"Tuan Putri?"
Tubuhku tersentak dan mulai kaku.
Kesiur angin yang menelusup lewat tepi jubahku membuatku makin menggigil kedinginan. Aku berada di balkon kamarku, siap-siap lompat dari lantai dua kamarku. Tidak benar-benar lompat karena aku sudah menyiapkan tali tambang untuk membantuku turun.
"Tuan Putri, Anda hendak ke mana?" Sir Derick bertanya sambil membuka lebar pintu balkon kamarku.
Aku tersentak lagi dan mulai melangkah mundur.
Ini sudah tengah malam! Kupikir pria itu telah meninggalkan kamarku untuk istirahat, tapi kenapa dia malah ada di sini?
"Sir Derick? Kenapa kamu ada di sini?"
"Seharusnya saya yang menanyakan itu pada Anda, Tuan Putri."
Tubuhku menggigil. Bukan, bukan karena angin malam yang bermain-main denganku, tetapi karena nada suara Sir Derick yang terdengar begitu berbeda.
Bahkan sorot wajahnya pun mengatakan hal lain selain kelembutan yang tertera, sehingga aku yang sama sekali tidak terbiasa dengan perubahan ekspresi wajah ini, mulai ketakutan.
Sir Derick melangkah maju dan aku mengambil langkah mundur. Kami melakukan hal yang sama sebanyak tiga kali hingga aku berada di ujung balkon. Pinggangku menyentuh pagar pembatas dan aku masih berusaha untuk mundur. Itu karena Sir Derick tetap mengikis jarak kami berdua. Aku bahkan bisa merasakan deru napas Sir Derick di pipiku.
"S-Sir Derick? Bukankah kamu terlalu dekat?"
Sir Derick menyangga tangan kanannya di pagar pembatas, tepat di sampingku. Aku bahkan bisa merasakan pakaiannya menggesek jubahku.
"Saya bertanya sekali lagi. Anda hendak ke mana?"
Aku meneguk ludah dan mengalihkan pandanganku. Sir Derick begitu mengintimidasi. Apakah ini kekuatan seorang komandan ksatria yang sebenarnya? Aku tidak pernah merasakan intimidasi yang begitu kuat sebelumnya, itu karena aura yang Sir Derick keluarkan di sekitarku adalah aura positif yang menyenangkan.
"A-Aku-"
Bahkan bicara pun gugup. Sial!
"Tatap mata saya, Tuan Putri."
Jemari Sir Derick yang dilapisi sarung tangan putih menyentuh daguku, lalu menariknya sehingga manik kami saling bertemu.
Cream dan violet bertemu pandang.
Ini seharusnya menjadi rencana yang sempurna untukku. Di hari keempat aku disuruh untuk beristirahat, aku menunggu hingga tengah malam, di mana biasanya Sir Derick akan menyerahkan penjagaanku pada anak buahnya. Itu karena aku menyuruh Sir Derick untuk mendapatkan istirahat yang cukup.
Aku sudah memastikan dengan betul bahwa Sir Derick dan anak buahnya sudah bertukar tempat. Sehingga aku bisa memulai rencanaku untuk menyelinap.
Menyelinap keluar istana.
Meski mungkin aku yang terlalu bodoh karena berharap bisa membodohi komandan ksatria yang tentunya terpilih bukan karena kebetulan, tetapi melalui seleksi ketat.
"Ke mana Anda hendak pergi?" tanya Sir Derick lagi. Akan tetapi, suaranya yang lembut telah kembali. Intimidasi yang dikeluarkan pria itu menghilang dan aura positif khas Sir Derick kembali lagi ke indra perasa.
Mungkin Sir Derick menyadari tubuhku yang bergetar samar, sehingga dia kembali menjadi Sir Derick yang aku kenal.
"Kuil Dewa Matahari," balasku sambil mengalihkan pandang.
"Mengapa pergi ke kuil ketika tengah malam, Tuan Putri? Dengan menyelinap pula. Apakah tidak bisa pergi pada siang hari dengan saya yang menjaga Anda?"
Aku menggeleng perlahan. "Ini harus menjadi pertemuan yang rahasia."
KAMU SEDANG MEMBACA
END | I Will Avoid the Death Flag [Terbit]
Historical FictionAku menjadi tawanan perang ketika membuka mata. Takdir sialan apa yang membawaku masuk ke dalam novel gila yang kulemparkan keluar jendela setelah aku membacanya?! Mau bagaimanapun, aku tidak akan membiarkan diriku sendiri disiksa oleh dua orang gi...