah hari ini adalah hari untuk Upacara Pemberian Nama Tengah bagi Tuan Putri?"
"Aku tidak tahu kalau Tuan Putri akan melakukan upacara itu hari ini. Tidak, lebih tepatnya, tidak ada yang mengetahui hal itu."
Aku hanya menarik kedua sudut bibirku agar membentuk senyuman yang lembut dan ramah di setiap mata para rakyat Asher. Ini adalah salah satu caraku untuk menarik hati para rakyat. Setidaknya, terlihat ramah meskipun aku tidak menginginkannya adalah hal yang perlu kulakukan untuk menarik hati rakyat Asher yang masih belum seratus persen memberikan kepercayaan mereka padaku.
Rumor juga telah menyebar dengan sempurna.
Tujuan kami untuk datang ke Kuil Dewa Matahari tanpa pemberitahuan lebih dulu ke rakyat Asher adalah kesengajaan. Itu karena kami berencana untuk membuat rakyat makin menyebarkan rumor demi rumor yang mereka ketahui.
Dari apa yang aku pelajari, orang-orang justru akan berbisik-bisik mengenai rumor yang mereka tahu ketika orang yang dirumorkan ada di hadapan mereka.
Berbeda ketika kami mengumumkan pemberitahuan untuk upacaraku, maka Kuil Dewa Matahari otomatis akan dikosongkan sebagai tempat pribadi hingga kami masuk ke ruang upacara khusus. Hal itu akan membuat rencana penyebaran rumor menjadi gagal total dan bisa saja rumor yang tersebar tidak bisa kami kontrol atau prediksi. Lebih buruknya, rumor itu malah akan berbalik menyerangku.
Semakin langkah kami mendekati pintu kuil, semakin jelas pula bisik-bisik dari rakyat Asher yang terdengar di indra pendengaranku.
Mata-mata penuh penghakiman itu menatapku dengan nyalang dan menelisik. Benar-benar mengganggu. Apa mereka sebegitu hausnya soal penilaian dan kekuasaan hingga menatapku sebegitu rupa?
Sementara itu, aku melihat ke arah Viten yang berjalan dengan senyuman politik yang tegas. Sedangkan Cioten tersenyum humoris sambil melambaikan tangannya pada seluruh rakyatnya.
Benar-benar saudara yang sama. Mengenakan topeng di balik sifat psikopat mereka.
"Bersinarlah Matahari Asher."
Seorang pendeta menundukkan kepalanya dalam pada kami setelah kami berdiri di luar pintu kuil. Pendeta itu lalu mengatakan bahwa dia akan memandu kami menuju ruang upacara.
Kami lalu melewati ruang doa yang luas dan megah. Setiap sudut tempat yang dapat digapai kedua mataku, ada banyak orang yang berdoa dengan khusyuk di sini. Tiang demi tiang raksasa pun berjejer rapi dan elegan. Tidak lupa, ada beberapa lampu gantung mewah yang menempel erat di plafon. Kuil yang didominasi warna putih dan emas ini menambah kesan keagungan yang nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
END | I Will Avoid the Death Flag [Terbit]
Historical FictionAku menjadi tawanan perang ketika membuka mata. Takdir sialan apa yang membawaku masuk ke dalam novel gila yang kulemparkan keluar jendela setelah aku membacanya?! Mau bagaimanapun, aku tidak akan membiarkan diriku sendiri disiksa oleh dua orang gi...