Tubuhku bergetar hebat. Belum lagi, aku makin merasa mual ketika pria itu kian menghampiriku.
Bau darah dan anyir meningkat seiringan suara sepatu sol yang mendekat.
Figuran A lalu berdiri di depanku untuk melindungiku, membuat pria berambut hitam itu mengernyit kesal.
"Maafkan saya, Pangeran. Namun, saya ditugaskan untuk melindungi Tuan Putri," kata Figuran A dengan tegas.
Pangeran, Cioten Marilion Asher, hanya mendengus. Tangannya lalu dengan mudah mendorong Figuran A ke samping, kini aku dan Cioten benar-benar berhadapan.
Aku menutup mulut dan hidungku dengan kedua tangan. Bau darah itu membuat kepalaku pusing.
Aku tidak bisa menahan tubuhku yang makin bergetar ketakutan. Insting bertahan hidupku membunyikan alarm di dalam alam bawah sadarku dengan nyaring, menyuruhku untuk kabur secepatnya.
Namun, aura yang mendominasi dari Cioten benar-benar menghantamku dengan telak. Aku tidak bisa bergerak, seolah ada sesuatu yang tidak kasat mata tengah menekan pergerakanku.
"P-Pangeran." Figuran A belum menyerah.
Cioten menghela napas, dia lalu mengibaskan tangannya yang makin membuat darah tercecer di lantai.
"Aku tidak akan menyakiti Tuan Putri, aku janji. Sekarang, jangan ganggu percakapan kami, ksatria rendahan." Mata Cioten menyorot Figuran A dengan dingin hingga Figuran A mematung.
Ketika Cioten beralih menatapku, aku bisa melihat kilatan mata yang sama ketika kami bertemu di gazebo. Mengecualikan dengan bagaimana tubuhnya bermandikan darah yang membuatku merinding.
"Apa yang Tuan Putri lakukan di sini? Apa Tuan Putri belum tahu kalau di sini adalah wilayahku?"
Cioten mendekat ke arahku, membuatku melangkah mundur dan menabrak tembok. Kedua tangan Cioten naik, lalu mengunci pergerakanku di dinding.
Aku menetralkan raut wajahku. Aku tidak boleh terlihat lemah di depan psikopat ini. Jika aku terlihat lemah, maka Cioten akan semakin puas.
"Aku tidak bisa tidur dan memutuskan untuk jalan-jalan." Namun, rupanya menyembunyikan getaran di nada suaraku adalah hal yang sulit. "Aku belum mengenal Istana Kebahagiaan dengan baik sehingga aku tanpa sadar memasuki wilayah Pangeran. Maafkan ketidaksopanan diriku, Pangeran."
"Heheh." Cioten terkekeh kecil, tangannya naik dan menepuk-nepuk kepalaku beberapa kali. "Tidak apa-apa, Tuan Putri. Manusia melakukan satu atau dua kesalahan di dalam hidupnya. Namun, jika manusia sudah melakukan tiga kali kesalahan, mereka akan dihukum."
Setelah mengatakan kalimat terakhirnya, Cioten melirik ke dalam ruangan di mana banyak mayat yang bermandikan darah.
"Mereka akan dihukum dengan mengutamakan rasa sakit yang menyenangkan. Merah. Darah merah yang menyegarkan. Aku menyukainya. Sangat-sangat menyukainya hingga aku nyaris ingin melihatnya di sini."
Cioten meraih ujung rambut merah mudaku. "Tapi sayangnya, jika aku melukaimu, Kakak pasti akan marah."
Aku mencoba agar tidak bergetar ketakutan. Aku harus bereaksi normal.
Cioten seolah mengatakan bahwa aku selamat hari ini karena baru melakukan satu kesalahan, tapi jika aku melakukan dua kesalahan lain di depannya, maka aku juga akan berakhir seperti mayat-mayat di dalam ruangan.
"Katakan, Tuan Putri. Apa kamu menikmati hidupmu?"
Apa yang harus kujawab? Jika kujawab, iya, apa dia akan langsung menikamku dengan belati yang tersembunyi di balik kemejanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
END | I Will Avoid the Death Flag [Terbit]
Fiksi SejarahAku menjadi tawanan perang ketika membuka mata. Takdir sialan apa yang membawaku masuk ke dalam novel gila yang kulemparkan keluar jendela setelah aku membacanya?! Mau bagaimanapun, aku tidak akan membiarkan diriku sendiri disiksa oleh dua orang gi...