28 - Permintaan

3K 585 99
                                    

Viten menghela napasnya dengan berat. Ketujuh orang yang menyerang Serethy itu benar-benar menutup mulut mereka dengan rapat agar informasi mengenai mereka tidak sengaja terucap.

Meskipun beberapa prajurit spesialisasi penyiksaan telah menyiksa mereka untuk mencari tahu siapa yang mengirim mereka, mereka tetap tutup mulut.

Dan walaupun Viten sendiri yang memotong jemari mereka satu-persatu, mendengarkan jeritan mengerikan dan menyedihkan mereka bergema dalam penjara bawah tanah, mereka tetap tutup mulut.

Atau ketika tubuh mereka sudah bermandikan oleh darah merah yang pekat, yang tetesannya terus menetes ke batu bata kusam ruang penyiksaan. Ketika kulit mereka disayat, dicambuk, dipukul, dipotong. Mereka hanya menjerit, tetapi tetap tutup mulut mengenai identitas asli kelompok tersebut.

Itu adalah kesetiaan yang tidak perlu dipertanyakan kembali.

Satu-satunya informasi yang didapat dengan mudah adalah lambang perak elegan yang berada di jubah mereka masing-masing.

Itu adalah lambang burung yang tengah mengepakkan sayapnya dengan tiga buah bintang merah mengelilinginya. Itu indah dan di saat yang bersamaan sangatlah misterius.

Viten tidak pernah tahu komunitas apa yang menaungi lambang tersebut. Apakah itu sebuah faksi atau organisasi? Apa tujuan mereka, siapa pemimpin mereka, apa mereka adalah rakyat Asher atau wilayah asal Matria? Viten tidak tahu.

Namun, hipotesis pria itu mengatakan bahwa kelompok tersebut memiliki satu tujuan utama, yaitu menghancurkan Kerajaan Asher. Terbukti dari ketujuh orang yang menyerang Serethy untuk membunuhnya.

Ramalan mengatakan bahwa ratu yang dipilih langsung oleh Dewa Matahari akan memakmurkan kerajaan. Serethy merupakan salah satu dari dua kandidat ratu, di mana Serethy sendiri memiliki potensi untuk memakmurkan Kerajaan Asher seperti yang diramalkan.

Pihak lawan akan membunuh Serethy untuk mencegah kemakmuran Asher terjadi. Mereka ingin membuat Kerajaan Asher tetap di bawah bayang-bayang dan kegelapan pekat. Begitulah, apa yang bisa Viten pikirkan.

Viten menggelengkan kepalanya kecil, matanya berkabut dan Viten tidak bisa menatap dokumen administrasi di depannya dengan jelas. Viten juga makin sering kehilangan konsentrasinya sehingga bekerja akan sulit bagi Viten.

Selama tujuh hari terakhir, Viten kesulitan tidur nyenyak. Alasannya tentu saja karena dia mengkhawatirkan Serethy yang berada dalam lelapnya mimpi.

Kesehatan Viten menurun, dan Viten merasa bahwa hal ini sangat konyol. Mengkhawatirkan seorang mantan tawanan perang mengenai nasib wanita itu ke depannya, apakah wanita itu akan hidup atau mati.

Padahal, Viten tidak seharusnya mengkhawatirkan wanita itu. Viten tidak seharusnya mengangkat status sosial wanita itu dari seorang tawanan perang yang rendahan menjadi seorang tuan putri yang agung. Viten tidak perlu memberikan gaun-gaun cantik dan sepatu menawan untuk wanita itu. Viten tidak perlu memberikan wanita itu tempat untuk tinggal atau makanan mewah untuk dimakan.

Akan tetapi, sesuatu di dalam dirinya bahkan telah lebih dulu bergejolak. Hal ini terjadi ketika kedua kalinya mereka bertemu di kamar pribadi Viten.

Serethy adalah pribadi yang aneh. Di matanya, tidak tertera keputusasaan di mana sebagian besar orang akan mengira bahwa hidup mereka akan berakhir di sana. Berbeda dengan Serethy, apa yang tercetak di balik manik violetnya adalah percaya diri.

Dia sungguh percaya bahwa dia akan tetap hidup seterusnya.

Begitulah bagaimana rasa penasaran malah berkembang menjadi sesuatu yang asing dan baru. Lagi dan lagi. Hingga Viten nyaris tak tahu harus dibawa ke masa sebuah perasaan membludak di dadanya. Perasaan yang aneh, tetapi candu dan mendayu.

END | I Will Avoid the Death Flag [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang